Nampaknya baru di era Pemerintahan Joko Widodo sekarang ini harga satu liter bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Papua tak lagi senilai satu kilogram daging di Ibu Kota. Selama ini, masyarakat di daerah paling timur Indonesia ini tak mendapat kesempatan merasakan kesamaan harga dengan orang-orang di bagian barat, pulau Jawa khususnya. Kesulitan itu, kini berakhir.
Bukan hanya BBM, Pemerintah Kabinet Kerja juga berupaya agar keperluan logistik dan komoditas barang, termasuk sembako untuk warga di Indonesia Timur bisa sama murahnya dengan Jawa. Caranya, program Tol Laut. Tapi ini bukan seperti yang dibayangkan sejumlah orang-orang awam yakni, membuat jalan tol untuk lalu lintas darat di atas laut. Konsep ini tak seperti itu.
Tol laut hanya istilah. Namun maksudnya membangun lalu lintas laut agar terjamin kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok daerah, termasuk Tanah Papua. Dengan begitu kapal-kapal yang datang membawa kebutuhan pokok masyarakat bisa datang terjadwal. Solusi ini yang akhirnya membuat harga-harga lebih terjangkau. Era pemerintahan ini mengakhiri kesenjangan harga.
Pada 2017 ini Pemerintah menambah 3 trayek tol laut. Ada pun rutenya antara lain, Tanjung Priok-Enggano-Mentawai-Pulau Nias-Sinabang-Pulau Nias-Mentawai-Enggano-Tanjung Priok. Lalu Tanjung Perak-Belang Belang- Sangatta-Pulau Sebatik-Tanjung Perak, dan Tanjung Perak-Kisar-Namrole-Kisar-Tanjung Perak.
Dengan ini, ada sembilan trayek tol laut yang sudah diinisiasi pihak eksekutif. Sebelumnya sudah ada enam tol laut yang dioperasikan PT Pelni (Persero). Empat trayek baru yang lintasannya sama dengan rute eksisting Pelni, tetapi berada di ujung akan diberikan kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan tiga trayek baru tersebut akan dikerjakan oleh swasta.
Untuk menunjang tol laut, Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi kini membangun sarana pendukung lainnya, yakni Rumah Kita. Sebaiknya kita jangan lagi punya asumsi lain terhadap istilah-istilah tersebut. Rumah Kita adalah daerah-daerah kepulauan yang akan menjadi sentra logistik. Fungsinya untuk mengumpulkan dan menampung berbagai komoditi agar bisa diangkut dengan kapal ke daerah-daerah tertentu.
"Jadi harus ditampung dulu dan distribusikan secara bertahap ke daerah-daerah yang membutuhkan," kata Budi saat melakukan kunjungan kerja ke Ambon, Mauluku.
Kalau bisa disederhanakan, penjabarannya begini. Misal kapal yang mengangkut barang dari barat melalui jalur tol laut akan mengarah ke timur. Logistik yang dibawa kapal tersebut, singgah dulu ke satu daerah kepulaua  di kawasan timur Indonesia, di sana adalah tempat penampungan barang atau Rumah Kita. Di sanalah, nantinya barang-barang siap di distribusikan ke daerah-daerah lain.
Lalu, saat kapal ini hendak pulang ke wilayah barat, mereka akan singgah ke pulau lain, masih di kawasan timur Indonesia, yang juga menjadi Rumah Kita. Kapal ini bisa mengambil kebutuhan dan komoditas unggulan di sana untuk di bawa kembali ke wilayah barat. Ini untuk menghindari kekosongan bawaan barang sehingga tidak ada kerugian. Sebab, barang dari timur ini akan didistribusikan kembali ke wilayah barat.
Jadi selain menampung barang dari wilayah barat. Rumah Kita juga ditugaskan menampung barang komoditas unggulan dan potensial untuk bisa dikirim dari timur ke Indonesia barat. Saat ini ada 13 titik rumah kita tersebar di seluruh Indonesia, antara lain di Timika, Manokwari, Saumlaki, Namlea, Bitung, Tahuna, Loweleba, Rote, Waingpau, Dompu, Natuna, Mentawai dan Nias.