Berikutnya aku menyempurnakan riasan wajahku. Lagi-lagi aku salah strategi. Bukan laki-laki itu yang tertarik padaku, justru Brian yang makin rajin melumatku dalam pelukannya yang kekar berotot.
Semua yang kulakukan ternyata salah. Aku berubah jadi terlihat jauh lebih genit dan 'merangsang'. Setidaknya merangsang Brian untuk tidak berlama-lama jauh dariku.
Lalu aku harus bagaimana ini, Ry?
Ataukah aku sebenarnya salah sasaran? Aku dengar bisik-bisik tetangga yang mengataiku genit. Padahal aku tak mengganggu suami-suami mereka. Bahkan Brian juga menggoda dan mengataiku genit sambil tertawa lebar, dan menambahi bahwa dia tak mau kehilangan aku yang (menurutnya) makin matang dan cantik.
Umurku memang sudah hampir 40, Ry. Dan Brian hanya tiga tahun lebih tua dariku. Masih rajin menyeretku ke gym. Membatasi makan ini-itu. Menerapkan gaya hidup sehat. Menjaga dirinya tetap bersih dan selalu wangi. Membiarkan gadis-gadis muda meliriknya berkali-kali saat berdekatan.
Cemburukah aku, Ry? Oh, sama sekali tidak! Aku kenal perangai Brian seperti aku mengenal diriku sendiri. Dia tak akan berpaling dariku.
Ah... Baru aku menyadari sesuatu! Laki-laki itu mungkin sama seperti Brian. Tak akan melirik perempuan lain kecuali istrinya sendiri. Tak mau pindah ke lain hati. Tak mau main api. Walaupun aku jelas-jelas lebih cantik daripada istrinya.
Ry, tolong jangan katakan aku genit. Aku cuma sedang puber kedua. Otakku sedang terpeleset hingga seolah lebih tertarik pada buah kesemek daripada buah pir manis di depan mata. Tidak! Tidak! Sepertinya aku salah mengambil analogi. Pada kenyataannya aku lebih menyukai rasa buah kesemek daripada buah pir. Aduh, Ry! Aku pusing saat ini. Tak lagi mampu memikirkan analogi yang tepat. Pokoknya, ya seperti itulah!
Jadi kesimpulannya, Ry, aku jadi sadar penampilan belakangan ini bukan karena aku genit. Tapi aku sedang puber. Puber kedua! Kau sadar atau tidak sih sebenarnya, Ry? Aku seolah kembali ke masa gadis ABG yang perlu menampilkan diri.
Kata orang semuanya itu wajar. Tapi lama-lama kok jadi tak wajar kalau sampai harus mengorbankan pernikahan sendiri. Dan Brian... Ah! Sepertinya aku harus mengubah cara pandangku ke dia.
Dia bukan orang yang sempurna. Itu mutlak. Seganteng-gantengnya dia, terkadang dia pun tetap ngorok bila tidur pulas di malam hari. Sewangi-wanginya dia, kentutnya tetap bau. Sesehat-sehatnya dia, tetap saja berubah jadi semanja bayi kalau flu sedang menyerangnya. Seberwibawa-berwibawanya dia, tetap saja jahilnya padaku sering terasa menjengkelkan walaupun berubah jadi hal yang manis bila kupikirkan lagi. Sekeras-kerasnya dada dan perut six pack-nya, tetap saja terasa hangat saat aku ditenggelamkannya ke dalam pelukannya.