Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berkunjung ke Bantimurung, “Murung” Jadi “Urung”

26 Desember 2015   11:49 Diperbarui: 26 Desember 2015   17:28 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="dokumen pribadi/subhan"][/caption]Petualangan dimulai 24 Desember 2015 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1437 Hijriyah. Penanggalan masehi kalender berwarna merah, menandakan musim libur telah tiba. Liburan ke Taman Wisata Alam Bantimurung Bulusaraung nyaris urung, dikarenakan hujan yang tidak begitu bersahabat.

Perjalanan pun dimulai saat hujan mulai reda, bergegas saya bersama putera ke dua meluncur menggunakan kendaraan umum “pete-pete” dari sudiang ke di Maros di kenakan tarif sebelum kenaikan Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) pasca kenaikan tarif menjadi Rp. 6000 (enam ribu rupiah) per orang, kemudian transit di pasar maros melanjutkan menggunakan pete-pete jurusan Bantimurung dengan tarif setelah kenaikan harga BBM Rp. 7000 (tujuh ribu rupiah) per orang. Jarak panjang 20 KM dari Bandara Hasanuddin Makassar ke Maros sekitar 1-2 jam, apabila menggunakan kendaraan pribadi hanya ditempuh dalam waktu 30 menit saja, sepanjang perjalanan mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan alam khas Sulawesi Selatan.

Bantimurung merupakan salah satu destinasi wisata alam unggulan di Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya, Kabupaten Maros pada khususnya, merupakan wisata kombinasi antara unsur flora dan fauna terletak di kaki gunung bulusaraung.

Dalam hati bertanya-tanya apa sih arti dari Bantimurung, ketimbang mati penasaran, akhirnya saya searching sama eyang google, alhasil sedikit banyak mendapat jawaban dari kata Bantimurung, berasal dari dua kata bahasa bugis; Benti berarti air, Merrung berarti menderu mengandung makna air menderu. Selain itu Bantimurung merujuk pada kata Banting Murung atau menghancurkan kegelapan/kegelisahan seseorang, berarti pengunjung dapat melepaskan kesedihan/kepedihan/kegelisahan atau pikiran dengan memandangi alam.

Gerbang Utama Bantimurung
[caption caption="dokumen pribadi/subhan"]

[/caption]Petualangan menuju Bantimurung akan nampak deretan bukit-bukit karst, tapi sayang? Sebagian bukit-bukit tersebut telah di ekploitasi besar-besaran tambang bahan dasar semen, milik perusahaan terbesar di Sul-sel.

Akhirnya setelah mendekati tempat wisata, dari jalanan terdapat tulisan ‘TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG’ ukuran raksasa terbuat dari logam anti karat sebagai penanda telah mendekati lokasi obyek wisata.

Saat memasuki kawasan wisata, pengunjung akan disambut Gerbang unik berbentuk kupu-kupu dengan ukuran spektakuler, seakan untuk meyakinkan pengunjung bahwa bantimurung bulusaraung benar sebagai kerajaan kupu-kupu. Tepat dibelakang patung kupu-kupu nampak patung monyet ukuran raksasa, simbol bahwa kawasan hutan di area wisata ini dahulu pernah dihuni monyet khas bantimurung, keunikan pintu gerbang juga sebagai peminat bagi pengunjung, lagi-lagi sayang seribu kali sayang kondisi kedua patung tersebut seperti tidak terawat satu sisi sayap patung kupu-kupu dibiarkan “patah,” berlumut dan berkarat.

[caption caption="dokumen pribadi/subhan"]

[/caption]Intinya pemerintah setempat (Dinas Pariwisata Kabupaten Maros) bertanggungjawab melakukan perawatan secara optimal termasuk patung, terkesan “pembiaran” hingga menyeruak ke permukaan beredar “yang enak di dahulukan.”

Tarif masuk kawasan wisata mengalami lonjakan harga begitu drastis tidak semurah dulu kisaran Rp. 5000.- sampai Rp. 10.000,- kenaikan harga begitu signifikan belum dibarengi beberapa fasilitas seperti armada antar jemput dari pintu gerbang ke tempat loket bagi pengunjung pejalan kaki. Harga karcis dewasa dan anak-anak kini dibanderol Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) per orang. Untuk turis asing awalnya Rp. 20.000,- kini dikenai harga Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) wow!!! Fantastis. Lonjakan harga loket masuk secara tidak langsung salah satu sebab berkurangnya minat turis asing berkunjung ke Bantimurung, tidak semua turis mancanegara “berduit” sama halnya dengan wisatawan lokal tidak semuanya “berkantong tebal.” Maksud hati ingin melenyapkan kepenatan rutinitas sehari-hari, terpaksa merogoh kocek lebih dalam, harap dimaklumi jika jumlah wisatawan mancanegara semakin menyusut.

[caption caption="dokumen pribadi/subhan"]

[/caption]

[caption caption="Kolam Jamala"]

[/caption]Begitu memasuki kawasan wisata, tatapan saya tertuju pada papan informasi mengenai Kolam Jamala, konon kolam tersebut sebagai tempat mandinya para bidadari, sehingga kolam ini disebut juga telaga bidadari. Airnya mengalir sepanjang tahun, keluar dari dalam gua yang merupakan sungai bawah tanah. Air kolam Jamala juga dipercaya memiliki khasiat obat yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit, enteng jodoh, serta dapat menghidarkan seseorang dari guna-guna atau ilmu sihir. Pengaruh cuaca begitu ekstrem sehingga merubah kejernihan air.

Air Terjun Bantimurung
[caption caption="dokumen pribadi/subhan"]

[/caption]Buruknya cuaca di bulan Desember tidak menyurutkan langkahku mendekati pesona air terjun. Air terjun dengan ketinggian 15 meter, lebar 20 meter mengalir diantara tebing-tebing terjal bernama “karst.” Karst bentuk karya seni dari sang pencipta berupa pegunungan yang diakibatkan adanya kumpulan bebatuan kapur. Kawasan karst bantimurung merupakan kawasan terluas ke dua di dunia. Air terjun melalui tingkatan bukit sungai berbatuan dihiasi oleh lingkungan di dominasi warna hijau dedaunan dari hutan sekeliling bukit berada di dalam areal taman wisata alam Bantimurung Bulusaraung, tersedia juga kolam pemandian.

Upaya kami berlama-lama mendekati derasnya air terjun, terbayar lunas, aksi narsis pun sempat kami abadikan demi menjaga eksistensi di dunia foto. Di area tersebut terdapat sekitar 268 gua. Gua Leang, Leaputte menjadi gua terdalam dengan kedalaman 260 meter, yang terpanjang gua salukkan kallang dengan panjang kira-kira mencapai 27 kilometer. Gua batu dan gua mimpi paling familiar menurut sejarah awalnya gua tersebut merupakan bertapa dan kediaman Karaeng Toakala atau Raja Bantimurung.

[caption caption="Narsis di Air Terjun Bantimurung"]

[/caption]Dari papan informasi yang saya baca, di atas air terjun terdapat gua batu dengan jarak kurang lebih 800 meter dengan melewati anak tangga dan menyusuri jalan setapak yang diapit sungai dan tebing. Pada gua batu pengunjung dapat melakukan penelusuran gua dan menyaksikan ornamen-ornamen gua yang sangat indah. Di depa gua batu terdapat danau kassi kebo yang memiliki air berwarna hijau dan tepian berpasir putih. Disekitar danau sangat mudah dijumpai beberapa jenis kupu-kupu berwarna-warni dan beterbangan dan hinggap dipinggiran danau, lagi-lagi saya menyesal tidak sanggup melanjutkan perjalanan ke gua batu, maklum fisik tak setangguh dahulu.

[caption caption="papan informasi goa batu"]

[/caption]Keunikan lain kawasan wisata ini adalah terdapat gua-gua alam, diantaranya gua mimpi dan gua batu. Gua mimpi letaknya di sisi kanan sungai, sedangkan gua batu letaknya tepat diatas air terjun

Museum Kupu-kupu
[caption caption="Ke Museum Kupu-kupu"]

[/caption]Pengunjung akan disuguhi indahnya atraktifitas berbagai jenis spesies kupu-kupu yang hidup di alam bebas maupun dalam penangkaran berterbangan diantara semak belukar dan cantiknya bunga sepatu, bunga amali-mali merupakan hinggapan favorit kupu-kupu, keindahannya sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata tanpa langsung melihat dengan mata kepala sendiri.

