Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lumpur Silaukan Mata “Pencaharian”

19 September 2016   17:55 Diperbarui: 19 September 2016   18:12 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kubangun lumpur tak selamanya terlihat kotor, busuk dan menjijikan. Justru dibalik aroma busuk tersebut ditemukan sebutir emas pada kubangan yang selama ini kita anggap hina dina.

Coba kita lihat para penambang-penambang itu, baik secara konvensional maupun modern, sibuk berkecimpung dalam lumpur demi sebutir biji emas. Betapa kayanya Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Dari lumpur menjadi rebutan pihak asing.

Bisa di bayangkan andai lumpur-lumpur tersebut tidak kita eksploitasi ke negara asing, saya yakin Indonesia tidak akan pernah berhutang ke luar negeri, justru mereka yang menyadap alam ini.

Lumpur juga bisa merugikan akibat ulah kita sendiri, mengeksplor secara membabibuta tanpa memikirkan keberlanjutan hidup habitat lumpur dan butiran emas dimanfaatkan demi kemakmuran rakyatnya sendiri, jangan sampai “anak ayam mati dalam lumbung padi” menjadi nyata.

Benar sekali bahwa UUD 45 pasal 33 ayat 3 mengamanahkan. bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Buktinya siapa untung siapa buntung.

Pasal ini sudah demikian jelas, terang benderang, tidak berkhianat, artinya interpretasi bahwa seluruh kekayaan alam yang ada dalam perut bumi, dibukit-bukit, gunung-gunung, di atas tanah berupa hutan dan di dalam air termasuk lumpur harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pertanyaannya negara mana? Rakyat yang mana?

Faktanya lumpur tersebut justru dinikmati oleh investor kakap mengeruk dan mengelupasi dalam-dalam kekayaan alam kita. Bukankah sikap yang aneh itu bertantangan dengan konstitusi kita?

Kita ambil contoh negara Singapura, mereka bisa membangun kotanya begitu prestise, dikarenakan pandai memanfaatkan situasi sulit negeri ini. Mereka membakar kertas, plastik, limbah medis dengan suhu sangat panas hingga menghasilkan serbuk debu, sedangkan energi panasnya dimanfaatkan sebagai energi listrik. Debu sisa pembakaran yang jumlahnya berton-ton itu ditimbun di teritorial terluar pulaunya, bahkan mereka (Singapura) juga membeli pasir dan lumpurnya di teritorial Indonesia dengan segala cara merayu masyarakat sekitar sudi menjual pasir lumpur tersebut mereka timbun beserta serbuk debu sisa pembakaran tingkat tinggi, perlahan tapi pasti perluasan pulau negeri Singa kian bertambah.

Walhasil, luas pulau mereka bertambah, luas pulau Indonesia berkurang, dengan demikian zona ekonomi ekslusif (ZEE) Singapura dalam rentang waktu sekian tahun mampu menelikung indonesia.

Saya bermimpi pemerintah kita melalui Kabinet Kerja berani meninjau kembali seluruh IJIN yang sudah setengah abad kita sedekahkan kepada pihak asing menyedot keluar lumpur-lumpur yang kita anggap menjijikan justru bagi mereka menguntungkan. Bangsa sendiri kekurangan, pihak asing kenyang mengeksplorasi kekayaan alam indonesia. Ternyata tanpa disadari dinikmati oleh bangsa asing secara semena-mena?

Lumpur  di Indonesia tampaknya masih menjadi daya pikat tersendiri banyak pihak unjuk suara (dan kuasa). Maklum, banyak pemangku kepentingan bergentayangan disekitar lumpur menyilaukan mata “pencaharian” kita.

Wajar pepatah mengatakan “hujan batu di negeri sendiri, hujan emas di negeri orang” sama artinya pertumpahan darah di indonesia, sementara pihak asing foya-foya ongkang-ongkang kaki, memang demikian posisinya.

Mari laksanakan amanah UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Jangkrik boss!

Makassar, 19 September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun