Mohon tunggu...
Pietro Netti
Pietro Netti Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pribadi Independen, Penghuni Rumah IDE, KARYA & KREASI. Kupang-Nusa Tenggara Timur. \r\n\r\nhttp://pietronetti.blogspot.com, \r\nhttp://rumahmuger.blogspot.com.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Leaving On A Jetplane

31 Desember 2016   13:35 Diperbarui: 6 Februari 2017   01:32 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

All my bags are packed, I'm ready to go//I'm standing here outside your door//I hate to wake you up to say goodbye//But the dawn is breaking it's early morn//The taxi's waiting, he's blowing his horn//Already I'm so lonesome, I could die…(John Denver, LEAVING ON A JET PLANE).

……………………………………………………………………………………………………

***

Kelabu melingkupi hatiku. Kupang yang terkenal dengan terik mentarinya tak sanggup membendung arak-arakan mendung yang terus menerobos masuk, dan merasuk ke dalam relung hatiku. Ruang yang sebelumnya cerah berangsur-angsur redup, dan ceria berubah muram dalam sebuah kekelaman yang mendalam. Dalam kebisuan hati yang hampa, gerimis perlahan jatuh membasahi setiap sisi batinku. Badai galau berkecamuk sangat dasyat, menghempas dan mengoyak seluruh bentangan tirai sukmaku.

Aku terjebak dalam sebuah rentang waktu yang ingin kuhindari sejak semula. Sang waktu tengah menyeretku lebih dan semakin dekat pada tapal batas perpisahan yang sesungguhnya tidak kuharapkan terjadi. Sebuah perpisahan yang harus kualami dengan Glenn Timor…sang pujaan hatiku...sang lentera jiwaku…sang embun pagiku…sang bintang timurku…sang mentariku…sang meteorku…!

Hhmm…Glenn Timor…!

Glenn Timor adalah rinduku yang merangsang tumbuhnya benih-benih kehidupan di hamparan sahara. Glenn Timor adalah sejukku yang mengembuni tunas-tunas hijau yang mekar di pagi hari. Glenn Timor adalah getarku yang menghempas gejolak jiwa. Glenn Timor adalah geliat nadiku yang mendetak tak henti membelah sepi. Glenn Timor adalah nyanyianku yang menggema di setiap jengkal sanubari. Glenn Timor adalah senandungku yang mengalun lembut dalam sukma.

Hhmm…Glenn Timor…!

Ya, bagiku, Glenn Timor telah menjadi segala; telah menjadi seluruh bukan separuh. Ya, seluruh bukan separuh! Glenn Timor telah menjadi seluruhmimpiku, seluruh rinduku, seluruh hasratku, seluruh pikirku, seluruh jiwaku, seluruh hatiku, seluruh nafasku, seluruh hidupku. Glenn Timor telah kubiarkan menempati seluruh ruang di dalam hatiku….pikiranku. Kepada Glenn Timor telah kuberikan hak mencintai dan memiliki seluruh isi di dalam hati, jiwa, dan ragaku.

AdaJANJI 2 HATI 1 yang telah diikrarkan dan terpatri di dinding tebing Benteng Kupang. Ada tiang-tiang rindu yang telah ditambatkan dan terpancang di antara sisa-sisa puing dermaga tua. Ada benih-benih cinta yang telah dilabuhkan dan tertanam di dasar muara teluk Kupang. Panji-panji asmara pun yang telah dikembangkan dan terkibar di puncak menara suar tua. Dan ada tabir rahasia yang telah disingkapkan dan terkuak dalam sebuah dekap asmara menuju puncak pendakian tertinggi.

Ada jejak langkah yang setia menapaki pasir putih dan karang sepanjang hamparan pantai Pasir Panjang, Kelapa Lima, Nunsui dan Lasiana. Ada detak hasrat yang tercecer di sebagian ruas Timor Raya yang telah menjadi rute asmara yang menyisakan kenangan sepanjang jalan. Ada kenangan yang terukir bersama awan putih di langit-langit Kupang, terbang bersama angin, melintasi bentangan senja, dan menghempas desah dahaga ke dalam dasar laut Kristal.

***

Menghitung hari……detik demi detik……tak lagi diperlukan, ketika count down waktu telah mencapai akhir angka Nol/Zero. Sebuah bilangan kosong yang tidak berjumlah yang kadang pula dianggap tidak bernilai dan tidak berarti apa-apa, namun selalu menjadi puncak dari setiap perhitungan mundur. Sebuah angka yang selalu menjadi tujuan akhir penantian dan rindu, dan sekaligus menjadi titik awal dari sebuah permulaan dan keberadaan/kehadiran.

Nol/zero telah menjadi sebuah bilangan dengan konsekuensi makna ganda yang saling bertolak belakang; ada-tiada, awal-akhir, temu-pisah, datang-pergi, dll yang enggan kusebut lagi. Masing-masing kata tersebut bukan hanya sekedar memiliki makna antonym biasa, namun memiliki suatu hubungan makna sebab-akibat yang telah ditetapkan sejak kekal hingga kekal. Ya, suatu hubungan makna yang berada dalam satu lingkaran takdir yang tidak dapat tidak dihindari di dalam kehidupan ini.

Dalam teori semesta, setiap ciptaan memiliki jalan kehidupan yang mutlak dan pasti yang akan bermuara pada sebuah titik akhir, yang juga dipercaya sebagai titik awal dari sebuah sesi kehidupan yang baru.

Aku tengah berkisar di antara ruang dan waktu yang bertanda nama NOL/ZERO.

Sebuah nama yang perlahan mengikis dan memudarkan rindu dan harap yang menggejolak. Sebuah nama yang menghadirkan ruang dan waktu dengan area pijak yang kini diam dan hening. Hanya air mata sepi yang menggenang dan menderai di lubuk camar yang rapuh. Gegap gempita kidung cinta yang mengalun sebelumnya dalam derap langkah waktu kini sirna dalam ketiadaan. Desir ombak yang berpacu dalam darah, dan menghempas dalam kehangatan cinta kini terhenti dalam kebekuan. Detak jantung yang menghentak dalam dada kini kandas tak bergerak dalam kesunyian tak berbatas. Desah nafas yang menggeliat, dan menyulut percik gelora asmara kini hilang dalam kehampaan. Masih adakah harap dan mimpi yang tersisa untuk episode selanjutnya?

Oh, God! I’m stranded in the middle of the loneliness!

***

Apalah arti sebuah penantian akhir, jika segala sesuatu telah terkemas rapi dalam bagasi penjemputan?! Apalah arti sebuah rindu, bila jejak-jejak langkah telah bermuara pada sebuah titik keberangkatan?! Apalah arti sebuah harap, ketika keinginan memilih telah kandas di sebuah persimpangan tak pasti?! Apalah arti sebuah mimpi, tatkala bayang-bayang kenangan selalu menjemputku kembali?!

Glenn Timor pun tengah berkisar di antara ruang dan waktu dalam satu lingkaran pijak yang sama. Glenn Timor berada tepat di depanku saat ini, hanya bisa terpaku dan menatapku dalam sebuah jarak etika yang pasti. Sebuah jarak yang sama sekali tidak memungkinkan bagiku untuk barada dalam dekap mesra Glenn Timor yang membelit rasa. Sebuah jarak yang tentu pula tidak memberi peluang bagiku untuk kembali merasakan sentuhan hangat nafas Glenn Timor di sekujur tubuhku.

Kulewati nol/zero dalam deru mesin waktu yang terus membising, dan membawaku pergi dengan setumpuk kenangan yang tetap membelenggu.  

So kiss me and smile for me//Tell me that you'll wait for me//Hold me like you'll never let me go//’Cause I'm leaving on a jet plane//Don't know when I'll be back again//Oh babe, I hate to go……(John Denver, LEAVING ON A JET PLANE).

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun