Orang lamaholot yang kekinian mencakup ujung Timur Pulau Flores dengan Pulau-pulau di sekitarnya yakni Pulau Adonara, Pulau Solor , Pulau Lembata (Kepulauan Solor), dalam kajian Ernst Vater mencakup pula Kepulauan Alor (Bdk Ernst Vater. Ata Kiwan, Bibiliographisches Institut Ag/Leipzig, 1932, diindonesiakan oleh S.D. Syah dengan judul yang sama, 1984). Dalam pemetaan suku-suku yang mendiami wilayah itu Ernst Vater menyebut Suku Ile jadi, suku Sina-Jawa, suku Keroko Puken, Suku Serang-Gorang. Pengelompokan suku-suku itu menyata sampai kekinian yakni masing-masing menyebut diri sebagai turunan yang awal menempati gunung (Ile jadi) di wilayah itu, yang berlayar datang dari tempat yang jauh Cina-Jawa (Sina-Jawa), yang berasal dari arah timur wilayah lamaholot (Keroko Puken) yang sering diidentikan dari kepulauan Maluku (Serang-Gorang) yakni dari kepulauan Seram- Gorom dan kepuauan Kai (Bdk http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/26/peradaban-lewotanah-lamaholot-dalam-trinitas-kepemimpinan-purba-indonesia-timur-dan-atlantis-yang-hilang/dan https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/cendana-cengkeh-pala-sebagai-pembuka-tabir-misteri-geografis-atlantis-yang-hilan/159206680810587).
Ungkapan sina-jawa sesungguhnya menggambarkan arah Timur (Sina/Cina)-Barat (Jawa, Java, Iononia, yunani) dunia gelombang kedatangan kembali suku-suku yang saling menyatu dan sinergis di wilayah itu dalam meningkatkan peradaban dan kebudayaan yang telah diletakan oleh suku awal Ile Jadi. Begitupun ungkapan Keroko Puken sebagai pusat (puken), induk dari kurban, persembahan yakni korke (keroko) dari suku Serang-Gorang dalam menformat kembali peradaban dan kebudayaan yang diusung oleh suku Sina-Jawa (Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/gelombang-kedatangan-sebagai-proses-menyatu-arus-ata-lamaholot/119113988153190)
Dengan demikian sesungguhnya ungkapan sina/Tiongha-Jawa bagi manusia lamaholot selalu melekat dalam kisah sejarah sosok hidup dan kehidupannya sampai kekinian, tercermarti secara mendalam sebagai suatu dialektika penyatuan dan penguatan kembali ke wilayah Poros, yakni kembali ke usu-asa (asal yang sesungguhnya). Kata “sina” sesungguhnya bermakna kata sinar, terang, cahaya, yang replikanya dalam kata cina yang menjelaskan dalam nyata sebuah etnisitas suku bangsa yang di sebut Cina sebagai simbol wilayah Timur dunia. Sedangkan kata “jawa” sesungguhnya orang yang terselamatkan dari suatu bencana, yang mulanya dari kata javet, java, iononia, yunani, yang replikanya sebagai suku bangsa Jawa sebagai alias orang Yunani simbol wilayah Barat dunia (Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menelusuri-poros-surga-atlantis-yang-hilang-dalam-makna-kata-adonai-dan-yahwe/172423869488868 ). Tercermarti paduan kata “cina-jawa”, bermakna hakiki tentang cahaya (terang, sinar) yang menyelamatkan. Indikasinya ada tempat, desa di pulau Adonara dengan sebutan “Terong Lewo Jawa”, bermakna hakikinya sebagai terang (terong) yang menuntun (melindungi=Lewo) kepada keselamatan.
Kembali ke ramalan bahwa “kalau indonesia menjadi makmur, maka tandanya adalah kalau orang cina sudah menjadi presiden indonesia, walaupun usia kekuasaan seumur jagung. ...”. Merujuk kepada kehakikian makna magis-religius “sina-jawa”, maka dapat menuntun pemahaman dan pemakluman dialektika pilpres kekinian dan akan datang. Dialektika tentang pengaruh dan kepentingan orang Cina, orang Kristen (Katolik, Protestan), orang Islam ( NU, Muhamadiyah), Barat (Amerika,cs) dan Militer. Pemahaman dan pemakluman dimaksud demi selalu merawat dan menumbuhkan optimisme terhadap: (1) proses pilpres dan hasilnya yang diumumkan oleh KPU tanggal 22 Juli 2014, (2) proses pilpres dan hasilnya itu didaftarkan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 25 Juli 2014, (3) situasi perpolitikan bangsa pasca hasil keputusan MK nanti antara tanggal 21-25 Agustus 2014 dan sampai kepada pelantikan presiden yang terjadwalkan tanggal 20 Oktober 2014, (4) dinamika kehidupan bangsa ke depan pasca pelantikan presiden yang baru.
Merujuk kelanjutan ramalan bahwa “saat itu keadaan masyarakat indonesia adil dan maut dalam kekuasaan presiden (walaupun) mungkin seumur jagung itu, baru menyusul presiden berikut yang benar-benar memimpin indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur”. Termaknakan bahwa kalaupun seumur jagung atau bahkan lebih dari itu, kekuasaan itu dalam keadilan dan maut, yakni yang benar dan baik mendatangkan keadilan, yang salah dan jahat menunai maut. Dengan demikian orang yang dalam kekuasaan dan atau di luar kekuasaan, terlebih yang sedang berkuasa selalu dalam tuntutan waktu pemurnian diri, yakni revolusi putih menurut capres-cawapres Prabowo-Hata dan revolusi mental menurut capres-cawapres Jokowi-JK (Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menyimak-revolusi-putih-dan-revolusi-mental-manusia-indonesia/716242675106982). Tuntutan pemurnian diri para penguasa itu menjadi sebuah kewajiban selama setahun ke depan sejak 17 Agustus 2014 sampai dengan 16 Agustus 2015 menyongsong genap usia 70 tahun kemerdekaan Indonesia.
Masyarakat adil dan Makmur
Setelah 70 tahun kemerdekaan yang terjebak dalam ketidakadilan politik dan ekonomi dunia mengakibatkan ketidakmakmuran, maka secara natural Indonesia mengalami tuntutan pemurnian kemerdekaan yang sesungguhnya (revolusi putih-revolusi mental). Sina-Jawa (Timur-Barat) simbol pertikaian dunia Timur dengan dunia Barat selama ini (mengulang dalam pilpres) yang sesungguhnya mengundang kedatangan “cahaya yang memberi selamat,” kelak mulai kembali menyatu dan sinergis di Poros. Karena di Poros itu sesungguhnya awal hidup dan kehidupan yang kemudian menyebar ke Timur dan menabur ke Barat (Bdk Stephen Oppenheimer dalam bukunya “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia” 1998, diindonesiakan “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara” 2010, https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/nusa-tenggara-maluku-dalam-penelusuran-penyebaran-awal-manusia-di-dunia/359452297452690dan https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/bahasa-austronesia-sumber-asli-bahasa-dunia-dan-awal-mula-penyebaran/417743704956882)
Dalam kerangka akademis menggariskan dunia Timur mengutamakan yang nyata, materi, raga, badan. Sedangkan dunia Barat mengutamakan yang ideal, abstrak, jiwa, pemikiran. Dalam filsafatnya Plato dikenal filsafat “Dua Dunia” yakni dunia pikiran dan dunia raga. Walaupun filsuf Aristoteles megoreksi dengan filsafat “Satu Dunia,” bahwa yang nyata itu raga saja karena jiwa, pikiran ada dalam raga, sehingga dikenal juga dengan filsafat materialisme. Namun era filsuf Emanuel Kant kembali mengkritisi “Dua Dunia”nya filsuf Plato dan “Satu Dunia”nya filsuf Aristoteles. Bahwa di antara dunia jiwa dan duna badan itu, tentu ada sesuatu hal yang menyatukan, sehingga filsafat Kant dikenal sebagai “Dialektika”. Di era filsuf Hegel dan filsuf Marx meramaikan kembali “Dua Dunia”nya filsuf Plato dan “Satu Dunia”nya filsuf Aristoteles. Hegel berpendirian bahwa yang lebih dahulu ada, adalah dunia jiwa, pikiran (filsafat idealisme), sedangkan Karl Marx berpendapat bahwa yang lebih dahulu ada, adalah dunia raga, kenyataan (filsafat materialisme).
Kekeliruan filsafat idealisme Hegel mensetarakan dunia jiwa dengan dunia roh, yang sesungguhnya roh itu menyatu-hidupkan dunia jiwa dengan dunia raga, terpahami dalam fisafat Pancasila penggalian Bung Karno . Roh itu menegaskan Poros, Raga menjelaskan Timur, Sina (Cina), sinar, cahaya, terang, sedangkann Jiwa menunjuk ke Barat, jawa , java, iononia (Yunani). Filsafat Pancasila (Roh) sesungguhnya poros bumi, poros kehidupan awal dunia yang menyebar ke Timur (filsafat materialisme) dan menabur ke Barat (filsafat idealisme) Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/awal-mula-kehidupan-adalah-roh-dari-ketiadaan-melalui-ketiadaan-menuju-ketiadaan/264845040246750. Mencintai diri, ego, kelompok, suku, agama, golongan, individualisme (kapitalisme sebagai penjabaran filsafat idealisme, barat). Mengasihi sesama, mengutamakan kepentingan umum, sosial (sosialisme sebagai penjabaran filsafat materialime, Timur). Menyeimbangkan, menserasi-selaraskan kapitalisme dengan sosialisme, terjelaskan dalam Pancasila.
Kembali kepada filsafat Dua Dunia dari Plato, maka dunia jiwa itu cinta (kapitalisme), sedangkan dunia raga itu kasih (sosialisme) !!!! jadilah CINTA-KASIH. Pendialektikan atau yang menyatu-hidupkan JIWA (kapitalis) dengan RAGA (sosialis) adalah ROH, nilai, ideologi (Pancasila) !!!! Dengan demikian Pancasila sebagai dasar filsafat berbangsa dan bernegara Indonesia, maka sesungguhnya sila-silanya merupakan perumusan kembali kesempurnaan dialektika kemuliaan kehidupan dalam bahasa Roh tentang peradaban dan kebudayaan dunia yang hilang (Atlantis yang Hilang) Bdk https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/alpha-omega-gagasan-pengulangan-plato-mengungkap-misteri-surga-yang-hilang/494511200613465. Bahasa Roh ibarat cermin yang memantulkan kemuliaan manusia (revolusi putih) dan menegaskan mental (karakter/watak, revolusi mental) manusia indonesia yang pancasilais, sebagai modal dasar pengelolaan kedaulatan pangan dan energi nasional. Berkedaulatan pangan dan energi nasional demi kedasyatan ketahanan nasional dalam negeri agar bangsa indonesia mampu menegakan kemanusiaan dalam keadilan politik dan ekonomi di panggung pergaulan internasional. Dalam dasar pemahaman demikian diletakan pemurnian kemerdekaan indonesia yang sesungguhnya setelah 70 tahun merdeka, sehingga penataan kehidupan berbangsa dan bernegara indonesia menjadi masyarakat yang adil dan makmur.***
Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 31 Juli 2014