Banyak teman kuliah S-2 di Pascasarjana UI yang bilang, "Mbak sih enak, bisa bahasa Inggris. Jadi baca reading materials jadi gampang. Saya baca reading material kebanyakan kata-kata yang gak ngertinya." Saya tertawa saja. Memangnya saya mengerti semua yang ada di di dalam reading materials? Itulah sebabnya saya meng-install kamus di laptop dan HP saya.
Saya tidak pernah kursus bahasa Inggris (bayaran sekolah saja dulu sering menunggak, boro-boro kursus), cuma modal bahasa Inggris dari sekolah saja. Tapi karena saya tahu bahasa Inggris penting untuk karir saya di masa depan, Â saya mengakalinya dengan beli buku-buku pelajaran bahasa Inggris bekas. Waktu jaman kuliah S1 tahun 90-an, buku-buku bekas masih 500 perak (ongkos bis 100 perak). Beli majalah dan novel bahasa Inggris bekas. Pinjam buku bahasa Inggris dari sana sini. Dapat lungsuran kamus dari om saya.
Untuk kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris, saya mendapat manfaat luar biasa karena bergabung dengan ISAFIS (Indonesia Student Association For International Studies) atau himpunan mahasiswa peminat pengkajian masalah internasional. Di sana, wajib berbahasa Inggris, ujian masuknya saja diwawancara dalam bahasa Inggris. Setelah menjadi anggotanya, ternyata ISAFIS punya program pertukaran mahasiswa Indonesia dan Jepang. Tahun pertama, saya mengikuti (mengintili) senior saya, karena bahasa Inggris saya pas-pasan. Â Saya belajar langsung conversation "Oh, jadi kalau mau bicara ini, bahasa Inggris-nya begini." Tahun kedua, sudah bisa fifty-fifty menemani para Jepang ini, kalau kehabisan stok kosa kata saya menengok ke senior dan teman saya yang jago-jago banget bahasa Inggrisnya. Tahun ketiga, saya ke Jepang dan kasih presentasi tentang Indonesia!
Kalau level mahasiswa Jepang sih sudah luluslah. Begitu ketemu penutur bahasa Inggris asli yaitu orang Inggris dan Amerika, saya bengong dengar logat dan kosa kata mereka. Saya ingat ada teman Amerika yang sedang bicara, dan saya mendengarkannya dengan serius. Akhirnya dia bertanya, "Do you understand what I am saying?. Saya jawab, "I am listening you". Dia tertawa, "Pipit, I am telling you about a joke." Ha ha ha. Ternyata ilmu saya belum cukup untuk joke dengan bule.
Tahun 2009, saya mulai karir sebagai pemantau pemilu internasional. Negara pertama yang menjadi tempat tugas saya adalah Afghanistan, pemantauan pemilu presiden Afghanistan. Di Afghanistan tidak ada masalah dengan bahasa Inggris. Kecuali sebelum berangkat, saya diberikan reading material yang kalau di-print lebih dari dua rim kertas. Semuanya dalam bahasa Inggris, dan sebagian besar kosa katanya khusus kepemiluan. Jujur saja, saya jarang baca buku kepemiluan dalam bahasa Indonesia. Karena memang tidak banyak dan kebanyakan juga tidak beredar untuk umum. Yang ada adalah makalah kepemiluan dan untungnya saya rajin menghadiri seminar politik dan kepemiluan. Banyak istilah kepemiluan yang berbeda dengan bahasa Inggris yang saya kenal. Â Jadi saya harus buka kamus supaya paham dengan istilah-istilahnya.
Tahun 2010, saya dua kali memantau pemilu di Sri Lanka, astaga  saya tuli karena tidak mengerti mereka bicara apa, walaupun itu bahasa Inggris. Saya pikir bahasa Inggris saya sebegitu parahnya dan saya bertekad, sepertinya saya memang wajib kursus bahasa Inggris. Saya tanya ke dua teman pemantau pemilu lainnya, yang satu orang India Myanmar yang pernah sekolah di Australia dan satunya lagi India yang imigran di LA, Amerika. Ternyata mereka juga mengalami kesulitan yang kurang sama. "Tak usah khawatir, Pipit, mereka (orang Sri Lanka) berbicara bahasa Inggris dengan dialek dan kosa kata yang berbeda dengan yang biasa kita gunakan." Alhamdulillah, lega deh.
