Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AADPKI: Ada Apa dengan Pecinta Kopi Indonesia

21 Mei 2016   16:44 Diperbarui: 21 Mei 2016   16:50 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kehebohan netizen atas penangkapan dua aktivis Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN) Adlun Fiqri dan Supriyadi Sawa di Ternate Maluku Utara cukup beralasan, karena mengenakan kaos bergambarkan secangkir kopi berlogo palu arit tidak menyilang, akronim PKI, meski akronim tersebut kepanjangan Pecinta Kopi Indonesia (13/5).

Ada apa dengan konteks kaos Pecinta Kopi Indonesia (PKI) dengan lambang palu sebagai pengaduk, arit di ilustrasikan sebagai pegangan cangkir. Menjadikan aparat kebakaran jenggot mencekal dua pemuda pemakai kaos bergambar cangkir kopi, palu arit yang bercerai. Mudah sekali menuduh menyebar luaskan ajaran komunis?

Traumatik sejarah kelam tahun 1965 sangat memoriablesehingga membuat aparat frontal mencekal paham komunis telah lama lenyap ditelan bumi, bagai berburu hantu di siang bolong, sedangkan gajah di depan mata tidak kelihatan, hanya mengejar fatamorgana membangkitkan keangkaramurkaan. Penyebaran komunis memang sudah dilarang di indonesia berdasar TAP MPR No. 25 Tahun 1966 dan saya kira gambar tersebut jauh dari ajaran-ajaran paham komunis yang bisa memecah belah, sedangkan dari informasi media elektronik pengacara LBH bernama Maharani menerangkan bahwa “Adlun dan Supriyadi mereka menolak menandatangani surat penahanan. Adlun dan temannya menolak dituduh mengancam keamanan negara. Mereka justru membantu negara karena mereka mengajar anak-anak jalanan yang tidak mampu untuk membaca, menulis dan berkesenian,” pungkasnya.

Bahtiar, Pengacara LBH pernah membela Adlun dalam kasus video dugaan suap oknum polantas. Alasan penangkapan terindikasi menyebar luaskan paham komunis. Menurut saya aneh hanya mengenakan kaos plesetan komunitas Pecinta Kopi Indonesia (PKI) harus dicekal, padahal belum tentu mereka menyebarluaskan paham tersebut, hanya sekedar promosi bahwa orang indonesia bangga mencintai produk dalam negeri, salahkah? Timbul pertanyaan, seperti apa arti sesungguhnya paham komunis dan marksisme? Yang pertama kali menyebarluaskan ajaran komunis siapa? Kok begitu ditakuti. Apakah pembantaian Aktivis Lingkungan didepan anak dan istrinya terjadi di Lumajang Salim Kancil dan Tosan “terkesan pembiaran” tergolong komunis?, jasadnya dibuang dipinggir jalan. Empat belas pemuda tanggung pelaku pemerkosaan Yuyun, mayatnya di dalam jurang juga termasuk perilaku komunis?, tapi sepertinya hukum ragu-ragu menjatuhkan hukuman pelaku komunis tersebut, hhmm!!!.

Menurut keterangan Kepala Polisi Daerah Maluku Utara Kota Ternate, Zulkarnaen kedua pemuda tersebut melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b angka 1, pasal 7 ayat 1 huruf d, pasal 16,17,18, pasal 19 dan pasal 37 KUHAP. Entahlah, sebagai masyarakat awam akan dunia hukum tentu cukup “lucu aja gitu” gegara memposting gambar kaos di sosial media terkena sangkaan makar, kok gampang sekali menjerat kreativitas pemuda indonesia bertujuan mempromosikan produk indonesia  terkena sangkaan meresahkan masyarakat dengan tuduhan penyebaran ajaran komunis, sementara ajaran sesat bergerilya meresahkan warga negara indonesia menjamur seperti mencari jarum ditumpukan jerami.

