Perseteruan antara Menpora, Imam Nahrawi dan PSSI mengancam semua klub yang berlaga di Liga kasta tertinggi kompetisi sepakbola nasional, Liga Indonesia (LI) 2015 dihentikan. Imbasnya para pemainlah yang dikorbankan atas arogansi Menpora.
Bermula dari surat peringatan Menpora kepada PSSI. Memerintahkan PSSI agar Arema Cronus dan Persebaya Surabaya menyelesaikan syarat-syarat legalitas Club. Tetapi, PSSI dianggap bergeming.
Terlalu banyak pembisik seperti sengkuni dibalik Menpora berkedok pahlawan kesiangan berdalih menyelamatkan sepakbola justru menciptakan konflik baru. Bola panas terus bergulir belum menemukan titik temu ketika kucing datang tikus menghilang.
Sepakbola Indonesia bukan lagi murni olahraga, telah disusupi penumpang gelap menusuk dari belakang, menyalip dari pengkoan mencari keuntungan dari penderitaan insan bola. Tak lagi terdengar yel-yel supporter bola, teriakan GOAL...GOAL...GOAL...!!!! merupakan barang mahal ketika pemain membobol gawang lawan, euforia itu terkubur bersama bubarnya Liga Indonesia. Entah sampai kapan ke vacumam tergerus kekuatan birokrasi politik individualis dibawah hegemoni kapitalis.
Kemelut yang berlarut-larut ini berbuntut panjang dan berliku, polemik PSSI vs Menpora mencoreng-moreng wajah persepakbolaan indonesia. Usai sudah impian dan harapan para pemain bola. Dimana ladang penghasilan mereka dari merumput di lapangan hijau kandas, bahkan hak mereka untuk mengharumkan nama bangsa negara indonesia mustahil terealisasi karena intervensi pemerintah dalam hal ini KEMENPORA yang paling bertanggungjawab.
Keputusan dan atau tindakan premanisme oleh sekelompok orang tentu sangat menciderai geliat perekonomian akar rumput yang sedang membaik. Berimbas pada matinya perekonomian rakyat kecil mulai dari pedagang merchandise, pedagang rokok, bakso, penjual warteg, penjual pulsa sepi pelanggan, akibat ulah segelintir spekulan sambil berenang minum air. Terbekukannya PSSI, industri sepakbola mati suri.
Tidak seharusnya pertikaian ini diselesaikan dengan cara-cara cowboy, konflik internal club tidak hanya terjadi di Indonesia, club-club elite di benua eropa pun tak luput dari konflik, jangan dipersulit dengan pembekuan PSSI, itu diluar permasalahan PSSI sebagai induk sepakbola indonesia. Proses pembekuan air menjadi ES batu lebih bermanfaat melegakan dahaga ketika haus mendera, langkah ini seperti intrik politik balas dendam berkedok penyelamatan bola indonesia. Ajang Asia saja masih keteran malah pada mau disebut sebagai pahlawan kesiangan, mendingan benerin dulu kebobrokan internal birokrasi dari pada ngurusin rumah tangga institusi lain.
Nawaitu Menpora membentuk tim transisi PSSI bukanlah pepesan kosong, dimana niat baik tersebut dibarengi satu per satu anggotanya mundur, perlambang bahwa tim itu mengalami “kemajuan” yang menguatirkan, sama halnya mengatasi masalah dengan masalah.
Jujur saya akui berkomentar memang mudah paling tidak mengurangi cara-cara feodalis. Terus terang terang terus good governent tidak akan berjalan mulus, dimana membersihkan menggunakan sapu kotor, mencuci menggunakan air kencing busuk juga hasilnya. Terlepas dari kontradiksi perseteruan Menpora vs PSSI harapan masyarakat ingin terus menyaksikan olahraga terpopuler di indonesia jangan berhenti ditengah jalan, hiburan rakyat tidak boleh diciderai kepentingan politik karena itu adalah arena olahraga murah tapi tidak murahan juga pemersatu suku, agama, karakter bangsa, berbaur jadi satu tanpa pandang status.
Sepakbola indonesia saat ini dalam kondisi kritis, sudah jatuh ketiban tangga pula seperti inilah kira-kira gambaran olahraga sepakbola tanah air. jika itu tetap dilakukan bakal lebih banyak dampak negatif yang diterima Timnas Indonesia. Khususnya ketika mengikuti ajang multi event internasional seperti SEA Games 2015, Singapura. "Dampak terburuknya Indonesia bakal kesulitan mendapatkan medali, prestasinya bisa turun drastis,"
Ayo buktikan Imam Nahrawi bahwa bapak pantas diberi amanah memimpin negeri dari cabang olahraga bukan malah memporak-porandakannya, kami butuh bukti bukan janji bukan pula sekedar cari sensasi. Reputasi jabatan Menpora dalam jajaran Kabinet Kerja dipertaruhkan.
Di tengah konflik kapitalis masih ada kabar baik membanggakan, lolosnya klub Persipura Jaya Pura dan Persib Bandung hingga babak 16 besar ajang AFC CUP 2015 cukup melegakan, tak tanggung-tanggung keduanya juara group, sudah selayaknya pemerintah BANGGA akan pencapaian ke dua klub tersebut.
Dukung kemajuan sepakbola nasional, untuk sebuah legalitas tidak perlu intimidasi. Selamatkan sepakbola Indonesia dari cengkeraman Mafia. Selamatkan sepakbola Indonesia dari sanksi FIFA.
Selesaikan secara cerdas, pakai otak jangan otot. Hati boleh panas namun kepala tetap dingin, junjung tinggi sportifitas demi terciptanya sepakbola yang berkualitas.
Lebih baik banyak realisasi tapi sedikit solusi. Daripada banyak solusi namun sedikit realisasi.
Sebagai penutup opini. Peribahasa indonesia mengatakan Gara-gara Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga.
Salam Olahraga,
SFC-WONG KITO GALO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H