Mohon tunggu...
Pijar Sukma Adiluhung
Pijar Sukma Adiluhung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berinvestasilah Untuk Akhiratmu Dengan Menulis

Mahasiswa jurusan Fikih dan Ushul Fikih Universitas Internasional Al-Madinah. Alumni Pondok Madinatul Qur'an, Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Abu Hurairah Wudhu hingga Ketiak, Sunnah atau Bid'ah?

28 Desember 2021   07:24 Diperbarui: 28 Desember 2021   07:31 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Fran Jacquier di Unsplash

Bismillah. Alhamdulillah. Wash sholatu was salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du.

Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan batasan anggota tubuh ketika berwudhu di dalam kitab-Nya, Allah ta’ala berfirman:

يا أيها الذين آمنوا إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق وامسحوا برءوسكم وأرجلكم إلى الكعبين

“Wahai orang-orang yang beriman, ketika kalian hendak mendirikan shalat, maka basuhlah wajah-wajah kalian, dan tangan-tangan kalian hingga sikut, dan usaplah kepala-kepala kalian, dan (basuhlah) kaki-kaki kalian hingga mata kaki.” [QS al-Maidah ayat 6]

Maka batas wajib berwudhu untuk kedua tangan adalah hingga sikut, dan untuk kedua kaki adalah hingga mata kaki. Disunnahkan dalam madzhab Syafi’i untuk memanjangkan sedikit dari batasan tersebut, dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Muslim, bahwa Nu’aim bin Abdullah berkata:

رأيت أبا هريرة يتوضأ فغسل وجهه فأسبغ الوضوء، ثم غسل يده اليمنى حتى أشرع في العضد، ثم يده اليسرى حتى أشرع في العضد، ثم مسح رأسه، ثم غسل رجله اليمنى حتى أشرع في الساق، ثم غسل رجله اليسرى حتى أشرع في الساق، ثم قال: هكذا رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يتوضأ

“Aku pernah melihat Abu Hurairah berwudhu, beliau membasuh kepala beliau dan melakukannya dengan sempurna, lalu beliau membasuh tangan kanan hingga sebagian lengan, lalu tangan kiri hingga sebagian lengan, lalu mengusap kepala beliau, lalu beliau membasuh kaki kanan hingga sebagian betis, lalu membasuh kaki kiri hingga sebagian betis, lalu beliau berkata: Seperti inilah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu.”

Lalu beliau berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أنتم الغر المحجلون يوم القيامة من إسباغ الوضوء، فمن استطاع منكم فليطل غرته وتحجيله

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Kalian adalah kaum yang ghurrah (bersinar wajahnya) dan muhajjalun (bersinar tangan dan kakinya) pada hari kiamat karena kalian menyempurnakan wudhu. Maka siapapun yang mampu, hendaknya ia memperpanjang cahaya wajah, tangan, dan kakinya.” [Muttafaqun ‘alaih]

Beberapa ulama mengatakan bahwa kalimat terakhir “Maka siapapun yang mampu, hendaknya ia memperpanjang cahaya wajah, tangan, dan kakinya…” adalah tambahan dari Abu Hurairah dan bukan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi hal ini tidak meniadakan sunnahnya memperpanjang wudhu melebihi batas wajib, karena Abu Hurairah mencontohkan cara wudhu beliau dengan membasuh tangan hingga sebagian lengan, dan membasuh kaki hingga sebagian lutut, lalu beliau berkata: “Seperti inilah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu..” dan ini adalah lafadz yang secara gamblang menunjukkan bahwa di antara sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperpanjang basuhan anggota wudhu.

Adapun perbuatan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu memanjangkan wudhu hingga ketiak, maka ini adalah pendapat yang beliau amalkan untuk diri sendiri dan tidak beliau ajarkan kepada orang lain. Abu Hazim, seorang tabi’in, berkata:

كنت خلف أبي هريرة، وهو يتوضأ للصلاة فكان يمد يده حتى تبلغ إبطه فقلت له: يا أبا هريرة ما هذا الوضوء؟

“Aku pernah berada di belakang Abu Hurairah ketika beliau berwudhu untuk shalat, dan aku melihat beliau memanjangkan wudhu hingga ketiak beliau, maka akupun berkata pada beliau: Wahai Abu Hurairah, wudhu apakah ini?”

Maka beliau menjawab:

يا بني فروخ أنتم هاهنا؟ لو علمت أنكم هاهنا ما توضأت هذا الوضوء

“Wahai Bani Farrukh, engkau ada disini? Seandainya aku tahu engkau ada di sini aku tidak akan berwudhu seperti ini.” [HR. Muslim]

An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin Hajjaj (dengan sedikit perubahan):

إنما أراد أبو هريرة بكلامه هذا أنه لا ينبغي لمن يقتدى به إذا ترخص في أمر لضرورة أو تشدد لاعتقاده في ذلك مذهبا شذ به عن الناس أن يفعله بحضرة العامة الجهلة لئلا يترخصوا برخصته لغير ضرورة أو يعتقدوا أن ما تشدد فيه هو الفرض اللازم

“Maksud dari perkataan Abu Hurairah adalah, apabila seseorang yang diteladani mengambil rukhsah (keringanan) karena darurat, atau melebihi kadar yang telah disyariatkan karena pendapat pribadi yang menyelisihi pendapat masyarakat, maka tidak sepantasnya ia melaksanakan hal itu di hadapan orang-orang awam, agar mereka tidak mengambil keringanan yang dilakukannya tanpa adanya darurat, atau menganggap bahwa perbuatan lebih yang dilakukannya adalah hal wajib.”

Kesimpulannya, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengajarkan kepada manusia apa yang beliau lihat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu memperpanjang basuhan tangan hingga sebagian lengan, dan basuhan kaki hingga sebagian betis. Adapun perbuatan beliau memperpanjangnya hingga ketiak dan lutut, maka ini bukanlah bid'ah, namun pendapat pribadi beliau yang tidak beliau ajarkan ke orang lain.

Wallahu ta’ala a’lam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun