Aku mempunyai seorang teman. Namanya Tusor Segrib Blasnov. Rusia sekali bukan?. Ia teman sekolahku, kemudian menjadi teman kuliahku di UI. Ya, UI yang pernah aku ceritakan tempo hari. Minatnya amat luas. Seluas jidatnya yang licin mengkilap. Orangnya flamboyan, ramah dan menyenangkan. Ngoceh paling jago. Berdebat, nomor wahid, berkelahi, jangan di tanya. Buku-bukunya banyak. Ia kami juluki ‘Kakek Segala Tahu’. Julukan itu kami ambil dari salah satu karakter di novel Wiro Sableng-nya Bastian Tito. Kalau sekarang, mungkin kami menjulukinya Mbah Google. Otak kanannya berkembang sempurna. Menyanyi, menggambar, baca puisi, mengarang , ia selalu dapat sembilan. Nilai yang susah sekali kami peroleh. Otak kirinya tak kalah mencorong, matematika, kimia, fisika ia anggap kecil. Juga jangan salah nama Rusia-nya memberi andil dalam setiap kejuaraan catur di tempat kami.
Satu kelebihannya adalah ia tak pernah mengeluh. Ia menganut paham ksatria Indian yang ia baca dari novel-novel seri Winnetou-nya Karl May. Menurutnya, para ksatria Indian tidak pernah mengeluh seumur hidupnya. Bahkan ketika perutnya tertancap anak panahpun mereka pantang untuk berteriak. Ia meyakini sepenuhnya cerita ini dan mengamalkannya sungguh-sungguh. Makanya ketika kakinya tertusuk paku pun dia tidak mengeluh, berteriakpun tidak.
Ia segera menjadi idola perempuan di sekolah kami . Tapi ia amat dingin, sedingin biang es kalau di depan wanita. Meskipun ia juara pidato yang mewakili sekolah kami sampai tingkat propinsi, kalau di depan wanita, ia akan segera menjadi boneka salju. Dingin dan pucat.
Ia amat berminat pada masalah-masalah ekonomi, sehingga pada tahun terakhir di SMA, ia yang seharusnya masuk IPA, lebih memilih ke IPS. Guru favoritnya adalah Ibu Lis, seorang wanita cantik, yang berkacamata tebal. Setebal pantat botol. Guru yang menurut pandangannya, pantas menjadi menteri keuangan. Tapi sayang, pada saat ujian kelulusan, nilai mata pelajaran Ekonomi-nya terjun bebas. Sehingga ia merasa berdosa sekali dengan guru pujaaanya itu. Guru yang selalu dianggapnya professor itu. Entah karena kehebatannya atau karena kaca mata tebalnya.
Sehingga sebagai penebus dosa, ia kemudian masuk sebuah universitas terkenal negeri ini, fakultas Ekonomi , dapat nilai A untuk Akutansi, dan beberapa mata kuliah lainnya, setelah itu DO. Ya, Drop Out. Baginya dosa pada guru tercintanya sudah terbalas. Ia kemudian kudengar menikah dan mempunyai anak. Tapi ia kemudian kembali kuliah bersamaku. Entah kenapa. Cara pandang kami yang selalu beberapa level di bawahnya, tidak pernah tahu apa maksud dari setiap perbuatannya. Kami menjadi sempama Musa bersama Khidhir.
Ia selalu menjadi misteri bagi kami. Apapun yang Ia lakukan, kami selalu menyadarinya bertahun kemudian. Dan kawan kuberitahu rahasia nama Rusianya, Tusor Segrib Blasnov, menurutnya namanya adalah semacam surya sengkala atau candra sengkala, aku tak paham. Yang jelas namanya ternyata akronim dari kelahirannya ; sabTU SORe SEbelum maGRIB, seBeLAS NOVember. Aku kira yang gila cuma anaknya, ternyata bapaknya lebih gila. Ya temanku yang flamboyant ternyata bukan Rusia…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H