[caption caption="kupu-kupu hinggap di bunga amali-mali"]

[/caption]Kawasan ini memang dikenal sebagai habitat berbagai spesies kupu-kupu langka. Bahkan peneliti asal Inggris Alfred Russel Wallace (1823-1913) memberikan julukan terhadap kawasan bantimurung sebagai kerajaan kupu-kupu lebih populer dengan sebutan The Kingdom Of Butterfly. Dari informasi yang saya dapatkan dari petugas museum kupu-kupu tidak kurang 170 spesies kupu-kupu bermukim di areal bantimurung.

[caption caption="penangkaran kupu-kupu"]

[/caption]Selain kupu-kupu di kawasan ini juga terdapat ikan beseng-beseng ukuran panjangnya bisa mencapai 55,4 mm, kera berbulu putih dan sebagainya, akhir-akhir ini keberadaannya kian langka di jumpai.

Demi menjaga kelestarian kupu-kupu dari kepunahan akibat pemburuan liar yang dilakukan masyarakat sekitar sebagai bahan utama cindera mata, pihak pengelola Taman Wisata Alam Bantimurung Bulusaraung melakukan penangkaran di areal seluas 2 hektare. Untuk mendapatkan informasi lengkap, pengunjung dapat mempelajari spesies di sangkar penangkaran, serta mengamati di dalam museum kupu-kupu yang telah diawetkan. Dari kondisi geografis Bantimurung lebih kurang seluas 43.750 hektar akan sangat tepat sekali dijadikan tujuan wisata keluarga, wisata pendidikan, refreshing muda-mudi, pecinta alam hingga menjadi tempat penelitian ilmiah.

Belakangan pengunjung yang hendak mengamati kupu-kupu harus gigit jari, pasalnya di museum hanya sedikit ingin menemukan 170 jenis spesies kupu-kupu dalam hutan bantimurung, karena hanya tersedia sebagian kecil tersedia, itu pun dalam bentuk sudah diawetkan, tragis!!!

[caption caption="pengawetan kupu-kupu"]

[/caption]Berkurangnya jenis spesies kupu-kupu dikarena eksploitasi manusia menggarap kawasan wisata masih berorientasi pada materialistis, tanpa mengelola jenis-jenis spesies endemik bantimurung dengan rasa manusiawi.

Menjamurnya pedagang kios-kios pedagang kaki lima, besar peranannya dalam memerosotkan jenis-jenis spesies kupu-kupu sebagai souvenir yang ditawarkan, berbahan utama kupu-kupu yang diawetkan dipajang dalam gantungan kunci dan figura kaca. Kupu-kupu ini merupakan spesies khas hasil perburuan dari kawasan wisata alam bantimurung.

[caption caption="kupu-kupu yang diawetkan untuk di perjual belikan"]

[/caption]Telah nampak tanda kehancuran di muka bumi, ini terbukti dari menyusutnya spesies kupu-kupu dan habitat lain di kawasan bantimurung akibat ulah tangan manusia, kini mencari informasi publik mengenai kupu-kupu hidup kian langka, kecuali dalam bentuk diawetkan, sungguh mengecewakan saya sebagai pengunjung obyek wisata alam bantimurung, harapan tidak sesuai kenyataan.

Setelah dirasa cukup lelah mengitari obyek wisata alam bantimurung, kami pun beranjak pulang jalan kaki menuju pintu gerbang karena tidak tersedia fasilitas armada antar jemput ke luar bantimurung bagi pejalan kaki.

[caption caption="kontainer sampah kosong"]

[/caption]

[caption caption="tumpukan sampah di tepian sungai bantimurung"]

[/caption]Di tengah perjalanan lagi-lagi tatapanku tertuju pada sesuatu diluar dugaan. Timbul rasa penasaran, kami mencoba mendekati sekaligus mengabadikan lokasi yang dimaksud, begitu mendekat tercium lah aroma tidak sedap dari gunungan sampah sekitar sungai bantimurung, memang lokasinya agak jauh dari obyek wisata, namun demikian tetap saja merusak pemandangan. Sampah menumpuk begitu saja pada tepian sungai, padahal di tempat tersebut terdapat sebuah kontainer truk sampah dalam keadaan kosong, sampah merupakan momok yang menakutkan, ini tak lepas dari ulah kita sendiri buang sampah sembarangan.

“Jangan ki mengotori kalau tidak mau membersihkan,” parah!!!

Makassar, 26 Desember 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun