Penayangan iklan layanan masyarakat oleh perusahaan asal muasalnya Upin dan Ipin (Malaysia) sarat akan konfrontasi. Iklan yang dipermasalahkan berupa produk iRobot (alat Vacum Cleaner) berbau Rasis anti indonesia, menghina Tenaga Kerja Indonesia (TKI) akibat ketidak mampuan ekonomikal secara absolute membuat hinaan dari negara Malaysia tak dihiraukannya demi keluarga. Dalam hal ini yang paling diserang adalah HAM TKI di sana. Ini artinya menyamakan pekerja asal indonesia sama sebagai barang murahan yang bisa diperlakukan semaunya, intinya Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Negeri Jiran Malaysia dalam mencari pekerjaan tidak dengan mengemis, betul....betul....betul ujar ipin.
Biarlah konflik tersebut diselesaikan secara diplomatik oleh pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia. Sulitnya lapangan pekerjaan serta ketidak berdayaan hidup di “kampung” sendiri merupakan jalan terakhir mengadu nasib di Negara orang. Maraknya kriminalisasi, terorisme di negeri ini menambah suasana kian tidak kondusif.
Fenomena batu permata membuat sensitifitas akan harkat dan martabat bangsa indonesia memudar seiring menjamurnya batu permata/akik. Keindahan batu permata membawa angin segar melupakan perseteruan politikus menjurus kasar penuh dendam kesumat.
Kejayaan Batu mulia mengingatkan kembali pada zaman pra sejarah megalitikum karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu. Kebangkitan batu mulia memang sangat membantu ketidak mampuan ekonomikal secara absolute. Tak heran, antusiasme masyarakat terhadap ragam batu asli Indonesia menjadi buruan kolektor dan penggila perhiasan, hal ini justru momentum indah buat memasarkan harga batu permata. Selain itu bisnis batu akik bahkan sangat menjanjikan ditengah komplikasi politisi yang terlibat dalam kasus korupsi.
Sejumlah kebijakan ekonomi bisa tidak jalan, apabila masalah politik terus menghambat pergerakan pemerintah. Sebenarnya, apa yang dibutuhkan bukanlah “popularitas” tetapi kinerja yang optimal dapat membangun Indonesia yang baik.
Tak bisa dibayangkan harga batu-batuan begitu mahal menurut kualitas dan jenisnya; batu bacan, batu safir, sisik naga, obi, zamrud, ruby, topaz, opal (kalimaya), giok, kecubung, lavender, batu sulaeman dan sebagainya dibandrol hingga ratusan juta rupiah. Maraknya batu mulia/akik tak berpengaruh terhadap gesekan-gesekan dualisme kepentingan, ini merupakan geliat ekonomi rakyat hasil perubahan kondisi masyarakat yang tadinya hanya memikirkan kebutuhan primer menjadi juga peduli dengan hobinya, gejala ini disebut juga anomi merupakan sebuah kondisi kekosongan atau kebingungan norma yang berakibat pada tindakan-tindakan “menyimpang”. Dampak dari kegemaran masyarakat akan batu permata/akik mampu menambah daya saing pada sektor ekonomi.
Bagi pedagang batu mulia, ini merupakan peluang emas untuk meraup untung selangit, membuat pedagang makin berkibar dari segi ekonomi jangka panjang. Apapun namanya batu tetaplah batu hanya batu permata mampu membuat manusia menggila, gara-gara batu hingga menghipnotis profesi. Bahkan aturan diluar kewajaran diserukan oleh Kepala Daerah di Jawa Tengah mewajibkan semua Pegawainya mengenakan batu permata/akik khas daerah mereka.
Disorientasi rasionalitas akan batu permata/akik menyiratkan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan, senada dengan ucapan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat terbesar di indonesia (WALHI) pengerukan batu permata menambah daftar tantangan yang dihadapi atas pengrusakan lingkungan hidup. Belum cukupkah semua pihak belajar dari faktor-faktor yang sudah menimpa akibat pengrusakan sumber daya alam oleh berbagai bisnis tanpa terkendali, dampaknya kerusakannya tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan alam, melainkan juga tata kelola kehidupan sosial masyarakat sekitar kawasan. Sudah semestinya pemerintah menyentuh persoalan batu akik ini. Benahi perizinan, pembinaan serta sertifikasinya pada masyarakat penggali dan pedagang batu permata/akik, jangan sampai membabi buta karena minimnya pengetahuan segala macam batu dikeruk dengan membongkar sungai dan bukit, ternyata ketika dipasarkan harganya anjlok.
Batu ini kan disediakan oleh alam, jika cara tambangnya sembrono, lingkungan alam akan rusak parah. Jika terjadi sesuatu, tak diinginkan bagaimana?, siapa bertanggung jawab? Selain mengekploitasi kekayaan alam, soal harganya juga jadi ajang permainan bisnis segelintir mafia. Sedangkan masyarakatnya sendiri hanya jadi masyarakat penggali.
Ironisnya, seiring mulai menggeliatnya kecintaan terhadap batu permata/mulia, belakangan malah dibanjiri batu-batu permata asli tapi palsu (ASPAL), imitasi dengan menduplikasi batu permata, sehingga minat penggemar batu mulia cenderung menurun akibat ulah spekulan nakal, bukan bawa untung malah buntung. Sebentar lagi batu mulia masuk kategori barang mewah kena pajak.
Pemerintah sebaiknya turut memfasilitasi pengrajin, termasuk dalam hal negosiasi dan promosi. Disediakan pula laboratorium untuk menjaga keaslian batu permata bernilai ekonomis, kalau memungkinkan merek dagangnya dipatenkan agar tidak di klaim pihak asing.
Betapa melimpahnya kekayaan indonesia gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo (kekayaan hasil bumi yang berlimpah akan membawa tatanan/keadaan yang tentram dan kesejahteraan). Tapi yang memilukan masih marak tersiar berita tentang kemiskinan, kebanjiran terjadi diberbagai daerah.
Mahatma Gandhi pernah berwasiat Bumi Cukup Persediaan Untuk Memenuhi Kebutuhan Manusia, Tetapi Tidak Akan Cukup Untuk Memenuhi Keserakahan Kita.
Karena kurang seksinya isu lingkungan juga jarang diekspose persoalan lingkungan, penyebab kepedulian masyarakat terhadap lingkungan meredup. Produk hukum menyangkut lingkungan terbatas menjadikan masyarakat apatis. Padahal persoalan lingkungan sama krusialnya dengan persoalan korupsi, penegakan hukum, pertumbuhan ekonomi, atau penyediaan lapangan pekerjaan. Seriusnya persoalan lingkungan sehingga bila tidak ditangani secara terpadu bakal memicu kerusakan yang lebih parah di masa mendatang. Peristiwa rawan bencana alam marak ditayangkan di berbagai media cetak dan elektronik. Jangan hanya karena virus batu permata kita melupakan keselamatan diri sendiri, mengabaikan kemakmuran Sumber Daya Alam.
Sebuah dilematis. Di satu sisi bisnis batu mulia saat ini lagi ngetrend serta menguntungkan, tapi di sisi lain tersembul problematika lingkungan yang harus kita lindungi demi anak cucu kita kelak. Mari kita jaga surga ini dari penjarah-penjarah tidak bertanggungjawab sehingga benar-benar gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Amin....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H