Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bolanya Satu Yang Nendang Banyak, "Gila"

29 Februari 2016   15:15 Diperbarui: 3 Maret 2016   11:50 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="http://news.liputan6.com/read/2097246/heboh-gerak-jalan-lucu-peserta-bergaya-bak-nenek-jompo"][/caption]Gila sepakbola....

Bikin orang sakit kepala--orang menggilai sepakbola non kolesterol non mahkota. Sepakbola mati suri bak batu nisan kristal buatan sang IMAM. Si kulit bundar bergulir setengah mati...Hiburan rakyat, kini ternodai petinggi negeri, gontok-gontokan atas kepentingan pribadi diatas kepentingan federasi....

Sungguh!!!!
Tak masuk logika....menggelikan. Muatan politisasi mentalnya sebuah reformasi mental. Sebuah ironi, sepakbola cidera hanya turnamen bernilai miliaran pengalihan issu akan tercerai-berainya nasib pemain terhadap anak-anak dan istri, tontonan dalam negeri dan selalu di kandang sendiri.

Plintir sana....Plintir sini.....Bela sana......Bela sini....kacau balau...serba seru..
Pembenaran mengeruk untung tinggi...pemain ibarat kepiting menanam buah kebajikan menoreh prestasi begitu melimpah. Pemain tidak bisa menikmati

Si kulit bundar bergulir....menguntit silang sengketa sekarang bola diujung tanduk, meregang nyawa menjelang sakaratul maut ditangan yang bukan ahli bola.

IMAM.....

IMAM....

Ditengah jalan kamuflase menjadi BEGAWAN berkain ihram srigala berbulu domba. Tampilannya begitu berwibawa, kulit bersih karena terbiasa duduk dibelakang meja biro menikmati terpaan AC, tidak seperti si kepiting (pemain) atraktif menggocek kulit bundar adu nyali, pamer fisik memberi kabar angin kelabu, karena kabur-kaburan orangnya, kembang-kempis pemain peras keringat banting tulang dibawah terik matahari, menandakan kelamnya masa depan timnas sepakbola. IMAM yang gila atau bolanya berhasil membuat masyarakat tergila-gila...

Pro kontra tiada guna, tanpa hasil apa-apa...teriak GOAL...GOAL..GOAL...merupakan nyanyian penonton hampa, dunia gelap gulita. IMAM dan gerbongnya merasa paling sakti. Tim federasi sepakbola dibikin kecoh tipu muslihat licik pak IMAM. Pertempuran untuk saling membunuh hampir saja pecah, tapi untung sang NAHKODA turun tangan untuk melerai.

NAHKODA berpesan kepada IMAM dan Tim Federasi...Masak kamu tega merusak masa depan sepakbola, hanya gegara beda visi..beda misi...tersulut emosi...kalau sudah begini...Siapa untung...siapa rugi....

Ketahuilah IMAM keahlianmu tentang bola masih dibawah Tim Federasi tak usalah bertingkah tengik. IMAM searogansi apapun era kepemimpinanmu tak mungkin kau menang melawan suratan takdir. Apa yang kau perebutkan saat ini hanyalah panggung kosong. Apa yang ditakdirkan sepenuhnya bukanlah milikmu, ujar sang NAHKODA sebelum menuaikan tugas kenegaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun