"There are many men of principle in both parties in America, but there is no party of principle." -- Alexis de Tocqueville  Â
Partai Solidaritas Indoenesia (PSI) harus gigit jari setelah nama Mahfud MD tidak disebut dalam pengumuman calon wakil presiden yang akan mendampingi Joko Widodo. PSI adalah pengusung utama agar Mahfud dipasangkan dengan Jokowi.
Dengan drama yang mewarnai hingga detik-detik pengumuman, akhirnya Jokowi memilih Ma'ruf Amin sebagai pendampingnya. Padahal saat itu Mahfud sudah bersiap diri di tempat yang tidak jauh dari lokasi pengumuman. Hal ini tentu saja membuat PSI kecele. Namun, pada akhirnya mereka tetap menerima keputusan Jokowi itu.
Pupusnya harapan PSI ini tidak lain disebabkan oleh dinamika politik yang terjadi di internal koalisi partai pendukung Jokowi. PKB dan PPP dikabarkan mengintervensi pencalonan Mahfud MD, dan "memaksakan" dukungan kepada Ma'ruf Amin.
Terlepas dari hal tersebut, kehadiran PSI dalam kancah perpolitikan nasional tentu membawa rona baru. Dengan mengusung jargon partai politik milenial, PSI dianggap bisa memberi peluang menjadi kendaraan politik alternatif. Partai yang katanya adalah partai anak muda ini menebar narasi pembaharuan politik melalui tangan anak muda dalam aras keberagaman.
Namun, sepak terjang PSIjuga menuai kritikan ketika mereka dekat dengan penguasa. PSI dianggap memanfaatkan figur seperti Jokowi dengan cara merangsek ke dalam kubu koalisi pendukung pemerintah. Tsamara Amany (Ketua DPP) sempat membuat tulisan dengan judul "Anak Muda Mental penjilat?" untuk merespon banyaknya kritikan ke tubuh PSI. Tidak adanya tentangan terhadap Jokowi atas pilihan cawapresnya juga menjadi pertanyaan banyak pihak terhadap partai baru ini.
Lantas, bagaiamana sebenarnya kehadiran PSI dapat dipahami di tengah-tengah politik nasional yang transaksional dan penuh oligarki politik?
PSI, Spesies Match-all Party
Dalam situs resminya PSI mengaku diri sebagai partai politik yang tidak lagi tersandera dengan "kepentingan politik lama, klientelisme, rekam jejak yang buruk, beban sejarah dan citra yang buruk terhadap partai politik sebelumnya". Lebih jauh, mereka menyandarkan pada identitas "kebajikan dan keberagaman".
Dalam artikulasi politik seperti itu, PSI bergerak dengan menggunakan pencitraan sebagai partai bersih, bebas korupsi dan menjadi representasi ideal bagi kemajuan politik karena juga mengusung keberagaman.