Mohon tunggu...
Agung_Pipied
Agung_Pipied Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat seni

Catatan Pasutri (Perjalanan Imajinasi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Paradoksal: Antara Tenaga Kerja Pribumi dan Tenaga Kerja Asing

26 Desember 2016   11:46 Diperbarui: 14 Januari 2017   11:43 1753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: japancastle.jp

Oleh: Agung Setyawan

26/12/2016

Menyikapi fenomena kegaduhan tentang (dugaan) banyaknya Pekerja Asing yang banyak dijumpai, dengan latar yang bertolak belakang bahwa masih banyaknya (data) pengangguran di Indonesia. Dirasa perlu untuk menilik lebih jauh dan mendalam tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Pantas memang jika kita merasakan kegelisahaan akan fenomena bahwa di Indonesia saat ini sudah marak menggunakan Tenaga Asing sebagai pekerja. Namun apakah hal tersebut mengharuskan kita untuk langsung menyalahkan Lembaga Eksekutif khususnya Pemerintah yang membuat regulasi yang mengesankan menjadi penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia?. Tentu tidak sah jika kita hanya bersikap ”sebelah mata” tentang itu.

Kompetisi persaingan dunia kerja saat ini mengharuskan masyarakat Indonesia harus mampu bersaing menjadi kompetitor unggulan dalam dunia kerja. Sejak dimulainya Sistem Ekonomi Global yang sudah disepakati sebelas tahun lalu, dan meski baru awal tahun 2016 diresmikan yaitu MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang menjadi salah satu tolak ukur pergerakan ekonomi ASEAN, merupakan perdagangan bebas dimana siapa saja baik perusahaan maupun tenaga kerja berhak keluar-masuk dalam andil pergerakan ekonomi se-ASEAN tersebut.

Tuntutan akan kreativitas dan meningkatkan keahlian dalam hal multitasking diperlukan dalam perkembangan kebutuhan era saat ini. Bagaimana tidak, pesaing dari Luar Negeri baik tenaga professional maupun berbentuk teknologi yang masuk ke Indonesia menuntut Tenaga Pribumi harus mampu bersaing keahlian dengan mereka. Sehingga seleksi saat kompetisi akan menunjukkan siapa yang “mampu” dan siapa yang akan terdegradasi.

Keahlian lain berupa bahasa juga menjadi penopang yang sejalan lurus dengan Era Globalisasi Ekonomi, dimana menjadi salah satu pra-syarat dalam dunia kerja level Internasional. Hal ini menjadi dasar kemampuan mengingat banyaknya perusahaan besaral dari Penanaman Modal Asing (PMA) yang bergerak di berbagai lini perekonomian di Indonesia. Sehingga bahasa dijadikan salah satu syarat sebagai standart komunikasi baik verbal maupun tekstual dalam sebuah perusahaan.

Kebutuhan pemerintah dalam rangka memajukan perekonomian di Indonesia, memberikan peluang dan kepercayaan bagi siapa saja yang mau memberikan Investasi kepada pemilik modal, baik Pemodal Asing maupun Dalam Negeri. Hal tersebut tentunya mempunyai tujuan besar yang mengarah pada kesejahteraan rakyat dan stabilitas Ekonomi Nasional dengan dapat menyerap Sumber Daya Manusia (SDM) dan eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Indonesia. Sehingga dengan adanya serapan SDM maupun SDA, harapan pemerintah yaitu perkembangan perekonomian Indonesia yang semakin baik dengan penyerapan tenaga kerja yang banyak yang nantinya dapat mengurangi angka pengangguran yang cukup tinggi di Indonesia. Maka dari itu, tantangan Ekonomi Global yang sudah terbentuk di ASEAN yang beranggotan 10 Negara yaitu MEA, diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakan akan pentingnya keahlian-keahlian yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Karena siapapun berhak atas peluang yang ada baik di luar maupun dalam Negeri.

ANTARA TENAGA KERJA PRIBUMI DAN TENAGA KERJA ASING

Seiring dengan banyaknya perkembangan jumlah Investor dari luar Negeri yang membangun perusahaan baik perusahaan jasa maupun produksi, menjadikan tenaga pribumi lebih banyak terserap sebagai pekerja dalam berbagai bidang pekerjaan. Hal tersebut dapat sejalan dengan pemerintah, karena dapat mengurangi pengangguran di Indonesia, dan dengan banyaknya Investasi yang ada di Indonesia akan menambah lapangan pekerjaan yang juga berdampak positif terhadap perekonomian Negara.

Perlu diketahui, meski Perusahaan Asing menggunakan tenaga profesional dari Warga Negara Indonesia (WNI), perusahaan asing di Indonesia masih banyak memakai Tenaga Ahli dari negaranya sendiri. Meskipun prosentase dari penggunaan tenaga kerja Asing lebih kecil dari Pekerja Pribumi, namun posisi-posisi strategis dan vital dalam struktur organisasi perusahaan biasanya masih dipercayakan pada Pekerja Asing yang merupakan Warga Negara Asing asal perusahaan. Hal tersebut biasanya merupakan included peraturan perusahaan yang dipakai dari Negara Asal, dimana pemakaian pekerja lokal cenderung digunakan pada level middle ke bawah. Maka tak heran, apabila semakin banyak perusahaan asing yang datang, maka akan semakin banyak pula Pekerja Asing di Indonesia.

Persaingan Ekonomi Global yang terintegrasi baik pada tenaga professional maupun produk unggulan akan selalu menjadi barometer dalam dunia kerja. Hal tersebut dapat dilihat dari keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM) dan produk yang dihasilkan (out-put). Siapa yang mampu bersaing dengan keahlian yang dimiliki, kemungkinan akan lebih besar berpeluang mendapat pekerjaan yang diinginkan. Sehingga Negara-negara maju dengan etos kerja tinggi yang memiliki Inverstor di Indonesia akan menjadi pesaing berat dalam persaingan dunia kerja yang profesional. Seperti Jepang, Taiwan, Tiongkok, Korea Selatan dan Negara-negara dari Eropa dan Amerika, mereka cenderung memakai tenaga ahli dari Negara meraka sendiri. Kalaupun memakai tenaga dari Pribumi, biasasnya akan menggunakan standart Internasional yang mana merupakan salah satu tantangan berat bagi pencari kerja di Indonesia. Sehingga penyerapan tenaga pribumi lagi-lagi akan hanya pada level middle ke bawah.

Penggunaan Tenaga Asing di Indonesia sudah teratur dalam UU Ketenagakerjaan, dimana Perusahaan harus mampu memenuhi Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dengan syarat dan ketentuan yang ada didalamnya. Namun seiring dengan perkembangan dan bertambahnya Investasi Asing di Indonesia berdampak pada pemakaian Tenaga Asing, dan menjadikan hanya mengandalkan regulasi saja tidak cukup tanpa adanya pengawasan yang massif. Hal tersebut dapat dilihat dari masih adanya perusahaan nakal yang tidak memenuhi IMTA, dimana perusahaan-perusahaan nakal dengan sengaja mendatangkan pekerja tanpa menggunkan visa sebagai Tenaga Kerja Ahli dan masuk ke Indonesia memalui visa pariwisata. Hal ini juga diperkuat dari pernyataan Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie di Jakarta pada Sabtu (24/12) bahwa sebagian warga China yang datang ke Indonesia menggunakan visa turis, namun saat mendapat kesempatan yang umumnya datang berkelompok, mereka beralih menjadi seorang pekerja. Selain itu, data Dirjen Imigrasi Kemenkumham mencatat pada tiga bulan pertama tahun 2016 sudah melakukan tindakan deportasi ke Negara asalnya sejumlah 196 orang. (Sumber; koran-sindo.com)

Menurut Kemenakertrans, terdapat ketidaksesuaian (non conformity) di lapangan. Diketahui bahwa pencantuman ijin yang seharusnya Tenaga Ahli atau Manajer, ternyata dilapangan dipekerjakan pada posisi middle ke bawah, bahkan sebagai tenaga kasar. Hal yang terjadi dilapang, kebanyakan ditemui adalah penggunaan sistem tandem pada struktural organisasi perusahaan yang menjadikan penyelewengan tersebut tidak terlihat secara administrasi. (sumber; BBC-Indonesia)

Sebelum adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) diberlakukan, sebenarnya Indonesia sudah mengirim Tenaga Kerja ke Luar Negeri. Namun pengiriman Tenaga Kerja tersebut masih minim mengirim tenaga professional yang ditempatkan sebagai tenaga ahli. Kebanyakan adalah sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dipekerjakan sebagai tenaga bantu yang ditempatkan di Rumah Tangga, Panti, Bangunan dll yang membutuhkan tenaga terampil. Hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pengurangan pengangguran dengan strata pendidikan yang rendah, sehingga dengan adanya peningkatan keahlian dan keterampilan masyarakat, pemerintah mengharapkan dapat membuka peluang kerja ke Luar Negeri yang memang masih banyak dibutuhkan dan dapat menambah devisa Negera dari pengiriman TKI ke luar negeri.

Seperti halnya pertambahan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, seiring dengan terbukanya akses TKI ke Luar Negeri, jumlah masyarakat yang antusias untuk mengikuti jejak pendahulunya dan berharap pundi-pundi rejeki menjadi lebih besar. Jumlah TKI yang mendaftar pun semakin banyak, sehingga menjadikan anggapan bahwa dengan hijrah ke luar negeri merupakan tujuan yang dapat mensejahterakan hidupnya. Hal tersebut juga berdampak pada pola pikir (cara) instan, dimana para pencari kerja Ilegal memaksakan diri masuk ke luar negeri tanpa melalui administrasi yang sah. Seperti efek turunan dari sikap negatif tersebut, menjadikan percontohan bagi mereka (yang lain) untuk melakukan hal yang sama tanpa berpikir panjang tentang resiko buruk baik bagi dirinya, rekan TKI lainnya dan bagi Citra Negara.

Implikasi negatif dari adanya TKI ilegal adalah disambut kurang baik oleh Pemerintah Negara Tujuan TKI, yaitu tindakan sanksi pidana, bahkan deportasi yang akhirnya menurunkan nilai kepercayaan Negara lain terhadap Indonesia. Belum lagi tindakan melanggat hukum lainnya yang didapati di Negara tujuan TKI yang menambah raport buruk tenaga pribumi yang sedang berada di negeri orang. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan BP3TKI bahwa pada tahun 2016 ini pemerintah Malaysia melalui Nunukan sudah mendeportasi WNI yang tersangkut masalah perijinan. (sumber;suara.com)

Melihat dinamisnya perkembangan Ekonomi Dunia, upaya Negara-negara untuk mensejahterakan rakyatnya melalui pembukaan lapangan kerja baru merupakan hal yang lazim dilakukan. Melalui upaya tersebut, stabilitas perekonomian rakyatnya akan sejalan dengan perekonomian Negara. Berbagai hal diupayakan, seperti meningkatkan potensi dan kemampuan masyarakatnya untuk dapat bersaing di tingkat Nasional maupun Internasional. Membuka kesempatan yang lebar baik Investasi Asing maupun dalam negeri juga merupakan salah satu terobosan untuk menjawab tantangan Ekonomi Dunia. Sehingga siapa saja baik dari Negara berkembang, maju bahkan Negara modern masih membaca peluang-peluang yang ada, baik di Indonesia maupun Negara lainnya.

Tantangan Ekonomi Global seperti ini akan menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi Negara yang masih berkembang dan jumlah penduduk dengan  tingkat pengangguran yang tinggi dan strata pendidikan serta keahlian yang minim. Seperti halnya Indonesia, masih perlunya peningkatan mutu pekerja akan sangat diperlukan untuk menghadapi arus kedatangan Tenaga Kerja Asing di Indonesia. 

Sehingga dengan kesiapan mutu pekerja, maka akan mempersempit peluang Tenaga Kerja Asing untuk bersaing di Indonesia. Selain mempersiapkan tenaga kerja dalam Negeri, upaya untuk meningkatkan keahlian para pekerja  Luar Negeri yaitu TKI harus tersertifikasi, sehingga tidak ada lagi komplain terhadap Indonesia atas Tenaga Kerja yang tidak memenuhi standart. Seperti yang disampaikan BNP2TKI bahwa pada tahun 2017 akan hanya mengirim TKI yang memiliki keahlian khusus yang sudah memiliki sertifikasi. (Sumber;Indo-Surya)

Begitu sebaliknya dengan Negara lain, mereka akan melakukan upaya perbaikan-perbaikan dari berbagi sektoral untuk dapat menempatkan Tenaga Kerjanya dan para Pemilik Modal untuk membaca peluang usaha baik Dalam Negeri maupun Luar Negeri. Hal tersebut juga sudah terlihat dengan semakin banyaknya Penanam Modal Asing (PMA) yang berbondong-bondong membuka usaha di Indonesia. Hal tersebut tentunya tak lepas dari analisa yang menguntungkan melihat pasar dan sumber daya yang ada di Indonesia.

Agung Setyawan/ Alumnus FPP UMM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun