Novel dan film adalah dua karya yang jauh berbeda namun saling berhubungan. Novel dengan buku dan tulisannya yang menarik, sedangkan film dengan gambar dan audio yang menyenangkan untuk ditonton.
Meskipun dengan adanya perbedaan tersebut, namun novel dan film seringkali bergabung menjadi satu. Biasanya, novel yang laris di pasaran akan diproduksi menjadi suatu film agar pembaca dapat melihat visual dari novel tersebut.
Selain itu, novel yang dijadikan film juga ditujukan bagi para penonton film yang tidak membaca buku sehingga mereka bisa tetap menikmati karya tersebut dengan menonton film-nya saja tanpa harus membaca novelnya.
Film yang dihasilkan dari novel ini disebut sebagai film adaptasi. Di Indonesia sendiri, sudah banyak sekali film adaptasi seperti Dilan 1990 (2018), Imperfect (2019), Marmut Merah Jambu (2014), Laskar Pelangi (2008), dan tentunya 5 Cm (2012).
Berbagai film adaptasi ini menerima respons yang berbeda-beda dari mulai kritik karena ceritanya berbeda dari novel, kekecewaan penonton karena film-nya gagal memberi visual baik mengenai novel-nya, sampai pujian karena film yang diproduksi berhasil menggambarkan kejadian di tiap novel-nya dengan baik.
Mengenal Film Adaptasi
Film adaptasi secara sederhana dapat diartikan sebagai film yang idenya tercipta dari karya senin lain seperti komik, cerita pendek, ataupun novel.
Linda Seger (dalam Ardianto:2014) mengungkapkan bahwa terdapat tiga kategori adaptasi film dari karya sastra:
- Adaptasi atas karya klasik atau tradisional
- Adaptasi drama panggung atau teater ke film
- Adaptasi karya kontemporer, termasuk karya-karya fiksi popular
Menurut Cohen & Braudy (2004), film adaptasi dianggap lebih sering mengecewakan penonton yang sudah membaca bukunya terlebih dahulu, hal tersebut dikarenakan penonton sudah memiliki gambaran tersendiri pada visualnya sehingga mereka akan cenderung kecewa ketika melihat penggambaran visual dari sutradara film yang tidak sesuai dengan imajinasinya.
Namun seiring berjalannya waktu, film adaptasi justru semakin populer, termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan produksi dan distribusi film adaptasi yang dianggap lebih mudah karena sudah memiliki ide serta audiens-nya sendiri.
Tentang Film 5 Cm (2012)
5 Cm adalah salah satu contoh film adaptasi di Indonesia yang bisa dibilang sukses menarik hati masyarakat Indonesia, baik dari novel maupun film-nya.
Film adaptasi dari novel karya Donny Dhirgantoro dengan judul yang sama ini dianggap mampu memberi visual yang baik dari novel keluaran tahun 2005 tersebut.
Film karya sutradara ternama, Rizal Mantovani ini bercerita tentang lima sahabat yang sudah berteman lama, namun merasa bosan dengan pertemanannya karena kegiatan yang itu-itu saja.
Akhirnya, kelima sahabat itu memutuskan untuk berpisah sejenak untuk kemudian bertemu lagi beberapa bulan kemudian. Tempat yang dituju untuk pertemuan tersebut pun tidak biasa, yaitu Gunung Semeru di Jawa Timur.
Di Gunung Semeru inilah cerita dimulai, lima sahabat tersebut yaitu Genta, Zafran, Arial, Riani, dan Ian, ditambah Dinda yang merupakan adik Arial bersama-sama menaiki Gunung Semeru untuk mencapai Puncak Mahameru. Dalam perjalanan itulah, mereka akhirnya menemukan arti persahabatan yang sebenarnya.
Tidak hanya dianggap sukses karena mendapatkan banyak penonton, film 5 Cm berhasil mendapatkan lima nominasi Piala Citra untuk kategori Pengarah Artistik Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, dan Film Terbaik (Tirto, 2021).
Pro Kontra Film 5 Cm (2012)
Sebagai film yang sukses mendapatkan banyak apresiasi dan pujian dari berbagai pihak, 5 Cm memiliki pro dan kontra tersendiri.
Selain sukses meraih banyak penonton dan penghargaan, 5 Cm juga banyak dipuji karena berhasil memperkenalkan keindahan alam Indonesia, khususnya Gunung Semeru kepada masyarakat.
Dalam film tersebut, penonton seperti diajak berpetualang bersama sekaligus menikmati pendakian dengan pemandangan yang sangat indah.
Dilansir dari Tempo (2013), dampak positif dan negatif pun tercipta setelah kesuksesan memperkenalkan keindahan Gunung Semeru tersebut. Dampak positifnya, 5 Cm menjadi wadah promosi yang baik sehingga pendakian ke gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut melonjak drastis.
Namun dampak negatifnya, banyak pendaki yang hanya ikut-ikutan trend saja sehingga tidak membawa perlengkapan yang sesuai untuk naik gunung. Selain itu, banyak pendaki yang juga membuang sampah sembarangan hingga merusak alam di sekitar kawasan Gunung Semeru.
Dengan berbagai dampak ini, maka seharusnya penonton bisa lebih bijak lagi dalam menonton film sehingga tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Penutup
Terlepas dari berbagai macam pro dan kontra mengenai film 5 Cm, tidak dapat dipungkiri bahwa film 5 Cm mampu menjadi salah satu contoh film adaptasi yang sukses di Indonesia.
Film 5 Cm terbukti berhasil memukau penonton dari mulai segi cerita, pengambilan gambar, maupun pemilihan aktor dan aktrisnya. Ditambah lagi film 5 Cm sukses memperkenalkan keindahan alam Gunung Semeru yang ditampilkan dalam film.
Sumber Referensi
Ardianto, D.T. (2014). Dari Novel ke Film: Kajian Teori Adaptasi sebagai Pendekatan dalam Penciptaan Film. Jurnal Panggung, 24(1).
Azmy, A. B. (2021, Oktober 5). Sinopsis Film 5 Cm: Perjuangan 5 Sahabat Taklukkan Mahameru. Tirto. Diakses dari tirto.id.
Braudy, L. & Cohen, M. (2004). Film Theory & Criticism (Edisi ke-7). New York : Oxford University Press.
Widianto, E. (2013, Juni 10). Produsen Film 5 Cm Ditegur. Tempo. Diakses dari tempo.co.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H