Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sri, Anak Profesor Cawapres Jokowi

19 Juli 2018   10:04 Diperbarui: 19 Juli 2018   10:14 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemberitaan ini menarik karena The Straits Times yang ada di bawah Singaporean Press Holdings (SPH) punya kedekatan yang sangat erat dengan pemerintah Singapura. Sehingga, apa yang disuarakan oleh media ini seringkali punya "bias" dengan kepentingan pemerintah negara tersebut. Negara yang kita bicarakan ini adalah investor terbesar di Indonesia dengan total investasi US$ 6,1 miliar pada tahun 2017 lalu.

Jika demikian, dengan kesuksesan Sri Mulyani dalam negosiasi divestasi saham Freeport seiring terbitnya Head of Agreement pengambilalihan saham Rio Tinto beberapa minggu terakhir ini, apakah menguatnya dukungan terhadap sang Menkeu menunjukkan bahwa para investor dan pelaku bisnis lebih menyukai Sri Mulyani menjadi cawapres Jokowi?

Anak Profesor, Teknokrat IMF dan World Bank

Sri Mulyani memang bukan tokoh sembarangan. Lahir dan besar di keluarga yang akademis -- mengingat baik ayah maupun ibunya adalah profesor -- kiprah wanita kelahiran Lampung, 26 Agustus 1962 ini telah terlihat sejak muda.

Lulusan Universitas Indonesia dan University Illinois at Urbana-Champaign ini mulai menonjol karirnya ketika menjadi konsultan untuk lembaga USAID pada tahun 2001. Setahun kemudian karirnya meningkat setelah ditunjuk menjadi Direktur Eksekutif IMF mewakili 12 negara Asia Tenggara -- posisi yang kemudian mengantarnya menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2004.


Setahun kemudian, Sri naik pangkat lagi menjadi Menteri Keuangan. Kiprahnya selama pemerintahan SBY dinilai cukup baik, mulai dari pembenahan birokrasi Kementerian Keuangan dari oknum-oknum koruptif, hingga kebijakan-kebijakannya dalam meningkatkan nilai investasi asing langsung.

Menurut catatanThe Wall Street Journal, tahun 2004 nilai investasi asing langsung di Indonesia hanya menyentuh angka US$ 4,6 miliar. Setahun kemudian, jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat menjadi US$ 8,9 miliar -- thanks to Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang dianggap unorthodox atau keluar dari jalur konsep-konsep yang konvensional, namun pada akhirnya berhasil mencapai tujuan keekonomian nasional. Hasilnya, pada tahun 2008 majalah Forbes menempatkan Sri sebagai perempuan paling berpengaruh ke-23 di dunia -- pencapaian yang tidak bisa dianggap enteng.

Kiprah Sri Mulyani mungkin hanya sedikit tercoreng setelah terjadi skandal Bank Century di akhir masa tugasnya. Sri kemudian tidak lagi ikut kabinet SBY di periode kedua kekuasaan sang jenderal. Sejak 2010 hingga 2016, ia melanjutkan kiprah internasionalnya dengan menjadi Direktur Pelaksana di Bank Dunia -- kedudukan yang lagi-lagi tidak bisa dianggap enteng.

Ia baru kembali ke pemerintahan setelah Presiden Jokowi menunjuknya menjadi Menteri Keuangan pada pertengahan 2016 lalu.

Kiprah Sri di era Jokowi memang mendatangkan kritik, tentu saja dari pihak oposisi atau tokoh macam Rizal Ramli. Namun, jika berkaca pada kondisi ekonomi makro saat ini, pencapaian Sri tidaklah buruk. Angka investasi misalnya menunjukkan kecenderungan peningkatan. Sri juga mengklaim angka kemiskinan masyarakat terus menurun. 

Kritik utama terhadap dirinya hanya pada pertumbuhan ekonomi nasional yang stagnan, serta kebijakan utang yang membengkak selama beberapa tahun terakhir. Saat baru diangkat sebagai menteri Jokowi, Sri juga dianggap sebagai tokoh dengan tingkat kepercayaan publik tertinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun