Lembaga survei alias pollster sering kali dianggap sebagai peramal. Menggunakan metodologi sampling -- yang dipelajari dalam ilmu statistika -- mereka memprediksi hasil akhir sebuah kontestasi politik.
Survei elektabilitas atau tingkat keterpilihan kandidat memang telah menjadi hal yang populer dilakukan di negara-negara demokrasi -- sekalipun konteks tersebut hanya bagian kecil dari survei opini publik yang umumnya dilakukan.
Para pollster itu menggunakan metodologi yang dimiliki untuk memprediksi hasil akhir Pemilu dan memprediksi kandidat mana yang akan memenangkan kontestasi tersebut.
Mereka memang bukan Pythia -- sekelompok orang yang dianggap punya kebijaksanaan dan mampu meramal masa depan -- dalam kisah Delphic Oracle di era Yunani Kuno. Mereka juga bukan Gamamaru -- kodok besar yang mengenakan toga dalam serial manga Naruto Shippuden -- yang mampu melihat masa depan.
Namun, dengan hitung-hitungan yang tepat, lembaga-lembaga survei itu bisa melihat siapa yang akan menjadi penguasa negeri, bahkan bisa mempengaruhi hasil akhir kontestasi elektoral. Setidaknya hal itulah yang ingin disampaikan oleh mantan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli.
Dalam salah satu pernyataannya yang ditulis oleh portal RMOL, pria yang identik dengan jurus Rajawali Ngepret itu menyebutkan bahwa setidaknya ada 12 lembaga survei yang mempengaruhi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri agar menyetujui pencalonan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2014.
Tanpa merinci lembaga-lembaga survei mana yang ia maksudkan, Rizal Ramli menyebutkan bahwa Megawati sebetulnya masih meragu terkait pencalonan Jokowi tersebut.
Namun, lembaga-lembaga itu merekomendasikan bahwa jika tak mencalonkan Jokowi, suara PDIP akan anjlok ke 12 persen dari posisi elektabilitas yang kala itu menyentuh 16 persen. Sementara jika mencalonkan Jokowi, suara PDIP bisa melonjak hingga 33 hingga 35 persen.
Menurutnya hal itulah yang masih terjadi hingga kini, di mana lembaga survei masih berperan dalam menentukan arah politik nasional -- hal yang dinilai Rizal Ramli cenderung negatif terhadap konteks demokrasi di Indonesia. Tentu pertanyaanya adalah, jika tuduhan Rizal Ramli tersebut benar, masihkah lembaga-lembaga survei itu membantu kandidat tertentu untuk menang pada Pilpres kali ini?Â
Sumber: Pinterpolitik.com