Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Remehkan Golput

2 Juli 2018   02:43 Diperbarui: 2 Juli 2018   02:48 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahathir dan Najib Razaq (sumber: istimewa)

Golput yang terjadi di masa Orde Baru memang lebih diartikan sebagai gerakan moral untuk memprotes penerapan sistem pemilu yang tidak demokratis saat itu. Kini fenomena tersebut tentu berubah pasca Reformasi.

Angka Golput memang sempat naik di tahun 2009. Hal ini membuat pemerintah dan lembaga pemilihan gencar melakukan berbagai cara guna mengurangi angka golput dan menaikkan angka partisipasi politik yang ada.

Penelitian yang dilakukan oleh Bismar Arianto, mengklasifikasikan adanya faktor internal dan eksternal golput. Faktor internal lebih disebabkan oleh persoalan teknis, seperti tidak menggunakan hak pilih karena sedang bekerja atau sakit. Sementara faktor eksternal terjadi karena persoalan seperti masalah administrasi, sosialisasi, dan sikap politik.

Dalam konteks ini, pemilih bisa saja tidak memilih karena terkendala administrasi. Atau karena faktor sosialisasi yang tidak merata sehingga pemilih merasa tidak perlu menggunakan hak pilihnya.

Menghadapi konteks internal dan eksternal, saat ini pemerintah mulai membenahi dan mengubah mekanisme pemilu. Bila berkaca pada Pilkada lalu, Presiden Jokowi menetapkan hari pencoblosan sebagai hari libur nasional guna mengurangi hambatan faktor internal. Serta sosialisasi yang gencar dilakukan jauh-jauh hari sehingga masyarakat mengetahui pelaksanaan Pilkada.

Golput bagaimana pula berkontribusi memaksa pemerintah untuk menyelenggarakan pemilihan dengan sistem dan mekanisme yang jauh lebih baik. Hal ini sejalan pula dengan teori perubahan paradigma alias paradigm shift yang berbicara tentang perubahan pola terdahulu yang berubah karena adanya sebuah momentum. Baik karena adanya tokoh tertentu maupun perbaikan mekanisme.

Momentum yang berbeda ini ditandai dengan partisipasi publik yang meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dengan demikian, golput tak perlu lagi disamaratakan dengan sikap apatis apalagi ekspresi alienasi terhadap politik dan negara. Tentu, tidak bila jenis golput yang diyakini adalah golput ideologis. Sebab, dengan adanya kesadaran golput itu pula, ternyata harapan politik baru ikut muncul.

Artikel ini pertama kali tayang di Pinterpolitik.com

Sumber: Jangan Remehkan Golput

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun