Selamat Tahun Baru 2016-Shio Monyet Api
[caption caption="Bus Rapid Transportation (BRT)"][/caption]
Meski terbilang terlambat kabar gembira ini tidak ada salahnya dibaca dari pada tidak sama sekali. Untuk pertama kalinya saya mencoba Bus Rapid Transit biasa disingkat BRT adalah sarana transportasi yang tergolong baru di kota Makassar. Kendaraan ini tergolong kendaraan “manusiawi” dikatakan demikian karena sudah mulai mendekati bunyi sila ke-2 (dua) dari pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” ketika semakin hari semakin melupakan saudara-saudara kita penyandang disabilitas tidak punya tempat, BRT mulai mengarah “peradaban manusiawi” menyediakan tempat khusus bagi kaum “disabel.”
[caption caption="Tempat Disabilitas"]
Lain halnya dengan negara maju seperti Jepang, di Tokyo, transportasi publik, khususnya kereta identik dengan ketepatan waktu, kecanggihan teknologi, dan pelayanan. Terlebih, Jepang memang memiliki jaringan kereta bawah tanah terluas di dunia yang dikelola secara profesional.
Kereta Jepang yang paling terkenal adalah The Shinkansen atau lebih dikenal dengan sebutan Bullet Train, yang kecepatannya mencapai 270 km/jam. Pembelian tiket Shinkansen bisa dilakukan secara otomatis dengan Automatic Ticket Vender Machine. Keretanya cepat, beli tiketnya juga cepat.
Kendaraan yang tergolong baru di Kota Makassar. Bahkan jumlah peminatnya masih tergolong sedikit, mungkin karena banyak yang belum menyadari kehadiran kendaraan umum ini. Belum cukup setahun kendaraan raksasa ini beroperasi, dan baru dalam dua bulan terakhir ini diminati warga Makassar. Sebelumnya, BRT Makassar hanya keliling kota dalam kondisi kosong melompong, tanpa tujuan.
Rasa penasaran begitu membara, keberadaan kendaraan umum kategori minibus satu ini sedikit merubah mindset saya untuk mencobanya, kesempatan itu datang pada hari Minggu, 3 Januari 2016 kami menginjakkan kaki ke dalam BRT. Waktu itu kami (saya membawa putera ke tiga) mencoba tujuan ke Mall Panakkukang Makassar, start halte sudiang rute Jalan Perintis Kemerdekaan, Daya, Jalan Urip Sumohardjo, Jalan A. Pettarani, kemudian masuk Jalan Bolevard, pemberhentiannya tepat depan pintu masuk MP. Tidak lebih dari sepuluh menit menunggu, BRT warna biru itu pun muncul dengan kecepatan sedang. Dengan hati gembira saya pun naik, tak lepas memandangi fasilitas didalamnya tergolong istimewa, dengan tarif murah tapi tidak murahan. Di dalamnya sudah terdapat beberapa penumpang. Jumlahnya tidak lebih dari sepuluh orang. Kursi banyak yang kosong, sehingga penumpang bebas memilih tempat duduk sesuai selera.
Saya pun memilih duduk di barisan depan belakang sopir, persis diantara seorang ibu dan seorang anaknya yang juga baru pertama kali naik BRT selanjutnya menempuh rute Pallangga-Gowa.
[caption caption="Karcis BRT"]
[caption caption="Kabin dalam BRT"]
Sudah saatnya masyarakat membudayakan naik BRT, sebagai bukti partisipasi menguarai kemacetan lalu-lintas di Makassar, ditengah-tengah egoisme kendaraan pribadi dan maraknya pete-pete (mikrolet) menyesaki jalanan, sejauh ini telah hadir sebuah kendaraan umum baru yang lebih manusiawi. Nama kendaraan umum itu adalah Bus Rapid Transit (BRT).
Ketika sudah merambah ke Hak Asasi Manusia (HAM) “ribet” urusannya, dibutuhkan kepekaan hatinurani untuk mengentaskan hal satu ini, harus ada solusi lain sebelum “memusnahkannya” karena biar bagaimanapun pete-pete merupakan angkutan alternatif lain, terhadap rute yang tidak di lalui BRT.
Kendaraan ini bisa ditemui pada tiap halte di Jalan Boulevard–Jalan Pettarani–Jalan Urip Sumoharjo–Jalan Ratulangi–Jalan Kakaktua–Jalan Rajawali–Jalan Metro Tanjung Bunga–Mall GTC–Trans Mall Makassar–Karebosi Link–Halte Pantai Losari-Jalan Perintis Kemerdekaan hingga Bandara. Jalan-jalan tadi adalah jalur yang dilalui oleh BRT. Saat ini nampaknya BRT solusi tepat mengurangi kemacetan.
[caption caption="Dalam Kabin BRT"]
Kekurangannya belum ada papan informasi yang jelas di HALTE tempat menunggu bus BRT merupakan faktor utama terkendalanya masyarakat mengetahui rute koridor dan jadwal keberangkatan serta kedatangan BRT. Semoga kedepannya akan dibangun papan informasi tiap halte sebagai tempat pemberhentian dan menunggu BRT yang datang saat kita ingin melanjutkan perjalanan pulang pergi.
[caption caption="Lajur Bus Lane"]
Sebuah perjalanan yang amat menyenangkan penuh nuansa manusiawi, tidak harus adu otot ngetem nguber setoran menikmati liburan. Baru kali ini saya merasakan nikmatnya kendaraan umum di Makassar. Kabin yang lapang dan ber AC, juga suasana yang tidak sesak sebagaimana lazimnya kendaraan umum lainnya. Bahkan bisa tertidur sejenak, bila rute perjalanan cukup jauh. Dari pengalaman perdana ini, saya setidaknya memetik hikmah arti sebuah pelayanan, keistimewaan naik BRT. Kenyamanan berkendara terjamin dengan fasilitas AC dan ruang yang sangat luas membuat kita lebih leluasa bergerak. BRT tentu lebih aman dan menjauhkan kita dari ancaman kejahatan jalanan seperti pencopetan/jambret, begal, maupun udara kota yang berpolusi.
BRT pilihan ketika kita hendak bersantai ria, utamanya di akhir pekan atau liburan panjang. Kami pulang dengan selamat, sampai rumah pukul 13.30 wita siang. Sesampai dirumah, saya antusias menceritakan naik BRT pertama kalinya kepada istri untuk mencobanya, akhirnya cerita itu membuahkan hasil rasa penasaran, berniat ingin mencobanya.
Sebuah pengalaman yang cukup menyenangkan, terutama bagi anak saya, bahkan ketagihan ingin mengulang naik BRT dengan rute lainnya, minggu depan, Insya Alloh. Jadi, pemilik kendaraan pribadi tidak perlu “JAIM” menggunakan kendaraan umum semacam BRT kendaraan “manusiawi” yang berpotensi menelorkan kemacetan. Ayo, naik bus agar lalulintas jalan raya tidak macet….!
Makassar, 4 Januari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H