Mohon tunggu...
Chris Tokan
Chris Tokan Mohon Tunggu... profesional -

Bagi orang BERIMAN TEGUH & BERKEYAKINAN DASYAT, maka KEHIDUPAN menjadi PASTI dan ABADI !!!, walaupun ALLAH mengambil Roh-NYA dari dalam diri kita, akibat DOSA kita di DUNIA ini. ALLAH memisahkan ROH-NYA dengan JIWA-KITA yang tetap HIDUP ABADI, meninggalkan TUBUH kita yang sesungguhnya juga tetap ABADI !!!, namun UNTUK SEMENTARA kembali ke DEBU TANAH mengalami penantian AKHIR ZAMAN !!! Supaya JIWA kita tidak melayang-layang di saat ALLAH mengambil Roh-NYA; Maka YAKIN-lah bahwa KEHIDUPAN itu tetap PASTI dan ABADI, yang mendasari setiap PERBUATAN-KITA di Dunia, demi kemuliaan ALLAH***

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

“Orang Tionghoa” Presiden, Walaupun Seumur Jagung

1 Agustus 2014   05:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:43 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Orang lamaholot yang kekinian mencakup ujung Timur Pulau Flores dengan Pulau-pulau di sekitarnya  yakni  Pulau Adonara, Pulau Solor , Pulau Lembata (Kepulauan Solor),  dalam kajian Ernst Vater mencakup pula Kepulauan Alor (Bdk Ernst Vater. Ata Kiwan, Bibiliographisches Institut Ag/Leipzig, 1932, diindonesiakan oleh S.D. Syah dengan judul yang sama, 1984). Dalam pemetaan suku-suku  yang  mendiami  wilayah itu Ernst  Vater  menyebut  Suku Ile jadi, suku Sina-Jawa,  suku  Keroko Puken,  Suku Serang-Gorang.  Pengelompokan  suku-suku itu  menyata sampai kekinian  yakni  masing-masing menyebut diri sebagai  turunan  yang  awal  menempati  gunung  (Ile jadi) di wilayah itu, yang berlayar datang dari tempat  yang  jauh  Cina-Jawa (Sina-Jawa),  yang berasal  dari arah timur wilayah lamaholot (Keroko Puken)   yang sering  diidentikan dari kepulauan  Maluku  (Serang-Gorang) yakni  dari  kepulauan Seram-   Gorom dan kepuauan  Kai  (Bdk  http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/26/peradaban-lewotanah-lamaholot-dalam-trinitas-kepemimpinan-purba-indonesia-timur-dan-atlantis-yang-hilang/dan https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/cendana-cengkeh-pala-sebagai-pembuka-tabir-misteri-geografis-atlantis-yang-hilan/159206680810587).

Ungkapan sina-jawa sesungguhnya  menggambarkan  arah Timur (Sina/Cina)-Barat (Jawa, Java, Iononia, yunani)  dunia gelombang kedatangan kembali suku-suku yang saling menyatu dan sinergis di wilayah itu dalam meningkatkan  peradaban dan kebudayaan  yang  telah diletakan oleh suku awal  Ile Jadi.  Begitupun ungkapan Keroko Puken sebagai pusat (puken), induk  dari kurban, persembahan yakni korke  (keroko) dari  suku  Serang-Gorang dalam menformat kembali  peradaban dan kebudayaan yang diusung oleh suku Sina-Jawa (Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/gelombang-kedatangan-sebagai-proses-menyatu-arus-ata-lamaholot/119113988153190)

Dengan demikian sesungguhnya ungkapan sina/Tiongha-Jawa  bagi manusia lamaholot selalu melekat  dalam kisah sejarah  sosok hidup dan kehidupannya  sampai  kekinian, tercermarti secara mendalam sebagai suatu dialektika penyatuan dan penguatan kembali ke wilayah Poros, yakni kembali ke usu-asa (asal yang sesungguhnya).  Kata “sina” sesungguhnya bermakna kata sinar, terang, cahaya, yang replikanya dalam kata cina yang menjelaskan  dalam nyata sebuah etnisitas  suku bangsa  yang di sebut  Cina  sebagai simbol wilayah Timur dunia. Sedangkan kata “jawa”  sesungguhnya  orang yang terselamatkan dari  suatu  bencana, yang mulanya dari kata javet, java, iononia, yunani, yang replikanya sebagai suku bangsa  Jawa sebagai alias orang Yunani simbol wilayah Barat dunia (Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menelusuri-poros-surga-atlantis-yang-hilang-dalam-makna-kata-adonai-dan-yahwe/172423869488868 ). Tercermarti paduan kata  “cina-jawa”,  bermakna hakiki tentang cahaya  (terang, sinar)  yang menyelamatkan. Indikasinya  ada tempat, desa di pulau Adonara dengan  sebutan  “Terong Lewo Jawa”,  bermakna hakikinya  sebagai  terang (terong) yang menuntun (melindungi=Lewo) kepada keselamatan.

Kembali ke ramalan bahwa “kalau indonesia menjadi makmur, maka tandanya adalah kalau orang cina sudah menjadi  presiden indonesia, walaupun usia kekuasaan  seumur jagung. ...”. Merujuk kepada kehakikian makna magis-religius “sina-jawa”,  maka dapat menuntun pemahaman dan pemakluman  dialektika pilpres kekinian dan akan datang.  Dialektika  tentang pengaruh dan kepentingan orang Cina,  orang Kristen  (Katolik, Protestan), orang Islam ( NU, Muhamadiyah),  Barat (Amerika,cs) dan  Militer.  Pemahaman dan pemakluman dimaksud demi selalu merawat dan menumbuhkan  optimisme terhadap: (1) proses  pilpres  dan hasilnya  yang  diumumkan oleh KPU tanggal 22 Juli  2014,  (2) proses pilpres  dan hasilnya itu  didaftarkan  gugatannya  ke Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal  25 Juli  2014, (3) situasi perpolitikan bangsa pasca hasil keputusan MK nanti  antara tanggal 21-25 Agustus 2014 dan sampai kepada pelantikan presiden yang terjadwalkan  tanggal  20 Oktober  2014, (4) dinamika kehidupan bangsa  ke depan  pasca  pelantikan  presiden  yang baru.

Merujuk  kelanjutan  ramalan bahwa  “saat itu   keadaan masyarakat indonesia  adil dan maut dalam kekuasaan presiden (walaupun) mungkin  seumur jagung itu, baru menyusul presiden berikut yang  benar-benar  memimpin indonesia  menuju  masyarakat yang  adil dan makmur”. Termaknakan  bahwa  kalaupun seumur jagung atau bahkan lebih dari itu, kekuasaan  itu dalam keadilan dan maut, yakni  yang  benar dan baik  mendatangkan  keadilan,  yang salah  dan jahat menunai maut. Dengan demikian  orang yang dalam kekuasaan  dan atau di luar  kekuasaan, terlebih yang sedang berkuasa  selalu dalam tuntutan  waktu pemurnian diri, yakni revolusi  putih menurut  capres-cawapres  Prabowo-Hata dan revolusi  mental menurut capres-cawapres  Jokowi-JK (Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menyimak-revolusi-putih-dan-revolusi-mental-manusia-indonesia/716242675106982).  Tuntutan  pemurnian diri  para penguasa itu  menjadi sebuah kewajiban  selama  setahun ke depan  sejak 17 Agustus 2014 sampai dengan 16 Agustus 2015 menyongsong  genap  usia 70 tahun  kemerdekaan Indonesia.

Masyarakat  adil  dan Makmur

Setelah 70 tahun kemerdekaan yang terjebak dalam ketidakadilan politik  dan ekonomi  dunia mengakibatkan ketidakmakmuran,  maka secara natural Indonesia  mengalami tuntutan pemurnian kemerdekaan  yang sesungguhnya (revolusi putih-revolusi  mental). Sina-Jawa (Timur-Barat) simbol pertikaian dunia Timur dengan dunia Barat selama ini (mengulang dalam pilpres) yang sesungguhnya mengundang kedatangan  “cahaya yang memberi selamat,”  kelak mulai  kembali menyatu dan sinergis   di Poros.   Karena  di Poros  itu sesungguhnya awal  hidup dan kehidupan  yang  kemudian     menyebar ke Timur  dan  menabur ke  Barat (Bdk  Stephen Oppenheimer dalam bukunya “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia” 1998, diindonesiakan  “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara”  2010, https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/nusa-tenggara-maluku-dalam-penelusuran-penyebaran-awal-manusia-di-dunia/359452297452690dan https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/bahasa-austronesia-sumber-asli-bahasa-dunia-dan-awal-mula-penyebaran/417743704956882)

Dalam  kerangka  akademis  menggariskan  dunia Timur  mengutamakan yang  nyata,  materi, raga,  badan.  Sedangkan  dunia Barat  mengutamakan  yang ideal, abstrak, jiwa,  pemikiran. Dalam filsafatnya  Plato  dikenal  filsafat  “Dua Dunia”  yakni  dunia  pikiran dan dunia raga. Walaupun  filsuf Aristoteles  megoreksi   dengan  filsafat “Satu Dunia,”  bahwa  yang  nyata  itu  raga saja karena  jiwa, pikiran ada dalam raga, sehingga dikenal  juga dengan  filsafat  materialisme.  Namun era filsuf  Emanuel  Kant  kembali  mengkritisi “Dua Dunia”nya  filsuf Plato dan “Satu Dunia”nya filsuf Aristoteles.  Bahwa  di antara dunia jiwa  dan duna badan itu, tentu  ada sesuatu  hal  yang  menyatukan,  sehingga  filsafat  Kant dikenal sebagai “Dialektika”.    Di era  filsuf  Hegel  dan filsuf  Marx  meramaikan  kembali  “Dua Dunia”nya  filsuf Plato dan “Satu Dunia”nya filsuf Aristoteles.  Hegel  berpendirian bahwa  yang lebih dahulu ada,  adalah dunia jiwa, pikiran (filsafat idealisme), sedangkan Karl Marx  berpendapat  bahwa  yang  lebih dahulu  ada,  adalah dunia raga, kenyataan    (filsafat materialisme).

Kekeliruan  filsafat  idealisme  Hegel  mensetarakan  dunia jiwa dengan dunia roh,   yang sesungguhnya  roh itu  menyatu-hidupkan dunia  jiwa  dengan dunia raga, terpahami dalam fisafat Pancasila penggalian Bung Karno .  Roh itu menegaskan  Poros,  Raga menjelaskan Timur, Sina (Cina), sinar, cahaya, terang, sedangkann  Jiwa  menunjuk ke Barat, jawa , java, iononia (Yunani).  Filsafat  Pancasila   (Roh)  sesungguhnya  poros bumi, poros kehidupan awal  dunia yang menyebar ke Timur (filsafat materialisme)  dan  menabur  ke Barat (filsafat idealisme) Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/awal-mula-kehidupan-adalah-roh-dari-ketiadaan-melalui-ketiadaan-menuju-ketiadaan/264845040246750.  Mencintai diri, ego,  kelompok, suku, agama, golongan, individualisme  (kapitalisme  sebagai  penjabaran filsafat idealisme, barat). Mengasihi  sesama,  mengutamakan  kepentingan umum, sosial (sosialisme  sebagai penjabaran filsafat  materialime,  Timur).  Menyeimbangkan,  menserasi-selaraskan  kapitalisme dengan sosialisme,  terjelaskan  dalam  Pancasila.

Kembali kepada filsafat Dua Dunia dari Plato, maka dunia  jiwa itu cinta (kapitalisme), sedangkan dunia raga itu kasih (sosialisme) !!!! jadilah CINTA-KASIH. Pendialektikan atau yang menyatu-hidupkan JIWA (kapitalis) dengan RAGA (sosialis) adalah ROH, nilai, ideologi (Pancasila) !!!! Dengan demikian Pancasila sebagai dasar filsafat berbangsa dan bernegara Indonesia, maka sesungguhnya sila-silanya merupakan perumusan kembali kesempurnaan dialektika kemuliaan kehidupan dalam bahasa Roh tentang peradaban dan kebudayaan dunia yang hilang (Atlantis yang Hilang) Bdk  https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/alpha-omega-gagasan-pengulangan-plato-mengungkap-misteri-surga-yang-hilang/494511200613465. Bahasa Roh ibarat cermin yang memantulkan kemuliaan manusia (revolusi putih) dan menegaskan  mental (karakter/watak, revolusi mental) manusia indonesia yang pancasilais, sebagai modal dasar pengelolaan kedaulatan pangan dan energi nasional. Berkedaulatan pangan dan energi nasional demi kedasyatan  ketahanan  nasional  dalam negeri  agar bangsa indonesia mampu menegakan kemanusiaan dalam keadilan politik dan ekonomi   di panggung  pergaulan internasional. Dalam dasar  pemahaman demikian  diletakan  pemurnian  kemerdekaan  indonesia  yang sesungguhnya setelah 70 tahun merdeka,  sehingga  penataan kehidupan    berbangsa dan bernegara  indonesia  menjadi  masyarakat  yang adil dan makmur.***

Dataran  Oepoi,  Kota  Karang Kupang,  Tanah Timor,  31 Juli  2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun