Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

"Mahathir Effect", Generasi Tua, Sudahlah!

4 Juli 2018   14:55 Diperbarui: 4 Juli 2018   15:11 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibat Mahathir Effect, banyak elit politik tanah air mulai ikut-ikutan ingin kembali berkuasa. Politik Indonesia masih terbelenggu gerontocracy?

"Setiap generasi membayangkan diri mereka lebih pandai dibanding generasi sebelumnya dan lebih bijak dari generasi selanjutnya." ~ George Orwell

Bagi kritikus dan juga penulis novel asal Inggris George Orwell, atau yang bernama asli Eric Arthur Blair, sangat wajar bila setiap generasi memandang dirinya lebih baik dari generasi selanjutnya. Namun sebenarnya, bukan atas alasan ini Mahathir Muhammad yang telah berusia 93 tahun memilih kembali menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia.

Pemilu di Negeri Jiran lalu memang begitu fenomenal. Setelah mengundurkan diri di tahun 2003, Mahathir yang telah menjabat sebagai PM Malaysia selama 22 tahun, ternyata masih mendapatkan kepercayaan mayoritas rakyatnya sehingga mampu menggulingkan pemerintahan korup Najib Rajak.

Di tanah air, kemenangan Mahathir ini kemudian dijadikan sebagai momentum bagi para politisi agar dapat mendulang keberuntungan yang sama. Awalnya, momen ini dijadikan partai oposisi, Gerindra, sebagai pendorong semangat dan kepercayaan diri ketua umumnya, Prabowo Subianto.

Namun ternyata momentum ini juga dipergunakan oleh beberapa elit politik dari partai lainnya untuk menjaring kesempatan yang sama, sebut saja Amien Rais. Pendiri PAN ini bahkan terang-terangan mengaku terinspirasi dengan kemenangan Mahathir, sehingga dengan lantang pun ia menyatakan akan maju sebagai capres di Pilpres tahun depan.

View image on Twitter

Upaya mendulang keberuntungan, dengan mengusung politikussenior pun dilakukan oleh Partai Demokrat. Setelah kesempatan mengusung kembali Jusuf Kalla (JK) sebagai wakil presiden untuk ketiga kalinya dibungkam Mahkamah Konstitusi, Partai Biru ini pun mengambil kesempatan tersebut dengan mengusung JK sebagai capres.

Tingginya elektabilitas JK dalam berbagai survei calon wakil presiden, diyakini Demokrat akan mampu mendongkrak popularitas Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Memasangkan tokoh senior seperti JK dengan AHY yang masih baru di dunia perpolitikan, diakui memang kombinasi yang tidak biasa.

Selain Amien dan JK, sebelumnya nama Megawati Soekarnoputri juga sempat disebut-sebut memiliki kesempatan untuk menjajal kembali peruntungannya di Pilpres mendatang. Namun sepertinya, Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut tidak termakan isu dan menyatakan tetap konsisten akan memenangkan Jokowi kembali.

Walau dalam demokrasi para elit politik sepuh tersebut memiliki hak untuk ikut bertarung di Pilpres mendatang, namun benarkah yang mereka lakukan sama dengan yang Mahathir perjuangkan di negaranya? Ataukah para elit politik ini hanya sekedar ikut-ikutan semata dengan tujuan yang berbeda?

Mahathir Effect Hanyalah Mimicry

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun