Disusun oleh: Pinkan Amanda Putri
Â
A. Latar Belakang
Di bidang fisika dan optik, menentukan panjang gelombang cahaya polikromatik merupakan aspek penting dalam mempelajari sifat dan perilaku cahaya. Cahaya polikromatik adalah cahaya yang terdiri dari banyak gelombang komponen dengan panjang gelombang yang berbeda. Panjang gelombang cahaya polikromatik biasanya diukur dengan metode spektroskopi, yang melibatkan penggunaan prinsip interferensi atau difraksi.
Sebagai gelombang, cahaya memiliki sifat gelombang yang umum, yaitu mengalami difraksi, interferensi, pemantulan, dan pembiasan. Sifat-sifat cahaya sebagai gelombang elektromagnetik telah didemonstrasikan secara eksperimental oleh Thomas Young dan Heinrich Hertz. Cahaya sebagai partikel mampu menghasilkan partikel elektron dari ikatan atom melalui percobaan efek fotolistrik Einstein. Salah satu percobaan yang membuktikan bahwa cahaya adalah gelombang adalah percobaan Thomas Young melalui celah ganda Young (Khumaeni, 2022).
Celah ganda merupakan salah satu fenomena fisika yang menarik untuk dipelajari ketika membahas gelombang cahaya. Menariknya, cahaya yang melewati celah ganda yang dipisahkan oleh jarak tertentu mengganggu karena gelombang dengan frekuensi yang sama saling bertabrakan. Interferensi yang terjadi dapat berupa interferensi konstruktif maupun interferensi destruktif. Selanjutnya hasil interferensi ini menghasilkan pola terang dan gelap pada layer (Haning, Adi, 2018).
Menurut Pedrotti (2017) Interferensi dua celah sederhana melibatkan dua celah sempit yang ditempatkan sejajar dan berjarak agak jauh. Ketika sinar polikromatik melewati celah ganda, interferensi terjadi antara gelombang yang dihasilkan oleh setiap celah. Interferogram yang terbentuk pada layar tampilan dapat digunakan untuk menentukan perbedaan jalur optik antara dua gelombang interferensi yang dihasilkan oleh celah. Dalam interferensi celah ganda, perbedaan jalur optik ini dapat dikaitkan dengan perbedaan panjang gelombang dari cahaya polikromatik yang digunakan. Menggunakan konsep interferensi, panjang gelombang cahaya polikromatik dapat dihitung dengan presisi tinggi dengan mengukur posisi nilai intensitas cahaya maksimum dan minimum dalam interferogram.
Oleh karena itu, artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai interferensi cahaya, prinsip interferensi, interferensi celah ganda, gelombang cahaya, sinar polikromatik, serta membahas peran penting dalam memahami cara menentukan panjang gelombang sinar polikromatik melalui interferensi celah ganda sederhana.
B. Pembahasan
1. Gelombang Cahaya
Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang dapat dilihat dengan mata. Sumber cahaya memancarkan energi, beberapa di antaranya diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh gelombang elektromagnetik. Kecepatan rambat  gelombang (v) elektromagnetik di ruang bebas sama dengan 3x108m/s . Jika frekuensi (f) dan panjang gelombang (λ), maka:
λ = v/f ...(1)
dimana: λ  adalah panjang gelombang  (m)
         v adalah kecepatan cahaya (m/s)
         f adalah frekuensi (Hz)
Cahaya tampak memiliki panjang gelombang mulai dari 340 nanometer (nm) hingga 700 nanometer (nm), dan jika dijelaskan, cahaya ini akan terdiri dari beberapa daerah warna, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (Pamungkas, et al., 2015).
Cahaya sebagai gelombang elektromagnetik dan spektrum Elektromagnetik. Cahaya tampak hanyalah salah satu jenis gelombang elektromagnetik yang terdeteksi dalam interval yang lebar, dan dikelompokkan dalam spektrum elektromagnetik, yaitu daerah jangkauan panjang gelombang yang merupakan bentangan radiasi elektromagnetik. Cahaya tampak yang dihasilkan melalui suatu pijaran juga disebabkan karena elektron yang mengalami percepatan di dalam filamen panas (Rokhaniyah, 2019).
Fase cahaya mengacu pada posisi relatif getaran gelombang pada suatu titik dalam waktu. Secara sederhana, fase cahaya menunjukkan di mana gelombang cahaya berada dalam siklus getaran saat melintasi suatu titik. Fase cahaya dinyatakan dalam radian atau derajat, dan dapat berubah seiring dengan waktu atau saat cahaya berinteraksi dengan medium atau objek lain. Perubahan fase cahaya dapat terjadi karena perubahan panjang gelombang, waktu tempuh, atau pengaruh dari efek interferensi atau difraksi (Aksan, 2023).
2. Sinar Polikromatik
Sinar Polikromatik merupakan cahaya putih yang dapat diuraikan menjadi banyak warna yang indah. Cahaya polikromatik termasuk cahaya putih seperti sinar matahari. Cahaya polikromatik adalah cahaya yang terdiri dari beberapa komponen warna yang berbeda. Cahaya putih juga tersusun dari spektrum dengan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Pada saat yang sama, ketika cahaya dari berbagai warna digabungkan menjadi putih, itu bisa disebut nama spektrum (Priyono, 2019)
Jika cahaya yang digunakan adalah polikromatik, berbagai warna akan terlihat. Spektrum yang paling jelas terlihat adalah spektrum orde pertama (n = 1). Dengan menggunakan triangulasi, magnitudo dapat diperoleh dengan mengukur jarak dari grid ke layar dan jarak garis spektral dari key light. Jika jarak antar grid diketahui, maka
Sehingga diperoleh persamaan:
Jika cahaya putih atau cahaya polikromatik digunakan untuk difraksi, spektrum warna yang berpusat pada cahaya putih akan muncul pada lapisan yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Cahaya merah dengan panjang gelombang terpanjang mengalami pembengkokan atau defleksi terbesar. Cahaya ungu memiliki kelengkungan paling kecil karena panjang gelombang cahaya atau cahaya ungu terkecil. Setiap urutan difraksi menunjukkan kromatogram (Sari, 2018).
3. Interferensi Cahaya
Interferensi adalah fenomena pertemuan dua gelombang atau lebih dan berinteraksi membentuk pola interferensi yang khas. Interferensi terjadi dengan banyak jenis gelombang, termasuk gelombang suara dan gelombang elektromagnetik seperti cahaya. Menurut Kaiser & Pulker (2013), interferometri dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti pembuatan filter optik, interferometri, dan pemrosesan sinyal. Saat menentukan panjang gelombang cahaya polikromatik, interferensi dapat digunakan untuk membentuk spektrum warna yang berbeda. Setiap warna dalam spektrum memiliki panjang gelombang yang berbeda.
4. Prinsip Interferensi
Prinsip interferensi adalah bahwa jika dua gelombang berjalan dalam arah yang sama (hampir sama), dengan perbedaan fase yang tetap konstan terhadap waktu, dapat terjadi distribusi energi yang tidak seragam, tetapi pada titik tertentu nilai maksimum tercapai, dan pada titik lain mencapai harga terendah (Halliday, et al., 2000).
5. Interferensi Celah GandaÂ
Celah ganda atau double slit merupakan salah satu fenomena fisika yang menarik untuk dipelajari ketika membahas gelombang cahaya. Menariknya, cahaya yang melewati celah ganda yang dipisahkan oleh jarak tertentu mengganggu karena gelombang dengan frekuensi yang sama saling bertabrakan. Interferensi yang terjadi dapat bersifat konstruktif maupun destruktif (Haning, Adi, 2018).
Dalam eksperimen Young, setiap celah bertindak sebagai sumber garis yang ekuivalen dengan sumber titik dua dimensi. Pola interferensi diamati pada layar yang menjauhi celah dengan jarak  d di antaranya. Pada jarak yang sangat jauh dari celah, garis dari dua celah ke titik P pada layar hampir sejajar, dan jalurnya berbeda kira-kira sebesar d sin θ , seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Oleh karena itu, untuk menentukan panjang pada pola terang ke-n:
Pada pola gelap ke-n:
Untuk sudut yang kecil, diukur sepanjang layar gugus terang ke-n jarak di antara dua gugus terang berurutan diberikan oleh persamaan berikut:
Untuk mencari sudut deviasi (θ) dapat menggunakan:
n adalah orde pinggiran interferensi (n=0,1,2,...)
d adalah jarak antara dua garis kisi
λ  adalah panjang gelombang
θ  adalah sudut deviasi
P adalah jarak antara garis terang / gelap ke-n dari terang pusat
yn adalah jarak terang ke-n ke terang pusat
L adalah jarak layer ke kisi / celah
Jika ada tiga atau lebih sumber yang jaraknya sama dan sefasa satu sama lain, pola intensitas pada layar jauh akan serupa dengan yang diberikan oleh kedua sumber, dengan beberapa perbedaan penting. Letak intensitas maksimum pada layar adalah sama tidak peduli berapa banyak sumber cahaya yang ada, namun lebih terang dan lebih tajam bila terdapat banyak sumber cahaya (Handayani, 2014).
Menurut Pedrotti (2017) Interferensi dua celah sederhana melibatkan dua celah sempit yang sejajar dan berjarak agak jauh. Interferogram yang terbentuk pada layar tampilan dapat digunakan untuk menentukan perbedaan jalur optik antara dua gelombang interferensi yang dihasilkan oleh celah tersebut. Konsep interferensi memungkinkan panjang gelombang cahaya polikromatik dihitung dengan presisi tinggi dengan mengukur posisi nilai intensitas cahaya maksimum dan minimum. Interferogram ini dapat diamati dan dianalisis untuk menentukan perbedaan perambatan optik antara sinar yang melewati celah ganda.
Lebar celah pada celah ganda sederhana mempengaruhi pola interferensi yang dihasilkan. Semakin lebar celah, semakin sedikit interferensi antar gelombang, sehingga maksima dan minima dalam interferogram akan semakin sedikit. Demikian juga, semakin kecil lebar celah, semakin besar jumlah maksima dan minima dalam interferogram (Serway & Jewett, 2018).
C. Kesimpulan
Interferensi adalah fenomena pertemuan dua gelombang atau lebih dan berinteraksi membentuk pola interferensi yang khas. Interferensi terjadi dengan banyak jenis gelombang, termasuk gelombang suara dan gelombang elektromagnetik seperti cahaya. Saat menentukan panjang gelombang cahaya polikromatik, interferensi dapat digunakan untuk membentuk spektrum warna yang berbeda. Setiap warna dalam spektrum memiliki panjang gelombang yang berbeda. Interferensi yang terjadi dapat bersifat konstruktif maupun destruktif. Dalam eksperimen Young, setiap celah bertindak sebagai sumber garis yang ekuivalen dengan sumber titik dua dimensi. Pola interferensi diamati pada layar yang menjauhi celah dengan jarak d di antaranya. Pada jarak yang sangat jauh dari celah, garis dari dua celah ke titik P pada layar hampir sejajar, dan jalurnya berbeda kira-kira sebesar d sin  θ.
D. Referensi
- Aksan, H. (2023). Kamus Fisika: istilah, rumus, penemuan. Nuansa Cendekia.
- Handayani, S. L. (2014). Analisis pola interferensi celah banyak untuk menentukan panjang gelombang laser He-Ne dan laser dioda. Jurnal Fisika, 4(1).
- Haning, A. E., & Warsito, A. (2018). Comparation of Magnetic Flux Cases Solution in Around Electrified Wire between Analytical and Computational methods. Jurnal ILMU DASAR, 19(1), 23-28.
- Kaiser, N., & Pulker, H. K. (Eds.). (2013). Optical interference coatings (Vol. 88). Springer.
- Khumaeni, A. (2022). Buku Ajar Fisika Modern.
- Pamungkas, M., HAFIDDUDIN, H., & ROHMAH, Y. S. (2015). Perancangan dan realisasi alat pengukur intensitas cahaya. ELKOMIKA: Jurnal Teknik Energi Elektrik, Teknik Telekomunikasi, & Teknik Elektronika, 3(2), 120.
- Pedrotti, F. L., Pedrotti, L. M., & Pedrotti, L. S. (2017). Introduction to optics. Cambridge University Press.
- Priyono, O. (2019). ANALISA PERBANDINGAN EFISIENSI PANEL SURYA MENGGUNAKAN CONTROLLER MPPT DENGAN CONTROLLER SHARP MODEL S7-850B UNTUK MENYUPLAI RAINFALL GAUGE PADA PT. INALUM (PARITOHAN) (Doctoral dissertation).
- Rokhaniyah, R. (2019). ALAT PRAKTIKUM FISIKA UNTUK MENENTUKAN PANJANG GELOMBANG DAN FREKUENSI SPEKTRUM MATAHARI. Orbith: Majalah Ilmiah Pengembangan Rekayasa dan Sosial, 15(2), 47-55.
- Sari, N. P. (2018). Identifikasi Indeks Bias Minyak Kacang Tanah Dengan Metode Difraksi Fraunhofer Celah Tunggal, Celah Ganda Dan Celah Banyak.
- Serway, R. A., & Jewett, J. W. (2018). Physics for scientists and engineers. Cengage learning.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H