Beberapa hari yang lalu, aku diundang oleh Hj. Neneng Saribanon yang tinggal di kawasan Sau Mau Ping, Hong Kong. Karena tidak dapat izin keluyuran sendirian di negeri beton ini, meskipun telah meyakinkan bahwa aku janji tidak bakalan nyasar…. Weleeeh, pokoknya keukeuh saja harus ditemani ke mana pun daku melangkah. Semua penghuni DD HK sepertinya ketakutan ada manini lost in Hong Kong. Hehe!
Maka, kuminta Melani untuk menemani. Neneng telah memberi alamat, di mana kami bisa berjumpa. Kami diinstruksikan harus naik bus 601 dari Causeway Bay, tak jauh dari Sogo, tiketnya 9,3 dolar HK. Aku masih ada octopus pemberian Ustadz Ghofur. Jadi, ke mana pun pergi dengan bis atau MTR bisa memanfaatkan octopus, semacam tiket mirip ATM, bahkan bisa dipakai sebagai alat pembayaran untuk belanja, diisi secara berkala di 7 Eleven.
Setelah menanti agak lama, bisnya tak muncul jua, ternyata kami salah halte. Sambil ketawa-ketiwi kami berdua, aku dan Melani balik arah menyeberang, dan menanti di halte yang seharusnya, tak jauh dari HSBC masih di kawasan Causeway Bay.
Sepanjang perjalanan itu, jeprat-jepret lah!
Semakin jauh bis membawa kami, ternyata semakin banyak pemandangan menghijau yang bisa kami lihat.
“Baru tahu, ternyata ada kawasan yang banyak pepohonannya di negeri beton ini, ya,” gumamku, tersihir lanskap alam yang lumayan segar, hijau royo-royo.
“Aku juga belum pernah ke sini, Teteh,” ujar Melani yang telah lebih setahun tinggal di kawasan Li Wen Court, Haven Street.
Kami turun di terminal Sau Mau Ping Road, pemberhentian mobil terakhir, kemudian menyeberang menuju sebuah pusat perbelanjaan. Ops, jika dicermati, di Hong Kong sepertinya di mana-mana selalu ada tempat blanja-blanji. Jadi, kurang tepat juga jika disebut pusat perbelanjaan. Ya, inilah sebuah negeri yang tempat belanjanya ada di setiap sudut!
“Kita ke sana, Teteh,” ajak Melani setelah menghubungi Neneng Saribanon. “Dia bilang akan muncul sebentar lagi di Mc.D itu.”
Kami pun menyeberang di bawah hujan yang mendadak turun dengan lebat!
Sambil hahehoh alias megap-megap kami berlari dan berlari terus, hingga sampailah di teras Mc.D. Aku mulai merasa aneh, seketika di mataku begitu banyak bermunculan sosok-sosok lansia. Yap, nenek-nenek dan kakek-kakek terus bermunculan, dari segala penjuru kota!
“Mungkin banyak panti jomponya di sini,” komentar Melani yang tampak juga terheran-heran. “Atau barangkali lagi ada diskon khusus untuk lansia.”
“Hmmm, begitu ya,” gumamku sambil masih terkagum-kagum dengan iringan lansia yang masih terus mengalir, keluar dan masuk pusat perbelanjaan. “Inilah negeri para nenek!” cetusku.
Tak berapa lama kemudian sosok yang kami nantikan pun muncul. Hajjah Neneng Saribanon, perempuan (41) asli Sunda berasal dari Ciamis, memiliki dua anak remaja. Ia menikah dengan warganegara Hong Kong, sudah 17 tahun bermukim di Sau Mau Ping.
“Kita makan di resto YLK, ya,” ajaknya, beberapa saat sempat menggiring kami memasuki sebuah pasar tradisional. Segalanya dijelaskan bak seorang pemandu wisata saja.
Akhirnya makan pagi yang telat (pukul 11-an) di rest Jepang (?), meskipun hati agak ragu. “Pokoknya kita makan ikan saja, jadi halal!” ujarnya bersikukuh.
Usai makan, kami mampir di rumahnya milik pemerintah, artinya uang sewanya disubsidi, jadi hanya 3000 dolar HK atau sekitar 3 jt-an. Tempat tinggalnya ternyata terletak di lantai 34. Ketika naik tidak masalah, tetapi waktu turun serasa kepalaku mendadak pening; ngiiiiieeeeng, zhiiiieng!
Dari kamarnya kami bisa melihat sebuah pemandangan yang sangat indah. Tampak laut atau selat (?) Shim Sha Tsui. Gedung-gedung pencakar langit. Saat itulah aku baru engeuh (dasar telmi!) mengapa negeri ini disebut negeri beton. Ya, karena betonnya menjulang dan ada di mana-mana!
Hujan sudah berhenti, setelah solat zuhur, kami melanjutkan perjalanan, turun dari apartemennya yang unik itu, kemudian menyisir petamanan. Hatta, kedua mertua Saribanon yang sudah berusia 90-an, masih bisa bolak-balik menyisir taman setiap pagi, dan itu dilakukannya seumur hidupnya. Woooow, pantaslah berumur panjang!
“Tidak makan penyedap rasa, tidak mengkonsumsi garam dan gula secara berlebihan, tidak merokok dan selalu makan makanan bergizi. Itulah resep panjang umur warga San Mau Ping,” demikian penuturan Saribanon.
Ketika kami datang, kedua mertua sedang jalan-jalan untuk makan siang, biasanya langsung dilanjutkan untuk karaokean. Bayangkan, pasangan 90 dan 80 masih doyan karaokean!
Petamanan di Sau Mau Ping selain ditumbuhi pepohonan yang rindang, mirip hutan mini di kawasan kampus Universitas Indonesia, tampak pula berbagai peralatan olah raga. Lengkap dengan petunjuk pemakaiannya!
Kalau di Jakarta cuma ada di Fitness Center dan harus bayar, tentunya.
Pemerintah Hong Kong begitu memedulikan kesehatan warganya agaknya. Pamflet dan peringatan agar tidak merokok berikut ancaman denda jika dilanggar, tampak dipasang di berbagai sudut.
Hutan mini itu dinuansa dengan jalan yang bertingkat-tingkat, memang enak sekali jika untuk jogging.
Setelah bolak-balik dan berjalan kaki tiga undakan, daku terpaksa menyerah kepada nenek-nenek. Pasien kekurangan darah macam daku ini, seumur hidup olah raganya yang sangat ringan, sebab jika banyak mengeluarkan enerji takaran darah kami akan gampang habis.
Ternyata di petamanan itu pun disediakan fasilitas kamar mandinya. Begitu kami melongok ke dalam aroma harum langsung menerpa hidung. Dan begitu salah satu kamar mandi dibuka, hmmm, bersihnya, masih ada kelebihannya yakni; Spa! (Haven Street, Pipiet Senja)
Terimakasih kepada Hajjah Neneng Saribanon yang telah menyenangkan hari kami, waktu itu, sampai jumpa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H