Mohon tunggu...
Fathan Winarto
Fathan Winarto Mohon Tunggu... Penulis - History and Theology Story-Teller

Hobi Baca Sejarah, Terbuka Untuk Diskusi Masalah Agama, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar, Cairo.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saatnya Para Petinju Bersalaman

8 November 2019   14:09 Diperbarui: 8 November 2019   14:27 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melihat kesalahan leluhur ini, golongan tertentu pun melihat sebuah kesempatan untuk membenturkan keduanya. Tujuannya sangat besar, yaitu menjauhkan budaya dari agama. Dan menghilangkan identitas sebagai bangsa, sehingga kebenaran tidak terwujud. Terbukalah tempat untuk nafsu ingin berkuasa, dan tujuan mereka dapat terwujud. 

Sehingga sekarang yang tejadi adalah, timbul kesan bahwa menyembah makhluk halus, menyarungi pohon, memelihara keris , itu adalah budaya dan bertentangan dengan agama. Sekali lagi, bila kita berfikir substansi, tidak ada yang bertentangan.

Menyembah makhluk halus memang budaya, tapi bukan kegiatannya menyembah ratu selatan, tapi "menuhankan sesuatu" itulah budayanya. Memelihara keris adalah budaya, tapi bukan mendoakan keris dan mensaktikannya yang menjadi budaya, tapi menghormati senjata dan melestarikan barang penuh estetika dari masa lalu lah budayanya. Menyarungi pohon pun substansinya adalah keindahan. Sehingga "menyukai keindahan" adalah budayanya.

Semua substansi itu bisa diselaraskan dengan agama. Sehingga bisa ditemukan satu titik temu yang membuat pelestarian budaya tidak bertentangan dengan aturan beragama.

Dengan asumsi bahwa substansi adalah budayanya, maka kegiatanya hanyalah sebatas metode. Sudah jadi budaya kita untuk menghormati senjata dan melestarikan barang penuh estetika itu. Maka kita jalankan budaya itu, tanpa harus mensaktikan, atau bahkan mendewakan si keris. Karena metode pelestarian dengan mendewakan dan mensaktikan ternyata bertentangan, sehingga bisa dicari metode lain.

Yang bertentangan hanyalah metodenya, bukan substansi yang menjadikan budaya itu sendiri. Dengan cara ini, pelestarian budaya akan dapat terus dilaksanakan tanpa sentimen dari pihak agamis. 

Sehingga, terciptalah masyarakat yang lurus dan memiliki tujuan hidup dengan agama, sekaligus masyarakat yang solid dan penuh harga diri dengan peran budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun