Mohon tunggu...
Pipiet Senja
Pipiet Senja Mohon Tunggu... profesional -

Seniman, Teroris Tukang Teror Agar Menjadi Penulis, Pembincang Karya Bilik Sastra VOI RRI. Motivator, Konsultan Kepenulisan, Penyunting Memoar: Buku Baru: Orang Bilang Aku Teroris (Penerbit Zikrul Hakimi/ Jendela)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendadak Sadar: Sudah Regenerasi, Doaku Untukmu, Cucuku!

4 Agustus 2010   23:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:18 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Senin yang lalu, akhirnya saya berkesempatan untuk mengantarkan cucuku Zein masuk sekolah TK A di Taman Kanak-Kanak Amaliah, Depok. Kalau tahun yang lalu Zein tidak pernah mau masuk ke kelasnya, sekarang kulihat dia bersemangat sekali. Begitu sampai pekarangan TK yang luas dan asri dengan pepohonan itu, Zein langsung berlari-lari menuju teman-temannya. "Di sini, ayo, anak-anak yang solehah kita baris dulu!" ajak ibu guru yang suka disebut Bunda itu. Zein ikut barisan, kali ini di aula dalam. Nyanyi-nyanyi, ada doa juga dan sedikit olah tubuh. "Yang bisa menjawab, boleh masuk duluan, ya," kata Bunda Ana. Kulihat Zein serius sekali menyimak semua yang dikatakan Bunda Ana. "Siapa yang tahu bahasa Inggrisnya.... ini?!" Haaa? Aku terpana. Bunda Ana mengangkat tiga jarinya dan menanakan beraoa itu dalam bahasa Inggris? Mana mungkin anak-anak tahu? Meskipun, aku sendiri telah mengajari Zein hitungan sampai 10 dealam bahasa Inggris, dan mengenal huruf A sd Z. "Aa Zein tahuuuuu!" seru Zein lantang sekali. Walaaah? "Ya, Zein... apa?" "Teriiiii.... Bunda, teriiii....eh, hehehe...." "Oh, ya benaaar! Zein boleh masuk duluan, ya!" Aku menahan tawa geli sekali! Singkat cerita, anak-anak sudah berada di kelas TK A, di lantai atas. Ini sesungguhnya ingin kupertanyakan, mengapa harus mengambil tempat di lantai dua, ya? Sedangkan anak TK B yang lebih besar malah di lantai bawah? Pelajarannya memang Bahasa Inggris, agaknya. "Who is your name?" "Aa Zeeeeiiiin!" "Good boy.... Bisa nulis namanya di depan, ya Zein?" Zein mengangguk, semangat sekali ke depan sambil membawa spidol. Kemudian, ndilalaaaah, dia memang menuliskan namanya dengan huruf yang tegas-tegas: ZEIN! Sepanjang kelas cucuku itu, saya banyak merenung dan merasakan sesuatu yang mengharu-biru di kalbu ini. Sekitar 25 tahun yang silam, kusaksikan anakku Haekal, yakni bapaknya si Zein, untuk pertama kalinya masuk Taman Kanak-Kanak di TK. Islam Ananda, Cibubur. Ah, saya mengantarnya seorang diri, dalam kondisi yang sarat dengan pedih-perih. Statusku saat itu single parent, sakit-sakitan dan ringkih, tetapi; tetap menulis! Kadang aku nyaris terpuruk dan tak percaya semuanya itu bisa kami lalui berdua saja di rimba Jakarta yang kejam. Alhamdulillah, tahun demi tahun berlalu sudah.... Hari ini, sejauh ini, ternyata saya masih mampu bertahan. Terima kasih, ya Robb, atas waktu dan amanah-Mu yang menderaskan nikmat nan tiada teperi ini. Allahu Akbar! Doa manini untukmu cucuku sayang; Zein, rajinlah belajar, tuntut ilmu setinggi langit dan kelak jika besar menjadi manusia yang berguna untuk khalayak. Jangan pernah menyerah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun