Malam Jumat Wage menjadi malam tirakatan bagi warga desa. Setelah dilaksanakan acara doa bersama secara masal di pendapa Balai Desa, berikutnya dilanjutkan acara tirakatan di area makam tokoh sentral desa ini. Bentuk kegiatannya tetap berupa doa bersama. Dan pagi harinya setelah salat Subuh dilanjutkan dengan acara doa bersama kembali secara masal di puncak gunung Kebo, tepatnya di area makam Eyang Dumbo.
Kegiatan inilah yang biasanya ditunggu-tunggu oleh warga masyarakat secara umum. Bahkan dalam kegiatan ini tidak sedikit warga yang berasal dari luar desa juga dari luar Kabupaten. Untuk mengikuti acara ritual ini membutuhkah perjuangan yang dramatis. Di pagi hari sebelum sinar matahari tampak, masyarakat berduyun-duyun bersama warga lain untuk naik ke puncak gunung melalui jalan setapak yang memang sudah disiapkan dan dibersihkan sebelumnya. Dalam perjalanan ini warga naik dengan membawa "ubo rampe" berupa nasi gurih dan ayam lodho sambal pecel yang ditaruh di atas "encek". Encek merupakan tempat makanan yang terbuat dari pelepah pohon pisang yang ditata dengan pecahan bambu.
Persembahan nasi gurih dan ayam lodho melambangkan sebuah harapan untuk mendapatkan petunjuk dari Rosulullah agar acara yang dilaksanakan diijabah oleh Allah SWT. Selain itu, juga menjadi simbol perwujudan rasa syukur dan meminta keselamatan.
Selain nasi gurih, "ubo rampe" yang harus ada adalah ayam lodho sambal pecel. Berdasarkan cerita turun temurun ayam lodho sambal pecel menjadi makanan favorit Eyang Dumbo saat masih hidup. Biasanya ayam ini tidak dihidangkan secara utuh, akan tetapi hanya separuh atau biasa disebut dengan "Lodho Sigar Brak". Ini menjadi pengingat pesan dari Eyang Dumbo. "Lodo Sigar Brak" mengandung makna bahwa walaupun tersedia banyak hidangan makanan dengan berbagai macam jenisnya, kita harus mampu menahan diri untuk tidak "kemaruk". Kita harus ingat bahwa sebagian dari apa yang kita miliki juga menjadi hak orang lain dalam wujud sedekah.
Nasi gurih dan lodho ditaruh di atas "encek". Encek merupakan tempat makanan yang terbuat dari pelepah pohon pisang yang ditata dengan pecahan bambu. Encek memiliki makna menanti cahaya surga. Hal ini tersirat dari keberadaan pelepah pisang dan janur yang memiliki filosofi surga yang agung. Ada juga yang mengatakan encek merupakan sebuah harapan atau cita-cita yang besar.
Satu lagi yang tidak boleh dilupakan dalam ritual ini adalah apem dumbo. Makanan ini juga menjadi makan favorit Eyang Dumbo saat beliau masih hidup. Makanan khas desa Ngadirenggo yang dibuat hanya saat kegiatan ritual. Kita tidak akan menemukan makanan ini di hari-hari biasa, walaupun di desa Ngadirenggo sekalipun. Apem dumbo merupakan makanan yang bahan utamanya tepung beras dicampur cairan berbahan utama gula merah diolah dengan beberapa bahan tambahan. Apem dumbo ini diolah tanpa diberi rasa dan tidak boleh ada warna selain putih. Setelah jadi baru dihidangkan bersama dengan cairan gula merah yang disebut dengan "juruh". Namun, di balik bahannya yang begitu sederhana, makanan ini memiliki makna yang sangat mendalam. Apem merupakan simbol dari pengampunan atau memohon ampun atas segala kesalahan. Selain itu, apem juga menjadi simbol kesederhanaan dan kebersamaan. Saat ritual, makanan ini juga dihidangkan di atas "encek" sama seperti makanan lainnya.
Perjalanan menuju puncak sangat menarik. Selain memang warga tidak dapat berjalan dengan cepat karena harus bergantian dengan warga yang membawa "Ubo Rampe" sebagai sedekah dari rizki yang didapat selama satu tahun. Nuansa estetis muncul kala warga harus berjalan di kegelapan dengan hanya ditemani sinar api dari "oncor" dan semburat sinar rembulan. Sehingga, tidak sedikit para pengunjung yang berswafoto untuk mengabadikan momen sekali dalam satu tahun ini.
Setelah seluruh persiapan di puncak selesai, kegiatan ritualpun dimulai. Tabur bunga menjadi kegiatan awal. Kemudian dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh seorang pemuka agama yang ditunjuk. Proses ritual sangat khusyuk. Seluruh pengunjungpun wajib untuk mengikutinya. yang menarik lagi, konon katanya area puncak gunung akan selalu mampu menampung berapapun jumlah pengunjung yang mengikuti ritual satu tahun sekali ini.
Setelah proses ritual selesai, berikutnya dilanjutkan dengan pembagian sedekah makanan kepada seluruh pengunjung. Tentunya pembagian ini di tempat berbeda yang sudah disiapkan. Pengunjung bebas mengambil sendiri tanpa harus membayar. Karena memang sengaja disediakan oleh warga sebagai sedekah dari seluruh rizki yang didapat selama satu tahun.
Kegiatan dilanjutkan di lingkungannya masing-masing. Mulai dari berdoa bersama warga lingkungan di tempat yang telah ditetapkan, membersihkan lingkungan, membuka tempat pengumpulan sedekah berupa apem dumbo dengan tujuan disediakan khusus kepada sanak saudara atau teman dari luar desa yang berkunjung.
Kegiatan tidak berhenti di situ saja. Jumat malam diadakan pagelaran wayang kulit sekaligus ruwatan semalam suntuk. Hari Sabtu giliran Karang Taruna Desa mengadakan kegiatan pertunjukan seni di tiap wilayah perdukuhannya juga perlombaan yang bersifat edukatif seperti sepak bola, senam, mewarnai untuk anak, hingga festival menghias hidangan apem dumbo. Berlanjut hari Minggu dilaksanakan Kirab atau Pawai Budaya. Menariknya, dalam setiap tahapan kegiatan ini makanan utama yang disediakan oleh warga adalah apem dumbo. Sehingga apem dumbo menjadi icon makanan di desa Ngadirenggo saat kegiatan tahunan ini dilaksanakan. Termasuk di tahun ini.