Subhan Riyadi-Tak dapat disangkal pada zaman edan, penuh keangkara murkaan sekarang ini tidak mudah untuk mengikrarkan diri sebagai orang sufi/suci seperti Nabi Muhammad SAW. Jikalaupun ada tak ayal, menjadi bahan tertawaan, memang masuk akal sih untuk merubah prilaku sufi tidak semudah membalik telapak tangan, boleh jadi dikira orang paling munafik di muka bumi.
Harta, tahta, wanita kata kunci dominan menjauhkan karakteristik kenabian. Memelihara jenggot pun tidak serta merta membuat orang bertingkah polah alim, kita akan selalu larut dalam hegemoni pencitraan nabi palsu. Tidak pernah selalu sama fikiran, ucapan dan hati.
Banyak sekali pemimpin kita memberi contoh salah kaprah. Santer terdengar di pemberiataan pejabat tertangkap tangannya sedang melakukan transaksi uang guna mendapat proyek oleh KPK. Selanjutnya tertangkapnya guru spiritual Reza Artamevia bernama Gatot Brajamusti lebih akrab disapa AA Gatot di sebuah Hotel saat pesta narkoba yang juga Ketua PARFI ini. Lantas perseteruan DNA motivator Mario Teguh dengan seorang anak muda bernama Ario Kiswinar mencuat ke media, tentu saja peristiwa ini mengaburkan orang-orang yang disebut dirinya sufi.
Era nabi Muhammad, kebencian seperti sekarang ini juga terjadi, semisal beliau sering dilempari kotoran hewan dan dikencingi oleh kaum Yahudi, dengan besar hati Muhammad SAW legawa memaafkan perbuatan orang tersebut, hingga pada suatu hari sang nabi bertanya-tanya, kemana keberadaan orang yang selalu mengencingi dan melempari kotoran hewan terhadap dirinya. Setelah mengetahui orang tersebut jatuh sakit, nabi orang pertama membesuknya. Betapa mulia hatinya, spontan orang tersebut menangis lantas masuk islam/mualaf dengan mengucap dua kalimat sahadat.
Untuk sekarang ini belum ada manusia sanggup menyamai kebesaran rasa memaafkan perbuatan jahat terhadap dirinya, kecuali membalas dendam, inikah ciri-ciri manusia sufi/suci?.
Kesufian nabi kembali teruji, ketika memberi makan seorang pengemis Yahudi buta yang selalu memakinya. Ujar pengemis buta kepada nabi, “wahai saudaraku, jangan dekati muhammad, dia itu orang gila, pembohong, tukang sihir, apabila kalian mendekatinya akan dipengaruhinya”.
Setiap pagi Nabi Muhammad mendatanginya dengan memberinya makan, tanpa sepatah kata Rasul SAW menyuapi makanan yang dibawanya untuk pengemis itu walaupun pengemis tersebut selalun berpesan, “agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.” Dengan perasaan kasih sayang tetap memberinya makan agar pengemis buta tersebut tidak kelaparan. Beliau melakukannya setiap hari hingga Nabi Muhammad wafat. Setelah kewafatan Rasul tidak ada lagi orang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta tersebut.
Rutinitas tersebut diambil alih oleh Abu Bakar r.a. setiap pagi selau pergi ke pasar membawakan makanan untuk menyuapi pengemis buta. Ketika Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, Pengemis Yahudi Buta itu marah sambil berteriak, ”siapakah kamu?”.
Abu Bakar r.a menjawab, “aku orang yang biasa.” Bukan!, "engkau bukan orang yang biasa mendatangiku," jawab si pengemis. Apabila Ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa menyuapiku, terlebih dahulu menghaluskan makanan tersebut menggunakan mulutnya, setelah itu ia berikan kepada pengemis Yahudi buta itu bukan dengan tangan tetapi melalui mulut Nabi. Sahabat nabi Abu Bakar pun menangis mendengar kisah mulia ini.
Abu Bakar r.a mengatakan “aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, karena orang mulia itu telah tiada.”
Singkat kata, setelah pengemis Yahudi buta mendengar kisah kemuliaan Nabi Muhammas SAW dari Abu Bakar r.a, pengemis itu seketika menangis dan kemudian berkata, “aku selama ini selalu menghinanya, memfitnahnya, Ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, Ia begitu mulia.” ujar pengemis. Seketika pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya mengucap syahadat dihadapan Abu Bakar r.a.