Kini Spirou menemani hari-hariku. Kalau bermain dengan anak-anak lain terasa begitu rumit, dengan Spirou segalanya tampak sederhana dan menyenangkan. Ia bisa aku perlakukan sekehendak hatiku. Aku dandanin semauku, mendengar semua ocehanku, khayalan-khayalanku, juga mimpi-mimpiku. Ia tidak pernah nyinyir atau cengeng, juga tidak pernah sakit. Ia setia menemani aku sekolah, tidur, bahkan ketika aku mandi. Spirou bagiku hanya sebagai teman yang menyenangkan tanpa aku mengabaikan teman-teman sekelasku dan teman-teman sepermainanku. Maksudku. Spirou rela menerimaku dengan sepenuh hati, seperti Ibu Guruku, juga Papa mamaku,
Menyenangkan sekali seandainya dunia juga menerimaku seperti mereka menerimaku. Aku akan buat sesuatu kelak. Aku akan menjadi maestro. Mungkin aku menjadi seniman, atau ilmuwan atau apalah, yang jelas Tuhan menciptaku dengan sesempurna-sempurnanya bentuk dan sesempurna-sempurnanya penciptaan. Tidak ada yang salah denganku. Dan aku percaya sangat sedikit manusia yang memahami ciptaa-Nya, begitu juga ajaran-Nya. Dalam posisi ini, aku memakluminya sepenuh hati, seperti Spirou memaklumiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H