Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Timbuseng (Bukan) Desa Tambang

30 Mei 2016   08:56 Diperbarui: 3 Juni 2016   14:04 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bumi cukup persediaan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi tidak akan cukup untuk memenuhi keserakahan manusia.”

(Mahatma Gandhi)

Kecamatan Pattallassaang desa Timbuseng merupakan desa yang berbukit-bukit dan terkenal akan keindahan alamnya dengan pepohonan hijau. Salah satu bukit yang terkenal adalah Bollangi, menjadi destinasi favorit masyarakat setiap akhir pekan untuk menghilangkan penat. Terletak di bagian utara Kabupaten Gowa. Bollangi merupakan dusun penghasil sukun.

lokasi-tambang-jpg-574e29abf47a61450d2c57c7.jpg
lokasi-tambang-jpg-574e29abf47a61450d2c57c7.jpg
Semua itu tinggal kenangan seakan lenyap ditelan bumi, tepat pada tahun 2010, bukit-bukit di desa Timbuseng mulai menarik perhatian “investor” tambang. Penambangan dimulai disebelah utara desa Timbuseng tepatnya disamping pekuburan cina Bollangi, kemudian berpindah ke bagian barat bernama bukit Bokokura, di Jalan Balangpapa secara kontinyu berdatangan eskavato rmemulai aksi pengerukan tanah yang ada di Timbuseng. Warga begitu kaget saat melihat ada penambangan di bukit bollangi, karena sebelumnya tidak ada informasi bahwa akanada penambangan.Warga bertanya-tanya siapa yang memberi izin untuk dilakukan penambangan.Warga juga mencari tahu mengapa bukit-bukit di Timbuseng ditambang, hanya kekecewaan yang warga dapatkan terkait tambang tersebut.Was-was akan keberadaan tambang, mereka takut akan terjadi bencana di desa Timbuseng.Eksploitasi tanah, bukit membabi buta memperparah keindahan desa Timbuseng.

eskavator-di-area-tambang-jpg-574ba781c323bdbf040c1ea8.jpg
eskavator-di-area-tambang-jpg-574ba781c323bdbf040c1ea8.jpg
Kehadiran tambang ternyata tidak hanya menyebabkan pencemaran lingkungan, tetapi pembukaan lahan tambang membutuhkan konsesi bukit ratusan hektar. Bukit-bukit berhutan, manfaatnya selain sebagai paru-paru dunia juga mampu menghidupi masyarakat adat yang berada di sekitarnya. Rusaknya bukit Bollangi membuat ekosistem terganggu, masyarakat adat tak mampu lagi mempertahankan warisan adatnya. Dimana pengerukan kaki-kaki bukit tersebut mengancam keselamatan masyarakat, dan mematikan sumberdaya air tanah untuk kebutuhan masyarakat sekitar.

Meski sebagian besar “oknum” menyatakan bahwa adanya tambang menyebabkan kesejahteraan di sekitar daerah tambang dan daerah yang ditempatinya, itu tidak sebanding dengan kerusakan bukit yang mengancam keselamatan masyarakat. Hiruk pikuk aktivitas tambang seperti kesehatan seakan tidak mengenal waktu telah merusak indahnya pemandangan, yang terlihat hanya alat-alat berat dan puluhan mobil truk lalu lalang silih berganti mengeruk tanah di lokasi tambanggalian C.

Menurut penjelasan salah satu warga, demi menghindari serangan psikis serta keselamatan keluarga enggan disebut namanya, “Ketersediaan dan potensi bahan tambang ini memang cukup menjanjikan.Bahkan sampai dengan detik ini ketersediaan batu dan tanah timbunan bukit Bollangi sebagai lokasi tambang galian C masih tersedia meskipun perlahan tapi pasti mulai terkikis habis.

eskavator3-jpg-574baa2183afbdc804776f28.jpg
eskavator3-jpg-574baa2183afbdc804776f28.jpg
Pengerukan tambang galian C berlangsung terus menerus, guna kepentingan reklamasi pantai. Kondisi ini diperparah dengan ketebalan debu yang menganggu jarak pandang saat berkendara serta mengancam kesehatan,tidak adalagi ketenangan, kenyamanan, kesejukan seperti yang kami rasakan dahulu. Bising mesin eskavator dan truk-truk berukuran raksasa mengangkat batu dan tanah mulai pagi sampai malam,jalan-jalan beraspal penuh debu mengancam pengguna jalan, karena jika musim penghujan sangat licin karena jalan berlumpur, ketika kemarau menimbulkan debu. Ibarat mengeruk gunung menimbun sungai. ”Jelas warga tersebut.

jalantambang-ok-jpg-574e2a89d592736a0dc17cd7.jpg
jalantambang-ok-jpg-574e2a89d592736a0dc17cd7.jpg
Sebagaimana potensi Sumber Daya Alam lainnya, Di Desa Timbuseng ini memang sangat banyak potensi tambangnya seperti tanah, pasir atau batu untuk pondasi, tanah timbunan banyak sekali terdapat di daerah ini. Untuk mengeksplorasi bahan tambang Galian C  tersebut dari dalam sungai maupun bukit, pihak swasta atau pengelolah menggunakan tenaga mesin berupa alat-alat berat seperti buldozer dan eksavator.

Buldozer biasanya digunakan untuk pengerjaan pada tahap pertama atau land clearing untuk membangun akses jalan menuju lokasi ekplorasi tersebut. Selanjutnya untuk melakukan pengerukan tanah dari kaki bukit maka digunakanlah alat berat berupa eksavator. Semua pekerjaan yang menggunakan mesin khususya alat-alat berat semuanya menggunakan tenaga operator (didatangkan dari luar desa karena masyarakat desa umumnya tidak memiliki keterampilan sebagai operator). Selanjutnya untuk jasa angkutan material tersebut sudah pasti menggunakan kenderaan berupa truk-truk yang kesemuanya disedikan oleh pihak pengelola.

truk-pengangkut-material-tambang-574e2aefeaafbd14053aae4a.jpg
truk-pengangkut-material-tambang-574e2aefeaafbd14053aae4a.jpg
Baik dari lokasi eksplorasi maupun untuk sampai ke konsumen, dalam hal ini bisa masyarakat umum bisa juga para kontraktor yang dalam proses pelaksanaan proyek baik itu proyek pemerintah maupun pihak swasta. Permasalahan paling urgentdari pengelolaan galian C di bukitBollangi  adalah kerusakan jalan yang dilalui oleh kenderaan pengangkut galian C dari lokasi tambang menuju ke “konsumen.” Hal ini disebabkan karena kapasitas jalan sebelum hadirnya galian C di desa ini masih dilapisi dengan aspal kasar (bukan Hotmik) sehingga tidak mampu menahan beban diatasnya yang setiap hari dilalui oleh truk-truk berbadan besar, sehingga satu-satunya jalan menuju desa yang menjadi lokasi galian C tersebut rusak parah sehingga masyarakat susah untuk menuju dan ke luar apabila menggunakan sepeda motor atau kenderaan roda empat yang ukurannya relatif kecil. Permasalahan yang kedua adalah pencemaran di daerah hilir dari lokasi galian C.

Keberadaannya sangat meresahkan karena menambang dengan cara berpindah-pindah lokasi,awalnya hanya sebelah utara atau satu titik, kini penambangan menjadi tiga titik.Volume truk-truk seukuran gajah mengangkut tanah dan batu pun kian bertambah tiga kali lipat dari sebelumnya. Semula sekitar 50 truk yang beroperasi kini mencapai 100 truk perhari, beroperasi mulai pukul 07:00 WITA sampai pukul 18.00 WITA bahkan sampai setelah magrib aktif mengeruk tanah, tidak jarang mereka mulai beroperasi setelah shalat subuh.

angkut-material1-574ba815c323bddd040c1ea6.jpg
angkut-material1-574ba815c323bddd040c1ea6.jpg
Iring-iringan truk pengangkut material tersebut berukuran raksasa menutup pandangan kendaraan lain sehingga menimbulkan kemacetan serta membahayakan keselamatan pengguna kendaraan yang ingin melintasinya, faktor lain adalah sopirnya ugal-ugalan.Selain Mobil-mobil berukuran jumbo,alat-berat pun semakin bertambah awalnya hanya 3 buah menjadi 7 buah. Meskipun ada larangan menambang dari warga saat penghujan, masih ada penambang “nakal” tetap nekat melakukan operasi menyebabkan jalan berlumpur. Jalan yang berlumpur, licin dan rusak sangat berbahaya sehingga menelan banyak korban, tidak jarang anak sekolah menjadi korban. Salah satu warga yang tinggal diatas bukit Bollangi pernah menjadi korban. Warga yang melalui jalan penurunan dari bukit yang licin dan berlumpur selalu was-was saat, berdampak buruk bagi keselamatan warga setempat. Seorang anak terjatuh hingga luka parah, menyebabkan tidak bisa mengikuti proses belajar di sekolah. Orang tuanya sangat marah dan membawa massa untuk menutup jalan tersebut agar tidak dilalui penambang, akan tetapi mereka di pukul mundur oleh pihak-pihak mengutip keuntungan atas keberadaan tambang.

Bukan hanya sekali atau dua kali saja dilakukan protes bahkan berkali-kali aksi dilakukan, namun tetap tidak membuahkan hasil, bahkan warga pernah mencoba menutup tambang, tetapi warga dihadang parang oleh mereka yang mendukung tambang, demi menghindari terjadinya pertumpahan darah, warga akhirnya mundur. Jangankan warga, pemerintah setempat pun dibuat tidak berdaya melawan penambang. Pemerintah setempat tidak tinggal diam menghentikan kegiatan penambangan di bukit Bollangi, lebih dikarenakan pemerintah setempat mendapat tekanan “konspirasi” pemilik modal. Akhirnya hanya bisa pasrah menerima dan mengelus dada. Warga hanya bersabar dan menikmati debu serta menyaksikan penambang menghancurkan keindahan desa kami.

jalan-aspal-berdebu-ok-574e2bb6f47a61410f2c578c.jpg
jalan-aspal-berdebu-ok-574e2bb6f47a61410f2c578c.jpg
Yang menjadi ketakutan warga akan terjadi longsor jika tiba musim penghujan. Tapi apalah daya, warga sekitar tidak punya kuasa, penambangan terus saja dilakukan, menikmati debu yang setiap hari berterbangan di udara. Telah dilakukan banyak upaya agar tambang bisa dihentikan karena kami/warga takut akan dampak buruknya terhadap anak cucu mendatang. Sekarang, sudah banyak dampak yang dirasakan oleh masyarakat desa Timbuseng, seperti terjadi banjir dan menyebabkan salah satu tembok rumah warga roboh, belum lagi jalanan yang digenangi air, hal ini dikarenakan sungai telah tertimbun tanah, jalan berlumpur dan licin serta berlubang menyebabkan terjadinya kecelakaan, ketiba datang musim kemarau kekeringan melanda dan para petani  kekurangan air untuk pengairan sawah.

Menyaksikan maraknya aktivitas penambangan Galian C di Kecamatan Pattalasang desa Timbusseng, lambat laun pasti akan terjadi petaka lingkungan. Korporate bermodal dan pihak-pihak “pemberi” ijin serampangan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan perlahan tapi pasti diprediksi secara kasat mata lambat laun akan terlihat.

Aspirasi berujung hampa

Berangkat dari keresahan tersebut, akhirnya pada tahun 2015 warga mencoba mencari jalan keluar dengan meminta bantuan dan dukungan dari pemerintah daerah agar tambang tersebut bisa dihentikan. Semua aspirasi berujung sia-sia, tanpa menghasilkan jawaban pasti alias nihil. Warga tidak punya cukup beking untuk menghentikan aktifitas tambang. Hingga warga mencoba melaporkan tambang ke Instansi Lingkungan Hidup terdekat, pada saat itu dari pihak berkompeten berkata, “bahwa mereka (tim pengawas) sudah turun melihat langsung di lapangan, akan tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak, katanya izin penambangan dikeluarkan oleh provinsi.” Kemudian di arahkan ke Dinas pertambangan, hasilnya sama saja. Seperti inikah bentuk otorisasi pemerintahan otonom.

Warga pernah menempuh jalan demontrasi, semua sudah disiapkan termasuk budget, kemudian niat tersebut diurungkan karena Perlawanan warga desa Timbuseng seringkali diselesaikan dengan kekerasan psikis dan intimidasi dari pihak yang pro ke tambang. Tidak dapat disangkal, operasional Tambang “mengunduh” begitu leluasa material tanah dari perut bumi menciptakan petaka. Akan berdampak pada kerusakan ekosistem. Kerusakan tersebut sifatnya permanent, sekali suatu daerah dibuka untuk tambang, maka daerah tersebut akan berpotensi menjadi rusak selamanya, apapun dalihnya. Kerusakan ekositem yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan: perubahan bentuk lahan dalam hal ini bukit bollangi, penurunan produktivitas tanah, terjadi erosi, hilangnya habitat flora fauna, perubahan iklim baik mikro maupun makro.

Saya sadar menulis permasalahan tambang sama saja mempertaruhkan nyawa, tapi tidak apa-apa, kalau tidak ada yang menulis siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Masih ingat kisah heroik “Salim Kancil” memberontak penambangan pasir illegal di Lumajang Jawa Timur yang dibekingi “korporasi” hingga berujung maut. Bukan rahasia umum betapa rapuhnya rakyat, ketika berhadapan dengan pemerintah. Karena pemerintahan kita ini adalah pemerintahan yang “korporatis”. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang perorang/perusahaan. Sindiran terhadap pemerintah kita, bahwa di indonesia ini pemerintahnya lebih dominan mengurusi dasi dan sepatu orang kaya, dari pada mengurusi “periuk nasi” orang miskin.

Kalaupun keadaan berbicara lain, mereka hanya bisa pasrah, mungkin yang “memiliki keadilan” yang akan berbicara, dan alam juga pasti akan berbicara dengan sendirinya, bahkan seorang Salim Kancil dan Tosan, aktivis Lingkungan yang dibunuh di Lumajang lantaran berani melawan kapitalisasi sumber daya alam adalah bukti bagaimana perjuangan terhadap nilai-nilai kebaikan sangatlah beresiko bahkan mengorbankan nyawa.

Semoga aksi mereka bisa di dengar. Meski, semua kita sangat sadar betapa suara kaum marjinal selalu tak pernah didengar oleh penguasa (sebagaimana Mahatma Gandhi katakan di awal tulisan ini).

Wallahu’alam Bissawab…

Sumber: Diolah dari tulisan salah satu warga Kecamatan Pattalsang Desa Timbuseng yang enggan disebutkan identitasnya.

Makassar, 30 Mei 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun