Tak disangkal bahwa beras secara berangsur-angsur telah membudaya sebagai kebutuhan pokok. Jika demikian, hampir pasti bahwa tingkat ketergantungan masyarakat pun meningkat sampai kadar maksimum.
Demikian keberadaan beras adalah komoditas strategis yang menjamin keberlangsungan hidup manusia pada umumnya. Tetapi juga ketersediaan beras memupuk ketenangan batin individu, kemapanan keluarga serta stabilitas sosial pada khususnya.
Awal februari 2023 hingga kini gemuruh sosial terdengar kencang. Isak kegetiran itu mewarnai pembincangan disetiap sudut perjumpaan warga. Hal ini terjadi di kawasan Indonesia timur. Lebih tepatnya di Maumere dan sekitarnya.
 Soal fundamennya adalah harga beras yang kian melonjak. Sebelumnya, harga beras pada kisaran rp.10.000 sampai rp 12.000/kg. Namun kini, setara kualitasnya, beras merangkak naik tepat sampai rp.13.000 sampai rp. 15.000/kg.
Persoalan ini disinyalir karena adanya keterbatasan dan ketakcukupan pangan lokal dan proses distribusi yang mengalami kemandekan. Faktor lain yang membarengi akutnya kelangkaan beras mungkin karena penimbunan oleh oknum tertentu.
Terbaca jelas ada selisih yang cukup signifikan yakni ribuan ton antara produksi dan komsumsi secara lokal. Pun penyaluran dari Sulawesi Selatan sebagai daerah pemasok beras tertinggi untuk wilayah maumere terhambat oleh karena faktor cuaca.
Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah melalui Perum Bulog menggelar pasar murah untuk mencukupi kebutuhan warga. Operasi pasar ini dijalankan beberapa titik sentral seperti pasar tradisional, toko dan rumah pangan yang mudah diakses warga.
Dengan harga rp.9.000/kg pemerintah berinisiatif selain memenuhi kebutuhan warga tetapi sekaligus menekan harga beras yang kian melambung dipasaran. Kebijakan menyuplai beras oleh pemerintah termasuk upaya merealisasikan keberpihakannya.
Benar dan tepat karena pemerintah kian tanggap pada persoalan yang urgen.
Namun persoalan ini bukan suatu bencana yang sulit diprediksi. Ini merupakan penyakit penyelenggaraan sosial. Akarnya mengendap pada ketercerawutan perekonomian mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi. Bahkan dapat dipetakan dalam angka namun tak kunjung disiasati.