[caption caption="sakaratul maut"][/caption]Subhan Riyadi-Sakit itu bagai dua sisi mata uang, ketika datang sakit maka sehat akan pergi, ketika sehat datang maka sakit akan tahu diri.
Inilah siklus kehidupan, saling berpasangan, mustahil terjadi tanpa kehadiran kedua-duanya. Robot saja memiliki masa renovasi masa manusia harus seperti robot.
Sakit juga itu nikmat, dimana sakit tidak mengurangi nikmat Allah SWT, sebaliknya membuat kita menjadi semakin nikmat karena, jika sesuatu tidak berubah keadaannya, maka ia kehilangan rasa dan pengaruhnya.
Ma’af  tidak bermaksud menggurui, boleh percaya boleh tidak. Penyakit yang mendatangkan penderitaan bisa dipandang sebagai kenikmatan. Bukankah kenikmatan itu berkaitan dengan segala hal yang mengandung kebaikan dan kesenangan.
Bila sakit kita lihat dari sisi lahiriahnya saja, sakit itu penuh dengan keburukan tapi coba lihat sakit itu dari sisi bathiniah maka kita akan menemukan berbagai anugerah melimpah yang terkandung di dalam kesakitan. Sakit itu tidak perlu dikeluhkan, karena ia adalah nikmat Allah SWT.
Dari sinilah kita akan memiliki optimisme yang menjadi dasar cepatnya proses penyembuhan wallahu a’lam bis showab.
Pemeo berikut sekiranya hanya berlaku terhadap orang-orang yang hanya meraih POPULARITAS semata “Seseorang dengan segala ilmu duniawinya menempuh gelar sarjana strata satu (S1) di Inggris,  memburu gelar sarjana strata dua (magister) di Jerman, mencari nafkah hidup sekaligus belajar melanjutkan gelar profesor di Prancis, pada akhirnya yang paling hakiki menyandang gelar "Almarhum,“ Begitu mubazir masa hidupnya hanya digunakan merengkuh GELAR dunia fana tanpa memberikan hak hidupnya sebagai hamba ciptaan Allah SWT -NYA.
Sebagai mana kita ketahui, tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya kecuali malas berobat, serta tidak ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali pikun dan kematian.
[caption caption="kematian"]
Makassar, 23 Desember 2015
Â