Mohon tunggu...
Pingkan Hendrayana
Pingkan Hendrayana Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Menyukai dunia organisasi dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ritual Adat Apem Dumbo Ngadirenggo Waskito

17 Mei 2024   10:59 Diperbarui: 17 Mei 2024   11:18 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa kita memang kaya akan adat dan budaya yang tidak dimiliki oleh Negara-negara di seluruh dunia. Bahkan hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Negara asing untuk singgah di Negara kita sekedar melihat dan menyaksikan prosesi adat dan budaya itu.

Hampir seluruh wilayah di seantero nusantara memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Bahkan di setiap desa pun sebagai satuan pemerintahan terkecil di Negara ini memiliki adat dan budaya sendiri-sendiri.

Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun untuk mewujudkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh Sang Pencipta. Hal ini tidak ubahnya terjadi di desa Ngadirenggo kecamatan Pogalan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Desa yang memiliki 5.000 lebih jumlah penduduk ini memiliki adat dan kebudayaan yang tidak dimiliki oleh desa lain.

Masyarakat desa ini memiliki adat dan budaya Nyadran. Banyak desa yang memiliki budaya Nyadran, namun cara melaksanakannya yang berbeda. Di desa ini kegiatan Nyadran dilaksanakan setiap satu tahun sekali, tepatnya pada hari Jumat Wage di bulan Jawa selo. Bukan tanggal yang menjadi patokan, tapi hari dan pasaran Jawa. Setiap hari Jumat Wage bulan Jawa Selo secara turun-temurun warga masyarakat desa melakukan berbagai ritual untuk menuju kebaikan. Ritual adat bersih desa tahun ini mengambil tema "Nyawiji Anggayuh Lestari".

Kegiatan biasanya dimulai pada hari Kamis setelah sholat Subuh. Di seluruh masjid dilaksanakan kegiatan membaca Al Qur'an sampai Khatam secara bersamaan. Malam harinya setelah sholat Maghrib digelar doa bersama di seluruh masjid dan musala desa. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan doa bersama secara masal di Pendapa Balai Desa yang dipimpin oleh seluruh Kyai pemangku masjid dan musala satu desa.

Kegiatan ini berfokus untuk mendoakan para pejuang Desa terutama tiga tokoh sentral yang dipercaya "mbabat" desa Ngadirenggo yaitu Eyang Dumbo, Eyang Bodo, dan Eyang Cokrosuto. Siapa Eyang Dumbo? Berdasarkan cerita turun temurun, Eyang Dumbo berasal dari wilayah Mataram yang datang di wilayah Ngadirenggo untuk mewujudkan salah satu strategi dalam menumpas penjajah Belanda. Bersama dengan sahabatnya Eyang Bodo dan Eyang Cokrosuto, Eyang Dumbo menetap di area Gunung Kebo.

Selain menumpas penjajah Belanda, beliau juga menyebarkan agama islam dan mendidik masyarakat Ngadirenggo untuk dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Bagaimana hidup bermasyarakat dengan baik, pentingnya pendidikan, memanfaatkan lahan untuk menopang hidup dan lain sebagainya.

Nama Eyang Dumbo disematkan karena beliau "Ndombani" atau memimpin perjalanan pengikut kanjeng Pangeran Harya Diponegoro dari Yogyakarta. Diceritakan sesudah KPH Diponegoro diperdaya oleh penjajah Belanda dan diasingkan ke Makasar, putra-putra dan pengikutnya yang tidak diasingkan menyebar mencari hidup sendiri-sendiri untuk menyiapkan strategi penumpasan penjajah Belanda.

Eyang Dumbo terus melakukan perjalanan hingga ke wilayah selatan pulau Jawa dan sampailah di dukuh Wadi Lor desa Ngadirenggo. Beliau menjalani hidup di wilayah ini hingga wafat.

Eyang Dumbo dimakamkan di puncak gunung Kebo. Sedangkan Eyang Bodo dan Eyang Cokrosuto dimakamkan di bagian bukit gunung yang berada di desa Ngadirenggo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun