Revolusi Industri 4.0 terdefinisikan sebagai fenomena yang menggabungkan teknologi siber dan teknologi otomatisasi. Revolusi industri 4.0 yang berbasis otomatisasi ini mengakibatkan perubahan signifikan pada industri fashion. Di satu sisi otomatisasi mempermudah pabrik dalam memproduksi pakaian dalam jumlah besar dengan waktu yang singkat dan biaya yang relatif murah. Namun di sisi lain, hal ini menciptakan limbah tekstil yang berpotensi merusak lingkungan.
Fast Fashion sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi model pakaian yang memiliki berbagai model yang terus berganti dalam waktu yang singkat. Jenis fashion ini juga digemari banyak orang karena harganya yang terjangkau sehingga semua kalangan dapat membelinya.Â
Sebelum adanya revolusi industri, fashion dianggap sebagai barang yang mahal sehingga tidak banyak orang bisa merasakan ataupun menikmati fashion. Karena itulah fast fashion yang dianggap ekonomis menjadi trend dan membuat pabrik-pabrik tekstil melakukan produksi besar-besaran.
Dikarenakan tergiur dengan minat masyarakat yang menyukai barang murah, para produsen memilih untuk menggunakan bahan baku yang berkualitas minimum. Demi mengejar tujuan tersebut, alhasil banyak barang dari produksi mereka yang tidak awet dan rusak dalam waktu yang singkat sehingga pembeli terpaksa untuk membuang barang mereka.Â
Selain membuat orang-orang menghabiskan uang hanya untuk barang yang tidak berkualitas, limbah pakaian yang dibuang sembarangan pun akan berdampak buruk bagi lingkungan seperti pencemaran tanah dan udara yang dapat memicu berbagai masalah kesehatan manusia.
Industri fast fashion menghasilkan limbah dengan kuantitas besar yang berdampak buruk bagi lingkungan. Secara global, diperkirakan 92 juta ton limbah tekstil dihasilkan setiap tahunnya.Â
Di Indonesia sendiri, dari sekitar 33 juta ton pakaian yang diproduksi setiap tahun, terdapat hampir 1 juta ton limbah dihasilkan dan berakhir terbuang menjadi sampah.Â
Dampak dari fast fashion ini tidak hanya terjadi pada lingkungan namun juga pada buruh yang bekerja di pabrik industri fast fashion. Banyak dari mereka yang tidak mendapatkan upah yang layak, Â adanya jam kerja yang panjang, dan tidak memperoleh hak mereka dalam bekerja. Selain itu tragedi terbesar terkait fast fashion pernah terjadi di tahun 2013 dimana pabrik Rana Plaza yang terletak di Bangladesh runtuh dan memakan korban yang tidak sedikit.
Terlepas dari dampak lingkungan dan tragedi mengenai fast fashion yang dipublikasikan secara luas, bagaimanapun, industri ini terus berkembang. Solusi yang diperlukan untuk menangani permasalahan ini adalah dengan menerapkan konsep slow fashion berkelanjutan yang dapat meminimalisir dampak negatif pada lingkungan.Â
Slow fashion merupakan kebalikan dari fast fashion. Slow fashion sangat memprioritaskan keberlanjutan lingkungan dalam aktivitas industrinya. Selain itu kita juga dapat memperlambat dampak fast fashion dengan memilah pakaian sebelum membelinya, pastikan memilih pakaian yang menggunakan bahan ramah lingkungan. Pilih bahan yang berkualitas tinggi sehingga pakaian dapat digunakan dalam waktu yang lama.Â
Melakukan donasi pakaian yang masih layak pakai, atau dapat dijual dan mendapat keuntungan ekonomis. Yang terakhir yaitu mengalih fungsikan pakaian lama sehingga tidak menghasilkan jumlah limbah yang sama seperti saat kita hanya membuang sampah pakaian itu begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H