Apakah kemudian partai-partai islam ini akan memisahkan diri dari porosnya masing-masing dan membuat poros baru.
Koalisi Ad Hoc
Direktur Eksekutif Kedai Kopi, Hendri Satrio mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi dan ketiga partai ini bisa bersatu kalau berbicara tentang kepentingan umat dan masjid. Ia menyebutnya 'Koalisi Umat', apalagi jika melihat kekuatan NU dan Muhammadiyah di belakangnya.
Namun, jika berkaca pada pengalaman sejarah, hal ini sepertinya sulit terwujud lagi. Kita tentu ingat pada Pemilu 1999, terbentuk Koalisi Poros Tengah yang mewakili partai-partai Islam. Koalisi iniberkontribusi memenangkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden.
Seiring berjalannya waktu, justru Amien Rais lewat PAN-lah yang salah satunya menjatuhkan Gus Dur. Hingga kini, masih banyak pengikut Gus Dur di PKB yang menyimpan catatan pahit tersebut dan menganggap koalisi partai Islam sebagai ide yang buruk. Artinya, sulit untuk melihat koalisi ini terwujud kembali, kecuali benar-benar ada hal besar yang mendesak.
Tentu saja hal ini membuat gamang tiga partai Islam itu. Mereka harus memutar otak agar mendapatkan posisi yang lebih baik, termasuk lewat kemungkinan membentuk poros baru. Dalam sebuah sistem presidensial, dikenal istilah koalisi ad hoc yang atau koalisi untuk isu tertentu yang bisa dilakukan secara temporer
Seorang pengambil kebijakan dapat mengidentifikasi agenda-agenda kebijakannya yang cocok dengan pihak-pihak lain, tidak peduli ia berasal dari koalisi atau oposisi. Agenda A mungkin cocok untuk partai X, agenda B cocok dengan partai Y, dan agenda C dapat didukung partai Z.
Dalam hal ini PAN, PKS, dan PKB dapat membangun koalisi baru untuk mencalonkan kandidat masing-masing. Poros ini tentu tidak bisa dianggap remeh, mesin-mesin tiga partai ini bisa bekerja dengan sangat baik untuk menarik suara.
Contohnya adalah pada pilkada 2018 ini. Kita tahu bahwa PAN menjadi salah satu partai yang memenangkan pilkada di 10 provinsi dan PKS menang di 7 provinsi. Kekuatan militansi kader PKS juga tidak bisa diremehkan, terbukti dari Pilkada Jawa Barat. Saat itu pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu yang didukungnya bisa memperoleh suara yang berbeda sedikit dengan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum, disebut-sebut karena faktor militansi kader PKS.
Sementara itu, meski PKB gigit jari pada Pilgub di Pulau Jawa, namun tidak bisa diremehkan kekuatan NU pada Pilpres nanti, mengingat beberapa nama besar petinggi PKB juga punya posisi penting di NU. Basis-basis NU tentu akan mendengarkan kiai yang mereka junjung.