Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Joko Widodo tampak sibuk melakukan konsolidasi. Setelah sebelumnya berhasil bertemu dengan para tokoh ulama, pimpinan Ormas Islam, TNI, Polri, pasukan Brimob, Kopassus dan lain-lain, kini safari politik Jokowi dilakukan dengan cara menyapa hangat, bersua dan makan bersama dengan sejumlah pimpinan partai politik di Istana Negara.
Tak tanggung-tanggung, sasaran pertama Jokowi adalah Megawati Soekarnoputri. Alih-alih minta izin akan bertemu dengan sejumlah pimpinan Parpol, ditemani santapan Mie, Megawati ditenggarai khawatir akan manuver Rachmawati, yang kabarnya, pada 2 Desember nanti juga akan turun ikut aksi.
Setelah bersua dengan Megawati, tak lupa Jokowi juga melakukan konsonsolidasi politik dengan sang Ketumbar Golkar Setya Novanto. Obrolan hangat dan mengasyikkakn menambah keseruan pertemuan kedua tokoh itu. Namun, ada satu pernyataan yang mengganjal dalam benak saya, dan terasa bising saat mendengarnya.
Di tengah hiruk-pikuk dan suasana panas pihak istana dan Cikeas, dengan entenganya Pak Jokowi berkata saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai rencana Donald Trump yang akan menarik diri dari perjanjian perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). “Yang jelas kita senang karena kedekatan Pak Setnov (Setya Novanto) dengan Donald Trump. Jadi nanti kalau ada apa-apa, ya bisa minta tolong ke pak Setnov,” katanya, Selasa (22/11/2016).
Dapat disimpulkan dari pernyataan Pak Jokowi, bahwa seolah-olah Setya Novanto merupakan satu-satunya tokoh di negeri ini yang memiliki hubungan dekat dengan Donald Trump, sehingga ia berkata dengan entengnya “jika nanti ada apa-apa dengan Donald Trump, bisa minta tolong ke Setnov.”
Entah, pernyataan Pak Jokowi tersebut lahir dari ketidak tahuannya, kepura-puraannya, atau beliau memang tidak tahu bahwa ada tokoh penting dibalik pertemuan antara Setnov dan Trump. Terlepas dari itu semua, akan saya beritahu Pak Jokowi supaya beliau tahu, agar “jika nanti ada apa-apa dengan Donald Trump, Pak Jokowi tahu kepada siapa beliau harus meminta bantu.”
Perlu diketahui, jauh sebelum Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ia sudah memiliki hubungan dekat dengan salah satu tokoh pengusaha ternama di Indonesia. Bahkan dari saking dekatnya, banyak tokoh-tokoh politik Indonesia yang meminta bantuannya agar memfasilitasi pertemuannya dengan Donald Trump. Termasuk Setya Novanto yang diharapkan bantuannya “Jika ada apa-apa,” oleh pak Jokowi itu. Siapalagi tokoh tersebut kalau bukan Hary Tanoesoedibjo.
Perlu pak Jokowi ketahui kembali, Setya Novanto bertemu dengan Trump hanya satu kali. Itupun, andai saja tanpa bantuan HT yang menjadi fasilitator saat itu, Setnov bersama anggota DPR lainnya, tidak akan berselvi ria dengan Donald Trump di New York saat menghadiri acara konferensi pers, dimana saat itu Trump resmi menjadi kandidat calon Presiden Amerika Serikat.
Oleh sebab itu, manfaatkanlah kedekatan HT dengan Trump ini. Jika sebelumnya anda begitu sulit menemui Presiden AS (Barrack Obama). Ke depannya, anda tidak usah pusing-pusing lagi jika ingin bertemu Presiden AS. Anda cukup meminta bantuan Hary Tanoe untuk menfasilitasi pertemuan anda.
Lebih dari itu, kedekatan HT dengan DT juga bisa anda manfaatkan untuk meningkatkan perekonomian bangsa ini.
Hal ini akan berdampak baik bagi Indonesia. Hubungan bilateral Amerika – Indonesia tak lagi berjarak. Penerimaan pajak negara semakin meningkat. Angka pengangguran semakin menurun, dan lapangan pekerjaan akan semakin terbuka lebar.
Terakhir, “jika ada apa-apa,” pak Jokowi jangan lagi sampai salah orang untuk meminta bantuan. Setya Novanto itu hanya berselvie dengan Donald Trump. Tidak lebih. Sedangkan Hary Tanoe, sudah memiliki hubungan mesra, jauh sebelum Setnov bertemu Trump.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H