Sudah tak terhitung para petinggi dan pejabat yang awalnya mulus mulus aja jatuh reputasinya gegara indikasi korupsi atau penyalahgunaan wewenang.Jadi koruptor, kroni, dan antek-anteknya akan terus mencari cara untuk membebaskan diri untuk tetap bisa menggasak uang rakyat dengan cara apapun.
Tentunya “oknum” pemilik perkebunan akan terus berupaya menikmati kepulan asap ditengah kobaran api, bahwa semakin tebal asap mengepul, maka makin menghasilkan uang. Miliaran bahkan triliunan uang akan mengalir ke kantong “oknum” yang memang menginginkan kebakaran itu selalu ada.
Apa pun itu, kebakaran hutan adalah bencana, ada baiknya saling introspeksi diri sebelum saling sulut emosi, guna menghindari lempar batu sembunyi tangan memetik keuntungan diatas penderitaan.
Jadi sungguh lucu dan naif jika Hakim Pengadilan Negeri Palembang sekaliber Parlas Nababan yang sekarang memimpin sidang terus saja meminta bukti yang lengkap, padahal didunia penyidikan kronologi kejadian yang berupa perkiraan pun jamak dilakukan.
Tapi ada satu hal menggelikan dibalik kasus ini, kenapa? Tidak ada laporan kerugian ekologi dari masyarakat kepada institusi terkait. Ternyata kertas yang kita pakai selama ini telah menciptakan peluang menang bagi korporasi "raksasa" kaliber PT. BMH anak perusahaan Sinar Mas, sekiranya "wajar tanpa pengecualian" hukum tak akan mempan menghantam perusahaan besar macam PT BMH selaku anak perusahaan Sinar Mas.
Padahal, fakta bahwa kebakaran hutan jelas-jelas menimbulkan kerugian materiel besar terhadap masyarakat. Jangan-jangan ada “kongkalikong” antara perusahaan dengan oknum institusi terkait.
So....sobat ....jangan lah mau terjebak dengan permainan “cuci otak” pemegang kebijakan mereka yang sudah “terstruktur” selama ini, karena mereka akan terus saja membuat kita tersesat dalam kebingungan, kebakaran hutan dan lahan seolah olah bijak padahal isinya hanya sampah!!! berulang ulang-ulang dengan kebaikan padahal ia penjahat.
Ehhhm!
Makassar, 14 Januari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H