Terpaksa jarum infus menancap ditangannya yang mungil, denyut nadi pun nyaris melemah ketika akan diambil sampel darahnya. Sebelum rawat inap di rumah sakit tersebut, istri sempat memeriksakan anak ke dokter umum dekat rumah.
Dari dokter diberi berbagai macam resep obat untuk diminum, anak saya satu ini memang kalau sakit terkenal parah hingga membuat orang tuanya ikut-ikutan sakit. Karena merasa kurang yakin dengan hasil pemeriksaan tersebut, saya dan istri memutuskan untuk mencari taksi untuk dibawa ke Rumah Sakit dr. Sarjoto milik TNI AU.
Di sana anak saya mendapat perlakuan cukup baik dari para perawat ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) secara intensif dicek berkala semua termasuk darah sebelum masuk kamar untuk di rawat inap.
Setelah memastikan aman dan nyaman saya kembali pulang ke rumah bersama kakanya. Alhamdulillah kabar baik menghampiri kesenhatan anak saya tadinya demam tinggi, kini suhu badan kembali normal dan doyan makan, bukan bubur dari rumah sakit justru minta dibelikan nasi kuning.
Akhirnya pada minggu pagi harinya selepas mendapat perawatan dari dokter spesialis anak, diperbolehkan pulang, tentu kami menyelesaikan pembayaran jalur umum untuk bisa kembali ke rumah dan menjalani aktifitas seperti biasanya.
Terimakasih paramedis Rumah Sakit dr. Sarjoto TNI AU Makassar, profesional menangani bagi kesembuhan anak kami, semoga esok berjumpa pula pada anak saya yang lain. Tidak minta-minta siapa tau ada saudaranya yang sakit, pilihannya ya....kami percayakan pada Rumah Sakit dr. Sarjoto TNI AU Makassar, terlepas kuasa Alloh SWT. Amin....
Ada teman saya selalu menyarankan urus BPJS. Setiap kali itu pula saya bersikukuh “malas” dengan alasan telah dijelaskan di atas. Cukup diakui pembahasan kawan-kawan selalu berhubungan dengan kebaikan dan penghematan.
Justru saya berani bilang kenapa bukan petugas BPJS berinisiatif jemput bola mencari client, karena adanya BPJS memang mencari nasabah, masak cerita pencari “kesehatan” dibebani pontang-panting sendiri, hingga akhirnya ketika jatuh sakit mendapat perlakuan administratif lebih dahulu ketimbang urusan kesehatan pasien, bisa-bisa mati duluan pasien tidak ada penanganan baiknya.
Entah darimana urusan kesehatan dan kecerdasan anak bangsa terus begini. Faktanya Asuransi Kesehatan dan Jaminan kesehatan daerah yang diperuntukkan bagi rakyat kini menjadi lahan simulasi bagi para penguasa faktor-faktor produksi untuk memperbanyak modal mereka.
Itulah tadi sekelumit hikayat seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pasien anak yang belum memiliki kartu jaminan kesehatan dari pemerintahnya.