Mohon tunggu...
Pinsil Tempur
Pinsil Tempur Mohon Tunggu... -

Pinsil Tempur, nama aslinya Ali Murtadho, pernah sekolah,pernah kuliah, pernah tidak lulus, pernah lulus, tapi bukan diploma apalagi sarjana, Aktifitas sehari-hari : bersepeda,membaca, menggambar, menulis dan bercinta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Are You Geni(e)us ? Artinya: Apakah Kamu Jenius? Eh, Temannya Jin?

27 Juli 2010   10:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:34 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kawan, guru ngajiku pernah bilang, bahwa Jin dan Manusia adalah ‘representasi ‘dari otak dan hati. Perlu kau tahu kawan, kata ‘representasi’ bukan aku yang bilang. Sederhananya begini, kalau manusia mewakili sifat-sifat hati yang kadang lembut, kadang-kadang keras, kadang-kadang plin-plan, kadang-kadang tegas, maka Jin mewakili sifat-sifat otak yang pragmatis, dan oportunis. Sekali lagi kubilang, kata-kata aneh di tulisan ini, bukan aku yang bilang. Tapi guru ngajiku.

Untuk urusan plin-plan, hati (baca : manusia) memang jagonya. Hati, kalbu—qalbu, dalam bahasa Arab artinya bolak-balik. Ketika tersiram air surga, dan hembusan nafas surga, ia akan meleleh, lembut, tunduk dan dekat dengan Tuhan, dekat sekali. Tetapi ketika ia menjauhi dan lupa bahwa kehadirannya di dunia karena hak prerogatif Tuhan, ia akan beku, keras, keras sekali sekaligus rapuh. Seperti Fir’aun. Mumi Fir’aun tepatnya.

Sedangkan Jin, karena menggambarkan sifat-sifat otak, maka yang tergambar adalah sifat-sifat pragmatis dan kapitalis sejati. Mereka juga jenius—mungkin inilah asal kata genius, genie, jin. Mereka bisa memindahkan singgasana raja, wanita-wanita cantik, bahkan tugu Monas dalam sekejap mata. Bukankah itu jenius? Guru ngajiku juga bilang kalau kita minta bantuan Jin, mereka akan membantu dengan gegap gempita. Tetapi dengan syarat dan ketentuan tertentu. Macam iklan operator seluler. Mereka akan meminta imbal balik macam-macam dari rokok kretek, kopi pahit, kemenyan, tembakau, cengkeh, dupa, ayam putih, bubur merah-putih, air soda, susu, hot dog, spagheti, bolu kukus, bakwan malang, siomay bandung, gula jawa, jeruk bali, pisang ambon, masakan padang, kopi lampung,lumpia, bakpia pathuk, jambu Bangkok, cabe rawit, cabe keriting, dan madu arab,. Bahkan nyawa orang-orang yang kita cintai. Dunia perdukunan menyebutnya tumbal. Tumbal, membuktikan bahwa mereka kapitalis pangkat delapan belas. Amerika saja kalah. Akhirnya aku menyimpulkan, aku hanya mau minta tolong pada Allah, sebab aku tak punya semua syarat-syarat di atas. Sebab dengan Allah, tak dikenal ‘syarat dan ketentuan berlaku’.

Satu lagi kawan, bukti kalau mereka itu pragmatis tulen, mereka akan membuang anak keturunannya jika kurang memenuhi syarat sebagai jin. Atau malu karena hasil hubungan gelap—mirip manusia ya? Buat apa dipelihara, dirawat dan di besarkan, kalau tidak menguntungkan dan bikin malu, begitu mungkin maksudnya. Tapi omong-omong, apakah mereka punya malu? Bukannya mereka tidak kelihatan? Manusia saja yang terang-terangan ketahuan lengkap dengan video dan bukti-bukti lain masih mengelak tanpa malu. Dari sinilah mungkin muncul istilah ‘tempat jin buang anak’.

Kawan, disinilah permasalahannya, mereka diam-diam—atau aku yang tuli-- membangun kerajaan dan beranak pinak di belakang rumahku. Tapi perlu kuluruskan, bukan aku yang bilang lho. Yang mengatakan dengan ‘serius’ dan sungguh-sungguh adalah seorang ustadz. Entahlah, dalam posisi ini aku percaya atau tidak. Tapi kubisiki kawan, barangkali ustadznya sering nonton acara-acara semacam uji nyali, dunia lain atau semacamnya, di mana ada adegan jin di giring-giring kemudian di masukkan ke dalam botol sirup. Mirip ikan sepat saja layaknya. Sttt…tapi jangan bilang-bilang ustadz itu ya, kalau aku nulis ini. Nanti aku ceritakan lagi tentang kenapa mereka sampai bersarang di belakang rumahku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun