Segenap persoalan perempuan masih membelenggu kaum perempuan itu sendiri. Kekerasan dan marginalisasi misalnya, menjadi isu yang tak pernah terselesaikan, baik oleh masyarakat maupun negara. Kartini dalam gerakan pembaharuannya mendorong agar setiap masyarakat mendapatkan haknya. Emansipasi bagi Kartini perlu dilakukan dimana seorang manusia mengalami situasi rentan terhadap kekerasan, pelecehan seksual, diskriminasi, bahkan perbudakan seks.
Setidaknya ada empat pembelajaran yang bisa kita ambil dari sosok Kartini . Pertama, Kartini sangat mendambakan sosok perempuan yang independen, dan mampu bekerja untuk kebaikan dalam kehidupan masyarakat. Kedua,walaupun ada beberapa pro-kontra terhadap tulisan-tulisan dalam surat-surat Kartini, ini menjadi dasar dan rujukan panjang atas perjuangan Kartini yang menginginkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ketiga, Kartini sangat menentang diskriminasi terhadap perempuan. Kemudian yang terakhir keempat, Kartini menyatakan "perang"terhadap poligami.
"Door Duisternis tot Licht" Kartini bagai cahaya suar dibalik gelapnya ketidakadilan, emansipator yang berjiwa besar. Sebab, pemikirannya telah melampaui jamannya. Cahaya itu ia tunjukan tidak hanya untuk dirinya sendiri dan keluarga, tapi juga untuk perjuangan kaum perempuan Indonesia terbebas dari rasa takut, diskriminasi hingga terciptanya kesetaraan.Â
Dekrit penting yang diajarkan Kartini menyeka ingatan bagi ratusan perempuan dan orang-orang miskin di Indonesia saat ini yang melawan ketidakadilan. Kartini datang sebagai fajar yang menyenangkan untuk mengakhiri malam panjang penawanan mereka. Seperti dalam pernyataan Marx "Every emancipation is a restoration of the human world and of human relationships to man himself." Kartini, keperempuanan, dan ketidakadilan, dengan demikian, tidak hilang dalam historitas bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H