[caption id="attachment_359006" align="aligncenter" width="490" caption="Training kepemiluan di Austria, 2012. Ceritanya saya menjadi moderator untuk konferensi pers dalam "][/caption]
Ketika mendapat beasiswa training kepemiluan dari pemerintah Austria Oktober 2012, saya dikirimi reading materials yang harus dibaca sebelum datang ke Austria. Kosa katanya luar biasa, demikian juga alur pemikirannya. Pertama, reading materials yang dikirim adalah tulisan para professor di beberapa universitas di Jerman dan Austria, sebagian lagi dari Amerika. Kedua, Â saya saat itu tidak punya cukup teori ilmu politik. Untuk training 4 minggu itu, reading materials yang dikirimi lebih dari 2.000 halaman. Dan saya harus baca 4-5 kali untuk memahaminya. Kalau bahan untuk pemilu, okelah, karena sudah biasa, tapi untuk tema yang lain-lain seperti Organized Crime, Peraturan PBB, saya harus berjibaku untuk memahaminya. Untungnya saya baca sebagian besar materi tersebut, jadi ketika training berlangsung, saya dengan mudah mengikutinya. Bahkan berkali-kali diminta oleh trainernya ikut menjelaskan proses kepemiluan berdasarkan pengalaman saya di beberapa negara dan Indonesia. Dan para audiens training termasuk trainer saya terkejut, ketika di akhir training saya memberitahukan bahwa saya adalah guru bahasa Jerman. Ya, S1 saya jurusan bahasa jerman di IKIP Jakarta, sekarang UNJ. Sedangkan mereka kebanyakan sarjana politik dan sosial lainnya, ada yang master politik segala, 35 orang dari 22 negara. Trainer saya orang Austria yang kandidat PhD Ilmu Politik di salah satu universitas di Jerman. Ha ha ha. Â Manis sekali kenangan itu.
Balik lagi ke materi kuliah yang kebanyakan bahasa Inggris, tetap saja saya tidak mudah membacanya. Ya iyalah, bahasa Inggris kan bukan bahasa yang sehari-hari kita gunakan. Jadi, kamus tetap ada di samping saya. Ada teman S3, yang menggunakan google translate untuk menerjemahkannya, karena buku-buku yang dibacanya terlalu banyak dibandingkan waktu yang ada. Tapi karena dia sudah punya modal bacaan sebelumnya, dia bisa memilah-milah informasi mana yang dia perlukan, dan mana yang boleh diabaikan. Yah, silahkan saja. Setiap orang kan punya trik masing-masing untuk belajar dan memahami.
Intinya, jangan karena sulit membaca dalam bahasa Inggris, reading materials disingkirkan sama sekali. Rugi besar. Sudah kuliah di UI, dikasih reading materials yang hebat-hebat, setara dengan perkuliahan di luar negeri, malah diabaikan hanya karena mentok di bahasa Inggris. Percayalah, bahasa Inggris membuka cakrawala dan tentu saja karir yang cemerlang. Dan jangan minder, saya sudah ketemu  orang dari berbagai negara dan berbahasa Inggris yang gak bagusnya seperti yang kita sangka ke diri kita, tapi pede kerja di lembaga internasional. Untuk hal ini, nanti saya tulis di artikel yang lain.  Oh ya, saya sedang menulis buku tentang teknis pemantauan pemilu hari H. Insya allah beberapa minggu ini akan beredar di pasaran.
[caption id="attachment_359009" align="aligncenter" width="490" caption="Cover buku saya tentang pemantauan pemilu hari H. Cover mungkin akan berubah sedikit. Insya Allah akan beredar beberapa minggu lagi. "]