Mohon tunggu...
Pipiet Senja
Pipiet Senja Mohon Tunggu... profesional -

Seniman, Teroris Tukang Teror Agar Menjadi Penulis, Pembincang Karya Bilik Sastra VOI RRI. Motivator, Konsultan Kepenulisan, Penyunting Memoar: Buku Baru: Orang Bilang Aku Teroris (Penerbit Zikrul Hakimi/ Jendela)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Film Rumah Tanpa Jendela: Sebuah Tembang Lara yang Indah Buat Rara dan Aldo

8 Maret 2011   08:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:58 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syamsa Hawa muncul diikuti rombongan Annida Online. Lama sekali tak jumpa sosok ini, penulis yang pernah kukompori menulis novel. Kami seperti temu kangen jadinya.

Asma Nadia muncul beberapa menit sebelum penonton dipersilakan masuk. “Jiiiiieeeh, dirimu makin cantik dan enerjik saja,” pujiku saat kami berpelukan erat, ditontoni rombongan akhwat dari Annida Online.

Kemudian rombongan nobar dengan Asma Nadia pun ngabring memasuki ruang gelap yang disebut bioskop itu. Awalnya aku bisa duduk berdampingan dnegan Asma Nadia untuk beberapa menit pertama, hingga datang yang empunya bangku. Asma menggeser ke belakang, tepat di belakang Bertha.

Seingatku, aku telah membaca cerpennya Jendela Rara, kalau tidak salah dalam salah satu antologi cerpen Asma Nadia, terbitan DAR! Mizan era 2002. Sungguh, rasanya ada yang berbeda dengan filmnya. Kurasa dalam rasa bahasa fiksi, meskipun Asma sering bilang bukan sastra, sebagaimana sering kukatakan juga hal demikian untuk karya-karyaku sendiri. Kenyataan bicara kini bahwa karya kami pun sudah diakui oleh para senior di taman-taman budaya pelosok negeri. Suuiiiit, aah!

Film ini mengangkat tema globalnya tentang permasalahan kemiskinan, kesenjangan strata sosial, tingkah laku manusia yang terlibat di dalamnya. Adalah seorang anak perempuan Rara yang tinggal di kawasan kumuh. Rumahnya terbuat dari triplek, kardus di tengah timbunan sampah di kawasan Menteng Pulo. Kawasan yang sangat dekat dengan SD-nya Obama dahulu kala. Menteng Pulo dengan Menteng yang kelas atas memang sangat berbeda.

Demikian pula rumah Rara tanpa jendela, kalangan miskin, ayahnya hanya pedagang ikan hias, nenek sakit TB paru. Sementara rumah Aldo, seorang anak terbelakang mental, tapi memiliki hati seputih salju, pikiran jernih sebening embun pagi; kediamannya bak istana dengan jendela-jendela yang indah, megah dan banyak.

Persahabatan antara Aldo dan Rara terjalin berkat dukungan Nenek (Aty Cancer) entah mengapa logatnya khas Bertha Siagian pula itu. Ini nenek dari Mama atau Papa Aldo, ya, agak kurang jelas di filmnya. Dan aku lupa juga detail cerpennya, maaf!

Sepanjang nonton film RTJ ini, kucermati penonton macam-macam pula kelakuan. Ada yang sesenggukan, menyusuti airm mata campur ingus, seperti Bertha di sbeelahku. Tapi di sebelah kiriku, gadis itu rasanya tak hentinya bermain FB apa SMS-an, sehingga cahaya hapenya memantul, menyilaukan. Meskipun kucolek dia agar tidak berhape ria, tetap saja diam-diam dia akan kembali ke hapenya.

Baiklah, bagiku film ini diangkat dari cerpen yang indah, dan dibesut oleh Aditya Gumay dengan hati yang indah pula. Maka, inilah hasilnya; sebuah tembang lara nan indah bagi Rara dan Aldo.

Menonton film ini membuat kita terpanggil kembali dalam suatu kesadaran bahwa; ada banyak kesenjangan sosial di sekitar kita, tetapi tak semuanya orang kaya itu pelit atau jahat. Film RTJ menyadarkan pula bagaimana kita sering memperlakukan anak yang kekurangan, terbelakang mental dengan sikap melecehkan. Padahal, betapa kearifan dan kebijakan itu justru banyak muncul dari hati yang bening seperti sosok Aldo.

Pokoknya, film ini cocok dikonsumsi untuk berbagai kalangan; mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu bahkan lansia. Maka, menyesallah jika tidak menonton film karya anak bangsa ini. Yeeeh, daripada ribut-ribut urusan film Holywood, coba!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun