[caption caption="Dokumen Komunitas Peduli Epilepsy Makassar"][/caption]Perhelatan Purple Day atau hari peduli epilepsi sedunia di kawasan timur indonesia, tepatnya di Makassar. Purple Day di Makassar digagas oleh dokter neurologi yang bertugas di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin Makassar bersama Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia (PERPEI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf (PERDOSI) Cabang Makassar, Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar pada 26 Maret 2016 untuk pertama kalinya.
Indonesia mengenal beragam bahasa daerah untuk kelainan ini misalnya: solpot, sawan, dan yang paling populer sebagai bahan candaan yaitu AYAN, sehingga menambah krisis kepercayaan pola hidup lebih baik orang dengan epilepsy. Bisa-bisa mengancam keberlangsungan hidup.
Kesalahan persepsi biasanya terjadi karena masih minimnya informasi dan pola pengertian masyarakat yang keliru serta telah terproses sejak lama, anggapan negatif penyakit Epilepsy merupakan wajib. Padahal, para penyandang Epilepsy sangat membutuhkan dukungan penuh. Terutama selama masa pengobatan yang memerlukan kedisiplinan dan kepatuhan penyandangnya.
Stigma negatif disebabkan karena gangguan makhluk halus, roh jahat, kesurupan, statement sebagai penyakit kutukan hingga keturunan masih erat melekat kepada keluarga ODE (orang dengan epilepsi). AIB keluarga hingga pembawa SIAL mengharuskan diisolir, dipasung atau dibiarkan menggelepar meregang nyawa. Masih saja beredar diberbagai daerah. Sungguh! Diskriminasi tidak manusiawi.
Gambaran medis secara umum epilepsi merupakan gangguan neurologi pada otak. Pencetus Epilepsi karena aktivitas listrik pada sel-sel syaraf berlebihan. Bahwa serangan epsi berasal dari aktivitas listrik yang berlebihan pada sekelompok sel-sel neuron di otak (Huglin Jackson).
Epilepsy merupakan gangguan fungsi pada sekelompok sel-sel syaraf (neuron) di otak. Tiap sel mempunyai aktivitas listrik. Hans Berger pada tahun 1929 memperkenalkan alat yang dapat merekam dan melihat aktivitas listrik berlebihan sel-sel syaraf bernama elektroensefalografi (EEG).
Dengan adanya Purple Day kaum minoritas Orang Dengan Epilepsy (ODE) diperalihan data jahiliyah ke mayoritas orang dengan hidup normal, merupakan “apresiasi” tidak dapat ditukar dengan uang bagi ODE serta keluarga bahwa masih ada dokter yang berhati malaikat, masih ada masyarakat sudi dan peduli terhadap EPILEPSY, tidak sekedar memetik untung ditengah paceklik. Maksud dan tujuan diselenggarakannya PURPLE DAY lebih menitikberatkan pada pemahaman tentang Epilepsy dikalangan Keluarga sendiri, pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, sekolah, Perkantoran, dokter umum, hingga tingkat RT dan RW.
Melalui PURPLE DAY merasa “dimanusiakan manusia,” mari kita buang STIGMA NEGATIF makna EPILEPSY. Boleh jadi orang-orang dengan hidup normal pun tidak menutup kemungkinan terindikasi EPILEPSY.
Mari rangkul kaum minoritas ditengah mayoritas jangan jijik, jangan dibenci, jangan dijauhi, mereka juga manusia ciptaan ALLOH SWT. Apapun itu bentuknya stigma-stigma negatif seperti itu SALAH.
Tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, semua pasti ada obatnya karena tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya, kecuali malas berobat, tua dan mati.
Hasil akhir kita serahkan kepada ALLOH SWT, manusia sebagai makhluk ciptaan-NYA hanya mampu berusaha, walau terkadang tidak sesuai ekspektasi, anggap itu ujian terhebat dari sang pencipta. AMIN
Catatan:
Selamat Menikmati Gerhana Matahari Total, pada 9 Maret 2016. Fenomena ini merupakan atraksi kebesaran TUHAN yang tak terlupakan.
Makassar, 8 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H