Masalah diskriminasi, intimidasi, intervensi, di indonesia masih hidup, kadang terselubung dan terus dipertentangkan banyak pihak. Penangkapan ini terbilang kontroversi sebab untuk kedua kalinya Adlun ditangkap polisi lantaran mengunggah video kenakalan polisi saat merazia kendaraan tahun lalu. Berbagai protes di twitter pun di gemakan seperti kicaukan @Damar Juniarto “Adlun bukan komunis, dia aktivis literasi jalanan. Murid2nya resah gurunya ditahan” #stopfitnahkomunis #AdlunBebas. Masih kicauan @Damar Julianto “Masuk 10 Mei rambut Adlan masih gondrong, saat keluar 15 Mei sudah plontos? Bijimana pak isilop?” #AdlunBebas (viva.co.id).

Namun jika terbukti konten dikenakan memang ada unsur penyebar luasan paham komunisme, saya sepenuhnya mendukung pihak berwenang, aturan hukum yang berlaku di indonesia tanpa disusupi unsur-unsur jual beli kasus. Sebaliknya jika tidak memenuhi konten penyebar luasan ajaran komunis, ada apa dengan Pecinta Kopi Indonesia (PKI) atau apa-apanya ada?. 

Sementara berita pembegalan kian merajalela, pemerkosaan mendominasi pemberitaan, kriminalisme, premanisme menggelayuti negeri sehingga pantas Indonesia dinyatakan jauh dari aman, narkoba, bully, korupsi, budaya melanggar lalu lintas mengganas, pengabaian keslamatan nyawa penyeberang jalan masih sering terjadi, seakan bukan ancaman serius bagi penegak hukum, padahal pesan ini sebenarnya sebuah ancaman serius bagi bangsa sendiri, ketimbang membesar-besarkan kasus pengguna kaos bersimbol secangkir kopi dan gambar palu arit didalamnya.

Sebagai masyarakat awam atribut tersebut dibuat untuk bertujuan kesenangan sekaligus membangkitkan rasa solidaritas dari komunitas pecinta kopi Indonesia, jauh dari kata makar, komunisme marxisme, salah kah?.

Dari kasus diatas justru saya terinspirasi untuk membuat kaos dengan judul Pecinta Kebersihan Indonesia (PKI) bersimbolkan tempat sampah disertai sapu lidi dan serok sampah didalamnya, bertujuan menyebar luaskan ajaran kebersihan di Indonesia, dimana permasalahan sampah kian sulit di kendalikan, termasuk sampah masyarakat. Akankah lebih baik menjadi masyarakat sampah ketimbang sampah masyarakat alias bromocorah. Bahkan jika ada donatur yang bersedia mendanai, saya juga ingin membuat kaos dengan tagline Pemberantas Korupsi Indonesia (PKI) bergambarkan gepokan uang sebagai dan tikus tambun berdasi sedang tiduran diatasnya lantas kepalanya diremukkan menggunaka palu kemudian lehernya dipenggal menggunakan arit super tajam, bertujuan menyebar luaskan ajaran betapa kejamnya tindakan korupsi sebagai kajahatan luar biasa, mengakibatkan kemiskinan negaranya. Kejahatan ini lebih komunis ketimbang Pecinta Kopi Indonesia.

Tuduhan penyebar luasan aliran radikalisme/kiri hanya mematikan kreativitas anak bangsa indonesia berkiprah dikancah internasional. Justru menurut hemat saya belakangan marak terjadi yang perlu diwaspadai adalah ajaran devde it impera (politik adu domba) warisan inlender-Belanda, waspadalah!. Seperti kata Karl Marx “Sejarah tidak melakukan apapun, tidak memiliki kekayaan, tidak berperang, semua itu dilakukan oleh manusia.”

Sebagai penutup kembali saya mengutip Karl Henrich Marx, seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia Jerman “Jika tak ada mesin ketik aku akan menulis dengan tangan, jika tak ada tinta hitam aku akan menulis dengan arang, jika tak ada kertas aku akan menulis pada dinding, jika aku menulis dilarang aku akan menulis dengan tetesan darah!”

Makassar, 21 Mei 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun