Mohon tunggu...
Pinondang Hutauruk
Pinondang Hutauruk Mohon Tunggu... -

Saya seorang wiraswastawan suka membaca.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Let It Be, Prabowo!

2 Agustus 2014   16:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:36 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang pria sedang berboncengan dengan seorang wanita menggunakan sepeda motor. Lalu tiba-tiba sebuah sepeda motor menghadangnya, seperti gaya polisi patroli menghadang penjahat. Di atasnya ada seorang wanita memegang setang dan seorang pria di boncengannya. Dengan meyakinkan si wanita turun dari motor menghampiri pria dan wanita yang masih duduk di atas motor. Adegan ini adalah seorang ibu rumah tangga yang merasa yakin telah memergoki suaminya selingkuh. Si pria di motor yang disebut pertama adalah sang suami sedangkan wanita dengan motor yang menghadangnya adalah sang isteri bersama pria yang sehari-hari telah ditugasi sang isteri untuk memata-matai sang suami yang diyakini oleh sang isteri telah curang, selingkuh.

Seperti inilah kondisi yang dialami Prabowo-Hatta saat ini. Dengan kecurigaan yang setinggi langit Prabowo merasa telah menangkap basah Jokowi melakukan perselingkuhan alias kecurangan dalam Pilpres 2014 yang berbiaya tak sedikit ini. Pasangan selingkuh Jokowi pun jelas disebutkan dalam gugatannya: KPU yang telah menetapkan dan mengesahkan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres.

Menganalisa analogi adegan sang isteri 'menangkap basah' sang suami di atas, dapat diberikan butir-butir penting berikut:
1. Bahwa fakta sang suami berboncengan dengan seorang wanita tidak menjadi bukti kuat antara keduanya telah tejadi hubungan tak lazim berupa perzinahan. Boleh jadi keadaan berboncengan terjadi secara spontan dengan tujuan tertentu di luar niat perzinahan. Menunjukkan sebuah alamat, misalnya.

2. Kondisi sang isteri sendiri berboncengan dengan pria lain yang telah diminta sang isteri untuk mengintai gerak-gerik sang suami justru dapat memberi petunjuk bahwa di antara sang isteri dan si pria memiliki hubungan khusus hingga taraf perzinahan.

Saya telah mendapatkan soft copy dan telah membaca keseluruhan gugatan tertulis Prabowo-Hatta dengan judul 'Permohonan Perselisihan' yang materinya berjumlah 146 halaman. Pokok gugatannya sederhana : adanya penggelembungan suara untuk Jokowi-JK sebesar 1,5 juta dan penggembosan suara Prabowo-Hatta sebesar 1,2 juta serta suara pemilih bermasalah dalam jumlah besar mencapai 22 jutaan. O rang awam dengan logika standar pun dapat menilai kesemrawutan dan kejanggalan materi gugatan ini. Di antaranya, kalau dalam gugatan atas dasar suara bermasalah sebesar 22 jutaan ditambah 1,5 jutaan  dengan total 24 jutaan suara dimintakan pemilihan ulang bagaimana mungkin Prabowo-Hatta sampai kepada angka jumlah suara untuk masing-masing capres/cawapres yang disebut Prabowo-Hatta sebagai angka yang  BENAR dimana disebutkan Prabowo-Hatta menang dengan selisih 704 ribuan suara. Hal lain yang telah ramai diributkan di media adalah persentase jumlah suara yang benar versi gugatan jika dijumlahkan ternyata berjumlah 99,99 % bukan 100 % sebagaimana tertulis dalam tabulasi versi Prabowo-Hatta. Hal yang membuat banyak kalangan menyebut kubu Prabowo-Hatta tak bisa berhitung menuai tawa. Kesan tak siap menjadi kontras dalam gugatan ini. Hal lain yang dapat dicatat adalah penggunaan istilah yang tidak konsisten seperti dalam kata 'massif' dan 'masif' di mana lebih dominan menggunakan istilah massif. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia-KBBI ejaan yang benar adalah 'masif'. Menarik bahwa istilah ini sebenarnya awalnya digunakan oleh kubu Jokowi-JK untuk menggambarkan pengadaan dan peredaran tabloid hitam Obor Rakyat saat merebaknya di awal masa kampanye. Satu hal yang juga penting dalam gugatan tak disinggung soal hacker yang selama ini disebut-sebut sebagai biang manipulasi data suara.

Dari semua pernak-pernik sepak terjang masing-masing capres/cawapres dan hiruk pikuk Pilpres yang menghebohkan ini dapat dirangkum demikian:

1. Pengadaan dan peredaran tabloid hitam Obor Rakyat yang didukung dana yang tak sedikit sangat mungkin diketahui bahkan diotaki oleh Prabowo-Hatta sendiri. Saat ini ada teori bahwa tabloid itu direkayasa oleh kubu Jokowi-JK sendiri untuk menciptakan kesan terzolimi dengan tujuan meraup simpati rakyat, ini mengada-ada.

2. Telah terbukti secara meyakinkan kebohongan pernyataan Prabowo yang siap kalah. Telah jelas bahwa Prabowo dipenuhi syak wasangka dan sesungguhnya Prabowo tak layak untuk maju sebagai capres.

3. Dari sikapnya telah terbaca bahwa seorang Prabowo adalah pribadi yang sangat njelimet dalam urusan keuangan dalam arti sifat sebenarnya adalah pelit dan hitung-hitungan sampai hal terkecil. Dengan uang yang telah dikeluarkannya Prabowo telah membuat harga mati bahwa dirinya harus menang tidak ada istilah kalah, kebalikan dari slogan siap kalah yang berulang kali digaungkannya. Bahwa sikap harus menang ini terlihat dari kegusaran Prabowo atas sikap Jokowi yang tak pernah menyampaikan siap kalah kecuali dalam deklarasi bersama saat mengawali kampanye. Itu bentuk nyata Prabowo minta ketegasan Jokowi siap kalah karena meyakini dirinya pasti menang. Sifat tak siap kalah ini lah yang sangat mungkin menggerakkan Timsesnya untuk memberi informasi palsu lewat quick count lembaga abal-abal yang dapat dibayar. Mereka tahu Prabowo tak akan menerima kekalahan dan paling tidak dapat memperpanjang masa pertandingan.

4. Telah terbaca kelemahan gugatan Prabowo ini sekaligus bayangan kekalahannya yang tragis.

Sungguh tak mudah memang membaca apa yang akan terjadi sebelum proses Pilpres ini benar-benar tuntas. Saat awal kampanye cukup mengkhawatirkan efek tabloid hitam Obor Rakyat dengan muatan SARAnya. Fakta beberapa even lomba semacam Indonesian Idol dan X-Factor Indonesia selalu diwarnai polarisasi ke dalam dua kubu: yang membawa bendera agama mayoritas dan yang menilai berdasarkan kualitas tidak mementingkan agama yang dianut, pertarungan mana sangat berimbang dan sulit memprediksi siapa yang akan menang. Tentang ini saya pernah menuliskan di sini :  http://politik.kompasiana.com/2014/07/03/pilpres-2014-indonesian-idol-dan-x-factor-indonesia-662185.html
Hal ini sekaligus membuktikan perkiraan saya dalam tulisan itu mengenai kemenangan Jokowi-JK terbukti.

Lalu bagaimanalah kita menyikapi Prabowo ini.

Pada tahap ini saya ingin menekankan soal mafia migas yang cukup mengemuka dalam masa kampanye Pilpres ini. Bahwa cukup kencang informasi kedekatan kubu Prabowo-Hatta dengan sosok mafia migas yang cukup dikenal kalangan perminyakan. Hatta sendiri mengakui walau menepis istilah dekat. Diketahui bahwa rumah Polonia markas Timses Prabowo-Hatta dibeli noleh sang mafia dan dipinjamkan kepada Timses Prabowo-Hatta. Dari sini saja sudah terbaca ancaman buat negeri ini jika kubu ini menang akan tak bergigi menyerang mafia migas. Sebaliknya malah akan berkolusi.

Berbahagialah negeri ini yang dapat secara kompak menentukan nasib bangsanya. Memberi mandat pada orang yang tepat bukan pada sekelompok penjahat. Tuhan mestilah telah membuka hati rakyat ini.

Harus diakui bahwa bangsa ini telah terbelah dua dalam Pilpres ini. Di masing-masing kubu ada juimlah besar kaum mayoritas muslim. Pada kenyataan kaum minoritas bisa jadi merupakan penentu kemenangan Jokowi-JK.  Entah kebetulan tepat di tanggal 22 Juli saat pengumuman oleh KPU muncul video ISIS yang menghebohkan.

Saya jadi terhenyak. Apakah seorang Prabowo akan menjelma menjadi pengacau di kemudian hari? Haruskah bangsa ini ciut?

Di mana rasa kebenaran dan kejujuran yang digembar-gemborkan Prabowo itu?

Atau...... benarkah pendapat bahwa semasa aktif di TNI seorang Prabowo memposisikan diri dalam kelompok sang Panglima yang membawa atribut agama dengan istilah ABRI Hijau?

Damailah negeriku.

Jika ada sekumpulan tembang untuk digambarkan kepada dirinya kita dapat memilihkan beberapa yang tepat. Atau satu tembang pun jadilah.

Tembang 'Ebony And Ivory' milik Paul Mc Cartney menggambarkan persatuan Indonesia. Cocoknya itu buat Jokowi-JK yang telah dengan elegan menggaungkan salam tiga jari persatuan Indonesia.

Satu tembang ternyata pas  buat kedua kubu yang bertarung untuk memimpin Indonesia ke arah yang lebih baik ini. Seakan muncul dari kesenyapan melalui denting piano syahdu.

Prabowo tak dapat terus mengenakan topengnya. Setelah ini mungkin dia akan menerapkan praktik gerilya terhadap pemerintahan yang sah.

Sesungguhnya Prabowo harus menghayati tembang ini. Kalau masih punya hati nurani, dan sungguh mencintai bangsanya seperti diucapkannya.

When I find myself in times of trouble
Mother Mary comes to me
Speaking words of wisdom
Let It Be

And in the hours of darkness
She is standing right in front of me
Whisper words of wisdom
Let It Be

............................

#RAKYAT TURUT MENDOAKANMU DALAM MASA SULITMU INI, PRABOWO#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun