Mohon tunggu...
BaBe
BaBe Mohon Tunggu... Supir - Saya masih belajar dengan cara membaca dan menulis.

Banyak hal menggelitik di dunia ini yang pantas dikupas!

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Ketika YLKI Kurang Jeli

23 Desember 2018   09:00 Diperbarui: 23 Desember 2018   09:24 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di dalam KRL yang tentu semua pihak ingin bisa lebih nyaman. (Foto: Kompas)

Tadi pagi saya membaca berita di Jawa Pos kritikan YLKI kepada KCI (anak perusahaan PT KAI) tentang persialan KCI meluncurkan KRL Premium dalam waktu dekat. Tulus Abadi selaku ketua YLKI beranggapan bila rencana peluncuran KRL Premium dianggap sebagai suatu langkah mundur.

Pola pikir Tulus Abadi dalam hal ini saya anggap sebagai sebuah kemunduran juga, Entah sensitivitas dia sebagai Ketua YLKI tidak diterapkan merata ke seluruh bentuk kebijakan yang diambil sebuah institusi.  Saya masih ingat Tulus Abadi menyampaikan pendapatnya di tahun 2016 saat BBM Premium mulai menurun peminatnya. "Sekarang harusnya dijadikan momentum untuk perbaikan kualitas BBM dengan memperbanyak pertalite dan pertamax," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Pemerintah mengeluarkan Petralite untuk segmen di atas pengguna BBM Premium, dan ternyata masyarakat lebih nyaman dengan Petralite, sehingga Dia pun menyarankan agar pemerintah memperbanyak Pertalite dan Pertamax.

Bila kita lihat rencana KCI meluncurkan KRL Premium, atau kelasnya di atas KRL yang sekarang sudah ada, seharusnya hal ini kita lihat sebagai sebuah kemajuan. Kita bisa lihat apakah nanti peminatnya lebih banyak. Harga tiket KRL sekarang pun kita tahu cukup murah, ini dikarenakan KRL adalah bagian dari  kewajiban layanan publik / PS) (public service obligation) yang dilakukan PT KAI sebagai BUMN.

Saya yakin semua pengguna jasa angkutan kereta api ingin mendapatkan layanan yang lebih bagus, dan untuk menuju ke arah tersebut tentu tidak bisa dilakukan secara instan. Migrasi kelas bisa dilakukan secara halus seperti saat pemerintah melalui pertamina mengeluarkan kebijakan meluncurkan Pertalite.

YLKI jangan gegabag dengan angapan apa yang dilakukan KCI sebuah kemunduran. Mungkin Tulus Abadi selaku ketua YLKI bukan pengguna KRL, jadi kurang tahu bagaimana sekarang banyaknya pengguna KRL. Dengan intensitas perhari mencapai 1 juta penumpang, tentu akan lebih menarik bila tujuan layanan yang lebih baik yang ingin digulirkan oleh KCI ini didukung  semua pihak.

Sebagai contoh, tiket kereta ekskusive antar kota di musim liburan selalu terjual habis lebih dulu dibanding tiket kelas bisnis, premium atau pun ekonomi. Ini menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat dan keinginan masyarakat pengguna transportasi kereta lebih memilih menggunakan kelas yang nyaman. Masyarakat sudah mampu, dan PT KAI pun sebegai pengelola jasa angkutan kereta tidak serta meninggalkan kelas ekonomi.

Sekarang kelas Ekonomi Premium pun bisa kita lihat penuh penumpangnya, karena kenyamanan naik kereta ini lah yang dicari masyarakat. Bukan sekedar murah, tetapi nyaman.

Kalau YLKI ingin mengkritisi sebuah kemunduran, Cobalah kritisi kenapa sekarang penumpang angkutan umum di pedesaan mulai menghilang, di beberapa daerah angkutan umum mulai punah, tergerus dengan mudahnya mendapatkan kendaraan roda dua yang menjadikan masyarakat malas menggunakan angkutan umum. Padahal sebagian masyarakat masih membutuhkan angkutan umum.

Bila ada angkutan umum yang jalan pun, kondisinya sudah usang. Masyarakat perlu angkutan umum yang nyaman, bukan angkutan umum yang berasap dan panas saat dinaiki. Saya sarankan YLKI lebih peka dengan kondisi saat ini, lebih bisa berpikir jangka panjang.

Salam Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun