Mohon tunggu...
Khairul Arifin
Khairul Arifin Mohon Tunggu... -

Seorang manusia yang beralamat di http://pinsalabim.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pers dan Masyarakat Indonesia

9 Februari 2012   16:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:51 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah negara yang kaya dengan kemajemukan suku bangsanya. Terdapat lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Beraneka ragamnya suku bangsa tersebut menuntut untuk dikeluarkannya kebijakan yang menghimpun seluruhnya. Demokrasi adalah sistem yang tepat diterapkan di Indonesia. Karena dalam demokrasi, masyarakat diberi kebebasan untuk berpikir, berpendapat, serta bertindak untuk menyuarakan aspirasinya.

Untuk menyuarakan aspirasi tersebut, tentu saja memerlukan berbagai media. Pers adalah salah satu sarana yang dapat menghimpun pendapat-pendapat tersebut untuk disuarakan. Oleh karena itu, pers tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat.

Di Indonesia, pers mengalami berbagai perkembangan. Hadir ketika zaman kolonial Belanda berkuasa, pers dapat dilihat dari 3 bentuk yaitu pers Belanda, pers Melayu-Tionghoa, dan pers Indonesia. Pers belanda berorientasi untuk mempertahankan hubungan kolonialnya di Indonesia, pers Melayu-Tionghoa lebih menekankan pada peneguhan eksistensi bisnisnya di Indonesia, sedangkan pers Indonesia hadir sebagai pemenuhan Informasi para intelektual Indonesia dalam perjuangan.

Undang-undang nomer 40 tahun 1999 menjelaskan bahwa pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan rmasyarakat yang demokratis. Jika diibaratkan, pers adalah kepanjangan tangan dari masyarakat. Secara pasti, pers menyuarakan kebenaran yang dinanti-nantikan oleh masyarakat. Sedangkan pers mempunyai kewajiban untuk mencari, mengolah, dan menyajikan berita yang perlu diketahui oleh masyarakat.

Akan tetapi jika melihat kenyataan saat ini, seringkali antara pers dan masyarakat kurang klop untuk disejajarkan. Oleh karena itu, sering terjadi perselisihan antara para jurnalis dengan pihak masyarakat di lapangan. Masyarakat enggan dimintai pertanyaan, padahal wartawan diberi tugas untuk meliput dan mencari berita di lokasi tersebut.

Selain itu, masih banyak kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh para wartawan. Contoh yang menghebohkan di tahun 2011 ini adalah peristiwa perampasan vidio berisikan rekaman liputan tawuran antar pelajar oleh siswa SMA Negeri 6 Jakarta yang berujung pada pengeroyokan. Ada lagi kasus tentang Intimidasi dan penganiayaan yang terjadi pada jurnalis kompas dan SCTV ketika meliput kasus kepemilikan narkoba di Pengadilan Negeri Kota Tangerang dengan tersangka Rusman Umar yang merupakan mertua dari Wakil Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah pada 7 November lalu.

Catatan lebih dahsyat terjadi dalam setahun terakhir, 10 wartawan tewas terbunuh. Lima di antaranya terjadi pada tahun 2010, yakni terhadap Ardiansyah, Matrais (Papua), Ridwan Salamun, Alfrets Mirulewan (Maluku), dan Anak Agung Prabangsa (Bali).

Maraknya kasus kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan masyarakat terhadap pers menjadi sebuah keprihatinan tersendiri. Padahal, telah ada UU yang mengatur tentang keberadaan pers. Kemerdekaan dan kebebasan pers dijamin dan dilindungi dalam Undang-undang. Akan tetapi bukan kebebasan dan perlindungan yang didapat, pers seakan-akan telah terabaikan oleh masyarakat.

Pluralnya masyarakat Indonesia memang menuntut pemahaman situasi yang mendalam bagi insan pers Indonesia. Sikap dan pola pikir yang berbeda tersebut seringkali yang memunculkan masalah-masalah dibelakangnya. Mayoritas masyarakat belum sepenuhnya mengerti tentang peran dan fungsi pers. Masyarakat menganggap bahwa pers adalah media yang mencampuri urusan pribadi. Stigma negatif inilah yang seringkali menjadi faktor antipatif masyarakat dalam melihat pers.

Disamping itu, sikap dan etika insan pers seringkali menambah keraguan masyarakat dalam memandang pers. Para aktivis pers kurang mendalami dan menghayati kode etik pers yang telah tersemat dalam setiap tugasnya. Beberapa insan pers sering mengabaikan hak-hak orang lain hanya demi memperoleh sebuah berita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun