Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spiritualitas MK: Logos, Ethos, dan Pathos

23 Juli 2023   20:30 Diperbarui: 23 Juli 2023   20:33 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

         Tanpa menganggap sepele makna yang lain, makna logos dalam logika, yaitu suatu pernyataan yang berdasarkan kenyataan, menjadi  norma karakter logos dalam spiritualitas hakim MK. Norma bagi hakim MK adalah sebuah aturan, patokan atau ukuran yang harus dipegang teguh dan dipergunakan dalam melaksanakan wewenang konstitusionalnya. Hakikat sebuah norma adalah aturan, patokan atau ukuran yang bersifat "pasti  dan tak berubah" yang dengannya kita dapat membandingkan sesuatu hal lain yang  hakikatnya, ukurannya, atau kualitasnya diragukan.6

          Karakter logos dalam spiritualitas hakim MK dapat dikembangkan memalui beberapa prinsip dasar. Pertama, buatlah dimengerti. Apapun argumen keputusan yang disampaikan, harus mudah dipahami oleh para pihak.  Kedua, buatlah logis. Pastikan argumen keputusan yang  disampaikan, mudah dinalar oleh para pihak.  Perlu diingat bahwa setiap argumen yang  disampaikan akan dipikirkan oleh para pihak;  jika itu masuk akal, akan dipercayainya; jika tidak masuk akal akan ditolaknya. Ketiga, buatlah nyata. Sebuah argumen keputusan yang didasarkan pada fakta dan contoh-contoh konkret cenderung lebih mudah diterima oleh para pihak. Semakin baik fakta yang ditunjukkan, semakin besar pula kepercayaan para pihak. Keempat, kesadaran rasional atau rasionalitas sehat. Sebuah keputusan seharusnya diletakkan pada rasionalitas, yaitu kesadaran untuk menghayati hidup dalam alam pikir dan timbang diri yang dipijakkan pada kejernihan akal budi untuk menanggungjawabi pilihan-pilihan dan keputusan hidup.7

 

 

 

Karakter Ethos

 

          Kata ethos berasal dari bahasa Yunani  yang berarti 'sikap', 'kepribadian', 'watak', 'karakter', serta 'keyakinan' atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat atau pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Secara terminologis kata ethos, mengalami perubahan makna yang meluas, yaitu suatu aturan umum atau cara hidup; suatu tatanan aturan perilaku;  penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku. Dari kata ethos ini dikenal pula kata etika yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral.8

         Dalam konteks spiritualitas hakim MK, ethos dipahami sebagai etika, yaitu kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.9  Dengan demikian, karakter ethos hakim MK perlu dilandaskan pada norma etik "penggembalaan", penyusunan, dan pemeliharaan konstitusi. Dalam penegakan konsitusi, hakim MK perlu memperhatikan empat norma etik. Pertama, norma etik kemanusiaan, yaitu memperlakukan manusia sebagai manusia karena manusia memiliki keluhuran pribadi. Kedua, norma etik keadilan, yaitu kehendak yang ajeg dan kekal untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya. Ketiga, norma etik kepatuhan, yaitu hal yang wajib dipelihara dalam pemberlakuan undang-undang. Keempat, norma etik kejujuran, yaitu sikap jujur dalam mengurus dan menangani konstitusi serta dalam melayani "justitiable" yang berupaya mencari keadilan kontitusi.10

          Karakter ethos menghendaki hakim MK bertindak menurut prinsip-prinsip objektif, yaitu suatu kaidah objektif yang mengharuskan orang agar, misalnya, tidak menipu sebenarnya menuntut suatu tindakan yang pada dirinya sendiri harus dilakukan, terlepas dari soal apakah disenangi atau tidak, menguntungkan atau merugikan. Prinsip objektif itu bersifat wajib atau imperatif, yaitu memerintahkan kepada manusia untuk melakukan suatu tindakan secara hipotesis atau kategoris. Imperatif hipotesis adalah perintah bersyarat; artinya suatu tindakan adalah baik hanya sebagai sarana demi suatu yang lain, bukan demi keharusan tindakan itu sendiri. Sedangkan, imperatif kategoris, yaitu kalau suatu tindakan adalah baik pada dirinya sendiri, lepas dari pertimbangan apakah "baik" lantaran menguntungkan atau menyenangkan; suatu tindakan yang secara objektif mutlak perlu pada dirinya sendiri, tanpa mengacu pada tujuan tertentu.11

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun