Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga dengan sistem pembelajaran tradisional, meskipun dalam perkembangannya juga ada Pesantren yang bercorak modern. Keberadaan pesantren sangat dibutuhkan masyarakat karena banyak mencetak santri menjadi pribadi yang baik dan bermoral tinggi.
Kontribusi pesantren terhadap perjalanan bangsa Indonesia tidak perlu dipertanyakan lagi. Di era penjajahan, pesantren secara terbuka memberikan pendidikan terhadap masyarakat di tengah-tengah politik pembodohan dari pada penjajah.
22 Oktober, sejarah mencatat, para santri dipimpin oleh KH Wahab Chasbullah melawan pasukan NICA yang kembali ingin menjajah RI. Seruan Jihad juga diserukan dan dibacakan oleh Bung Tomo dalam pidatonya yang berapi-api dan membakar semangat arek-arek Surabaya.
Akhirnya, Brigjen Mallaby Komandan NICA tewas di tangan seorang  santri Tebireng yang bernama Harun dalam peperangan besar tanggal 10 November 1945 di Surabaya.
Lantas, apa kontribusi bangsa ini terhadap pesantren?
Data Direktorat Pendidikan Islam (Pendis), jumlah Pesantren ada sekitar 43 ribu lebih, tersebar di seluruh pelosok di Indonesia. Sementara, dari jumlah 43 ribu itu, Kementerian Agama Republik Indonesia hanya menyediakan anggaran berkisar Rp 450 Miliar.
Maka sangatlah wajar, jika banyak pesantren ditemukan di beberapa daerah yang kondidisinya begitu memprihatinkan.
Kondisi ini juga dirasakan oleh Hary Tanoesoedibjo ketika dirinya seringkali diundang untuk berbagi pengalaman kewirausahaan kepada para santri. Bangunan reot, kumuh dan kejadian prihatin lainnya seringkali menjadi tontonan HT acap kali berkunjung.
Lahir dari pengalaman itu, HT akhirnya mendirikan Yayasan Peduli Pesantren (YPP). YPP didirikan tak lain dan bukan hanya untuk membantu pesantren-pesantren di pelosok yang kondisinya memprihantinkan.
Apresiasi Ulama