Mohon tunggu...
Khairul Arifin
Khairul Arifin Mohon Tunggu... -

Seorang manusia yang beralamat di http://pinsalabim.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koin KPK dan Sentilan Terhadap DPR

27 Juni 2012   16:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:28 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi DPR mendapat sorotan dari masyarakat Indonesia. Pasalnya, rencana pembangunan gedung KPK yang tidak memenuhi jumlah pegawai menuai hambatan di tangan DPR. Alasannya pun beragam, mulai dari identitas KPK sebagai lembaga ad-hoc, belum dibahasnya usulan itu, dan sederet alasan lainnya. Melihat hal tersebut, masyarakat pun tergerak hingga tercetus untuk membuat gerakan aksi koin untuk KPK.


Gerakan sosial dengan cara pengumpulan koin tentu saja bukan hal yang pertama. Sebelumnya, koin untuk Prita, koin untuk Bilqis, bahkan koin untuk presiden telah sukses menarik perhatian masyarakat. Cara ini dianggap efektif untuk memberikan dukungan moril sekaligus media kritik yang ampuh. Lihat saja dalam gerakan koin untuk Prita beberapa tahun lalu. Gerakan itu berhasil mengumpulkan uang sebanyak 615-an juta rupiah. Dan hal yang paling penting, gerakan itu berhasil membuktikan bahwa masyarakat Indonesia dapat bersatu untuk menentang segala ketidakadilan.


Hal yang sama pun terlihat ketika gerakan koin untuk KPK ini mulai mencuat. Koin untuk KPK tidak sekedar bentuk sumbangan terhadap pembangunan gedung kantor KPK. Tapi lebih pada semangat rakyat Indonesia untuk melawan tindak korupsi yang telah kronis di negeri ini. Masyarakat sudah bosan dengan praktik korupsi yang setiap hari menjadi pemberitaan media massa kita. Terutama praktik korupsi yang menyangkut anggota DPR dan pejabat pemerintahan lainnya.


Anggapan bahwa KPK menjadi musuh DPR telah menjadi opini publik bagi masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya anggota DPR yang digelandang ke dalam ruang pesakitan oleh lembaga ini. Isu pelemahan KPK yang dilakukan oleh DPR beberapa waktu lalu pun menjadi sinyalemen tegangnya hubungan kedua lembaga itu. Apalagi dengan dihambatnya dana pembangunan gedung KPK, citra “pertarungan” eksistensi dan kepentingan lembaga-lembaga tersebut tergambar dengan jelas di mata masyarakat.


Melihat realitas seperti ini, DPR berada dalam pihak yang sangat kritis. Karena apabila gerakan koin untuk KPK ini berhasil menjaring massa yang banyak, kemudian dana yang terkumpul mencukupi untuk menalangi pembangunan gedung KPK, kredibilitas DPR sebagai wakil rakyat akan memudar. DPR dianggap tidak mewakili suara rakyat karena tidak serius untuk melawan korupsi yang jelas-jelas menjadi musuh bersama. Jika hal ini terus terjadi, bisa saja masyarakat tidak lagi memusihi korupsi tapi justru memusuhi DPR sebagai lembaga penghasil korupsi.


Publik mungkin bertanya-tanya, sebenarnya bagaimana mekanisme pencairan dana yang dilakukan oleh DPR. Apakah dana hanya diberikan pada proyek yang dinilai “strategis”? Ataukah dana diturunkan apabila tidak mengusik keberadaan DPR? Untuk pembangunan gedung mereka saja, segala upaya dilakukan untuk merealisasikannya. Padahal kondisinya tidak terlalu buruk. Tapi ketika KPK minta bagian untuk membangun gedungnya, tangan dan mata tertutup untuk melayaninya. Entahlah, lembagai ini pasti memiliki mekanisme sendiri yang sangat berbelit untuk menentukan patut atau tidaknya sebuah proyek didanai oleh mereka.


Tapi yang jelas, kita menanti sebuah masa dimana pemerintahan dan negara ini bersih dari tindak korupsi. Kita menanti kedaulatan rakyat atas pemerintahan negeri ini benar-benar terealisasi. Bukan sekedar menjadi penonton perampok uang rakyat bebas berkeliaran mencekik rakyat tertindas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun