Selain itu, sosok CT akan memberikan dampak positif terhadap citra Prabowo, khususnya di hadapan para pengusaha. Bukan rahasia lagi jika banyak pengusaha besar di Indonesia masih melihat menantu Soeharto itu dengan segala track record-nya saat aktif di militer sebagai hal yang "misterius" -- jika tidak ingin disebut "menakutkan" -- terutama di seputaran kerusuhan 1998.
Jika mampu berpasangan dengan CT, keduanya tentu saja akan mungkin meraih simpati dari pengusaha-pengusaha besar. Sosok CT akan dilihat sebagai pemimpin yang business friendly, dan dengan sendirinya akan menjadi pengimbang citra "misterius" Prabowo di hadapan banyak pengusaha, katakanlah di antara 20 besar orang-orang terkaya di Indonesia saat ini.
Secara riil, CT mungkin tidak akan banyak bicara soal ideologi dan tetek bengek konsepsi abstrak kebocoran kekayaan negara yang selama ini digembar-gemborkan Prabowo. Tetapi, sangat jelas CT punya kemampuan untuk mengeksekusi segala gagasan tersebut dalam bentuk kebijakan ekonomi yang riil.
CT juga dikenal nasionalis tentu saja karena hubungannya dengan Partai Demokrat yang terkenal sebagai partai nasionalis, sekaligus juga sosok yang agamis karena aktif di Dewan Masjid Indonesia (DMI). Selain itu, secara finansial, Prabowo -- dengan segala isu kekurangan dana politik yang selama ini ditimpakan padanya -- tentu saja akan terbantu, mengingat CT adalah orang terkaya ke-5 di Indonesia saat ini dengan total kekayaan mencapai US$ 3,5 miliar atau hampir Rp 48,5 triliun.
Bahkan, dalam konteks melawan Jokowi, jika memilih CT sebagai cawapres, Prabowo punya peluang yang sangat besar untuk mengalahkan sang petahana. Apalagi jika nantinya Jokowi mendapatkan pasangan yang "dipaksakan" oleh partai pendukung utamanya, PDIP. Isu bahwa partai banteng tersebut berniat memasangkan Jokowi dengan Budi Gunawan (BG) dan Puan Maharani tentu akan menjadi makanan empuk bagi Prabowo-CT, mengingat BG dan Puan dianggap sebagai sosok yang belum terbukti kapabilitasnya.
Spertinya Prabowo sdng kehabisan amunisi, makanya berencana menggandeng CT #kompastv@kompascom--- Jonathan Oei (@JoeJonathanOei) June 17, 2018
Memasangkan Prabowo dengan CT memang terlihat sebagai pilihan yang sangat ideal bagi Gerindra dan oposisi. Namun, persoalannya adalah apakah niatan tersebut juga akan diiyakan oleh Demokrat atau tidak. Yang jelas, partai biru tersebut masih membuka peluang untuk segala kemungkinan koalisi.
CT, Pilihan Tepat Menang Cepat
Dalam mathematical-social science, ada istilah yang disebut exact choice theory. Teori ini menyebutkan bahwa pilihan yang tepat seringkali terjadi dalam keadaan yang fuzzy atau kabur sebagai manifestasi kemampuan rasionalitas para pembuat pilihan.
Konsep ini memang mirip dengan teori rational choice, namun punya dimensi yang berbeda ketika diaplikasikan, terutama karena exact theory seringkali menjadi sangat matematis. Namun, jika gagasan itu diaplikasikan dalam politik, kesebangunan pemikirannya bisa diambil dari konsep tentang "pilihan yang tepat dalam keadaan yang kabur".
Faktor identitas akan sangat mungkin menguatkan posisi CT sebagai exact choice bagi Prabowo. Dalam kondisi politik Indonesia yang serba fuzzy bagi Prabowo -- terlihat dari segala istilah yang digunakannya dalam pidato politiknya dengan pesimisme ketidakpastian masa depan Indonesia -- CT adalah faktor pemenang pertarungan yang paling pasti, setidaknya ketika berhadapan dengan Jokowi. Prabowo akan punya gagasan yang lebih aplikatif jika berpasangan dengan CT.
Memilih CT juga akan membuat Prabowo mampu membentuk koalisi yang efektif dengan seminimal mungkin anggota. Hal ini sesuai dengan pemikiran William H. Riker tentang teori koalisi. Menurut Riker, koalisi pemenang akan lebih besar kemungkinannya terbentuk dari sedikit anggota. Dalam konteks CT, Gerindra hanya butuh Demokrat saja untuk membentuk koalisi, sehingga keduanya akan lebih solid mengupayakan kemenangan mereka.