Kita udah bahas seputar peristiwa yang terjadi di awal Kerajaan Medang berdiri. Nah mari sekarang kita selami perlahan lahan lebih dalem lagi.Â
Karena kita udah masuk ke Kerajaan Medang, maka saatnya kita ngomongin "wangsa" nih. Wangsa itu gelar keturunan kan, ya sebut aja dinasti lah. Kadang satu kerajaan bisa punya beberapa dinasti yang pernah memimpin. Tapi ga nutup kemungkinan juga ada dua Kerajaan dan dipimpin oleh satu dinasti yang sama.
Ada banyak teori Wangsa untuk kerajaan Medang Kamulan, terutama di Wangsa Sanjaya. Iya dinasti pendiri kerjaannya juga jadi perdebatan.Â
Oke sebelum kesitu, kalo kalian liat buku buku sejarah, akan sering ditemukan isi dari prasasti Canggal -dikeluarkan oleh Sanjaya- yang mengatakan bahwa Kerajaan Sanjaya adalah warisan dari pamannya, Bratasenawa.
Nah tapi di artikel sebelumnya, kita udah bahas kalo Bratasenawa adalah mantan Raja Galuh dan wafat sebelum Sanjaya berhasil membalaskan dendamnya. Terus kenapa Sanjaya bilang kalo Kerajaan itu warisan pamannya?
Menurut buku yang saya baca, bahwa ketika Sanjaya belum jadi Raja (berarti ketika Tarusbawa dan Bratasenawa masih hidup), Sanjaya menjabat sebagai Rakai Mataram. Rakai tuh gelar jabatan, semacem gubernur (Raja Bawahan) gitu.Â
Wilayah bernama Mataram itu luas. Bisa mencakup semua jawa tengah selatan. Mungkin di masa pemerintahan Bratasenawa, sebelum dia dikudeta Purbasora, sebagian bumi Mataram udah dikuasai kerajaan Galuh. Terus ketika Sanjaya jadi Raja, dia berhasil menaklukan semua wilayah Mataram.Â
Dan mungkin karena respect Sanjaya ke pamannya, dia nganggap kerajaan Medang yang berpusat di bumi Mataram, kerajaan yang ia dirikan sendiri, dia anggap warisan dari pamannya. Lagi lagi klaim ini jelas butuh penelitian lagi. Tujuan saya cuma untuk memperkenalkan sejarah dengan mengambil intisari dari buku buku sejarah hehe. Mungkin pembaca sekalian bisa coba baca baca buku sejarah untuk membandingkan cerita yang saya tulis.
Kita balik lagi ke Wangsa. Sanjaya dinilai sebagai pembangun Kerajaan dan Wangsanya. Artinya, emang keturunan Sanjaya juga yang mimpin kerajaan yang dia dirikan ini. Â Makanya sebagian sejarawan berpendapat bahwa Kerajaan Medang sempat dipimpin oleh Wangsa Sanjaya. Tapi ada Wangsa lain yang memimpin kerajaan Medang. Wangsa apa itu? Syailendra.
Syailendra menurut sebagian besar sejarawan berasal dari Sriwijaya. Gimana dinasti dari Sriwijaya bisa ikut campur di panggung politik Jawa?
Masi inget kan, dulu Sanjaya pernah ngalahin tentara Sriwijaya yang dikirim untuk mengklaim tanah bekas Tarumanegara? Nah konflik itu belum selesai. Mungkin Sriwijaya emang mikir ga mungkin ngalahin Sanjaya waktu itu, karena kerajaan Sunda-Galuh lagi kuat kuatnya. Akhirnya mereka menunggu waktu yang pas, yaitu di masa Medang ini.Â
Akhirnya, Sriwijaya ngirim tentaranya dibawah komando Panglima Dapunta Syailendra. Oiya, ada sejarawan yang bilang kalo ekspedisi ini tuh terjadi di masa Ratu Shima mimpin Kalingga. Tapi ada pendapat juga bahwa ekspedisi ini untuk nyerang Sanjaya yang lagi mimpin Jawa. Well, walaupun beda di objek yang diserang, tapi agaknya keduanya punya kesamaan. Yaitu serangan ini ga sepenuhnya berhasil.
Karena, baik Ratu Shima atau pun Sanjaya, ga ada yang jatuh di tangan Dapunta Syailendra. Walaupun Sanjaya emang turun tahta akibat seorang dari dinasti Syailendra. Oke akan saya bahas. Tapi intinya, saya ngambil cerita yang kedua. Serangan Dapunta Syailendra diarahin ke Sanjaya, bukan Ratu Shima.
Sebelum kita bahas serangan Sriwijaya, perlu pembaca ketahui, bahwa di Kerajaan Medang ada sebuah wilayah yang bernama Panangkaran. Dan Gubernur (Raja Bawahan) di wilayah ini adalah anak Sanjaya sendiri. Karena itu anaknya disebut Rakai Panangkaran.Â
Serangan Dapunta Syailendra gagal menggulingkan Sanjaya, terus kemana tentara tentaranya? Jelas pada pencar. Mungkin ada yang pulang, mungkin ada yang menetap di Jawa. Masih inget kan di Jawa ada perkampungan orang Melayu sejak jaman Kalingga? Cukup seringnya serangan Sriwijaya ke tanah Jawa mungkin ngebuat kampung itu lama lama makin gede. Nah mungkin beberapa prajurit Sriwijaya ada yang lari kesana.
Waktu berjalan, pasca penyerangan, di wilayah Panangkaran terjadi pergantian pemimpin. Dari Rakai Panangkaran anaknya Sanjaya, ke Rakai Panangkaran yang baru. Dan Rakai Panangkaran yang baru ini ternyata seorang dari dinasti Syailendra. Mungkin setelah tentara Sriwijaya tercerai berai, beberapa perwiranya (yang biasanya mereka ini bangsawan) berhasil masuk ke masyarakat, dan jadi orang terpandang.
Naiknya Rakai Panangkaran dari dinasti Syailendra ini punya efek domino. Setelah kekuasaan Sanjaya mulai lemah karena berbagai faktor, Rakai Panangkaran punya ambisi untuk naik tahta.
Akhirnya -entah cara apa yang dia tempuh, berdarah atau enggak- Rakai Panangkaran bisa naik tahta jadi Raja Medang kedua dengan gelar Rakai Panangkaran Dyah Pancapana. Ya setelah naik tahta dia dipanggil Dyah Pancapana.
Akhirnya, agama Hindu yang dianut Sanjaya mulai ilang pengaruhnya di Kerajaan. Diganti sama agama Buddha yang jadi ciri khas Dinasti Syailendra. Mulai tuh candi candi dan bangunan bangunan bercorak Buddha dibangun di masa Dyah Pancapana. Panggilan Raja juga berubah. Dulu Sanjaya dipanggil "Sang Ratu", sekarang Dyah Pancapana dipanggil "Sri Maharaja".
Karena prestasi Dyah Pancapana cukup besar dengan berhasil naklukin Medang, akhirnya dia dapet gelar pujian yaitu Syailendra Wangsa Tilaka yang artinya "Permata Dinasti Syailendra". Dan kedepannya, Dinasti Syailendra deh yang nguasain Kerajaan Medang.Â
Terus apakah Dinasti Sanjaya bakal bangkit lagi? Kapan mereka kembali nguasain Medang? Kita ketemu di artikel depan ya. Stay with me, we'll talk soon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H